Langkah Dirga terhenti.“Sejak kecil, bahkan untuk mendapatkan ayahnya yang seorang berengsek dan ibu yang sakit-sakitan. Pun setelah ibunya meninggal, sekarang kau yang merenggut hidupnya. Kau tak lebih baik dari Jimi, Dirga.”Ada selintas emosi muncul di wajah Dirga.‘Kita tak bisa memilih dari orang tua mana kita dilahirkan. Tapi kita bisa memilih hidup seperti apa yang kita inginkan? Tidakkah terlaku egoosi jika memaksa anak untuk membayar dendam orang tuanya?’Mata Dirga terpejam ketika kata-kata itu melintas di benaknya. Suara yang manis dan menenangkan. Yang tak pernah ia lupakan hingga saat ini. Tapi saat matanya terbuka, emosi di kedua matanya menguat dan ia berkata dengan dingin, “Dia bukan Rega.”Kedua pundak semakin turun, matanya terpejam dan setetes air mata jatuh di pipinya. “Maafkan paman, Davina,” rintihnya penuh sesal.***Davina terduduk di tepian ranjang ketika pintu kamar dibuka dan dibanting tertutup. Ia menolah dan Dirga melintasi ruangan tanpa melirik kepadanya
Read more