All Chapters of Dibuang Suami, Dinikahi Adik Ipar: Chapter 21 - Chapter 30

93 Chapters

Bab 21. Menyerah

“Kamu emang paling jago playing victim! Di balik muka kamu yang lugu, nyatanya kamu pinter banget akting,” dengus Faisal dengan nada menyalahkan.Alisa makin merasa dadanya sesak. “Selama ini aku udah cukup sabar ngadepin kamu, Mas. Kamu selalu nuduh aku sembarangan—kamu fitnah aku berkali-kali, bahkan tiap kali aku berusaha bela diri, kamu gak pernah percaya. Padahal kamu gak pernah punya bukti, tiap kali kamu nuduh aku.” Suaranya pecah dalam keputusasaan, mencoba menegaskan kesalahpahaman yang terus menghantui hubungan mereka.“Mas Faisal nggak nuduh sembarangan!” sahut Farida. “Jadi perempuan yang udah bersuami harusnya gak kegatelan, tapi kamu malah godain cowok sana sini— bahkan sampai godain adik ipar sendiri.”Alisha menatap marah pada Farida, tetapi sebelum ia sempat berkata-kata, Farhan melemparkan bentakannya. “Udah gila kamu, Fa! Atas dasar apa kamu nuduh mbak Alisha kayak gitu?”“Mas Farhan kayaknya emang udah kena peletnya mbak Alisha, makanya sampe lupa segalanya gitu. A
Read more

Bab 22. Meninggalkan Rumah

Malam itu, Alisha merasa tak lagi sanggup menahan beban emosional yang menghimpitnya. Dia tak lagi bisa berada di rumah yang selalu menyiksanya seperti neraka. Dengan hati yang berat, dia memutuskan untuk pergi, bahkan jika itu berarti meninggalkan segalanya di belakang.Dia mengemasi pakaiannya satu per satu dan memasukkannya ke dalam koper tua yang tergeletak di sudut kamar. Setiap pakaian yang dia lipat dan setiap barang yang dia ambil terasa seperti membebaskan dirinya dari belenggu yang telah lama mengikatnya.Setelah selesai membereskan barang-barangnya yang jumlahnya sangat terbatas, Alisha segera keluar dari kamar— lalu menghampiri Faisal, Nur, Farida dan Farhan yang masih di ruang tengah. Meskipun malam sudah larut, baik Faisal, Farida, maupun Nur tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menghentikan Alisha. Mereka terdiam, seolah tak peduli.Ketika Alisha pamit, suasana ruangan terasa semakin hening. Tak ada kata-kata atau pun tanda-tanda penyesalan, hanya keheningan yang terasa
Read more

Bab 23. Keadaan Dion

Mobil yang dikendarai Cantika melaju dengan tenang di tengah ramainya jalanan Jakarta. Sementara itu, di sebelahnya, Lian sibuk menjaga Cio yang tak henti-hentinya ingin berdiri di pangkuannya. Bayi yang hampir genap 12 bulan itu terlihat sangat aktif, terutama karena kedua kakaknya yang duduk di belakang terus menggodanya, mengajak bermain cilukba. “Kak Nala, sama Kak Theo, udahan godain adek ya. Ayah capek banget ini,” ujar Lian dengan lembut, mencoba menegur anak-anaknya. Theo, si sulung yang kini berusia lima tahun, langsung mengangguk mengerti. Nala pun ikut manggut-manggut setuju. “Ayah capek gara-gara semalem nungguin Om Dion ya?” tanya Nala, anak tengah yang berusia tiga tahun, sambil menatap Ayah mereka dengan tatapan penasaran. “Kalo buat Om Dion, ayah kalian mana ada capeknya? Ini buktinya mau balik ke rumah sakit buat jagain om Dion lagi,” sahut Cantika agak menyindir suaminya yang sepertinya agak memaksakan diri ingin terus menjaga sahabatnya. “Kan Dion sendirian di ru
Read more

Bab 24. Makanan Untuk Alisha

Farhan tampak memasak di dapur. Suara pisau yang beradu dengan talenan menarik perhatian Nur yang melintas di sekitar area itu. Nur berjalan mendekati Farhan, kaget melihat putranya yang sedang sibuk memotong banyak sekali sayur. “Kamu ngapain?” tanyanya.“Masak, Bu,” jawab Farhan singkat, tanpa mengalihkan perhatiannya pada Nur. Wajahnya terlihat serius, fokus pada kegiatannya.Nur kemudian terdiam, menatap wajah anak tengahnya dengan seksama. Kulit muka Farhan yang putih menyisakan jejak kemerahan bekas tamparan semalam, membuat Nur merasa bersalah.“Farhan, ibu minta maaf, ya,” kata Nur penuh penyesalan.Farhan berhenti memotong wortel, lalu menoleh pada Ibunya. Matanya menyiratkan kekecewaan, tapi Farhan tahu jika menghormati ibunya ada sesuatu yang mutlak, “Kenapa ibu minta maaf?” tanyanya dengan lembut.“Ibu semalam nampar kamu, masih sakit?” tanya Nur sambil membelai pipi Farhan yang sebelumnya dia tampar.Farhan menggeleng, “Ini gak sakit.”“Beneran?”Farhan mengangguk, “Bener
Read more

Bab 25. Pekerjaan

Farhan meletakkan rantang makanan di depan pintu kos Alisha, kemudian langsung melangkah hendak pergi. Namun sebelum langkah Farhan jauh, terdengar suara pintu dibuka. Alisha muncul dari balik pintu dan kaget melihat rantang di depan pintu kosnya. Alisha menoleh, melihat punggung seseorang yang dikenalnya sedang melangkah menjauh, “Farhan,” panggilnya.Farhan balik badan, lalu tersenyum saat melihat Alisha. “Mbak.”“Kamu yang bawa ini?” tanya Alisha sambil mengangkat rantang yang sebelumnya diletakkan Farhan.Farhan mengangguk santai, “Aku bawain buat makan hari ini. Kayaknya cukup sampe nanti malam.”Alisha melangkah mendekat lalu mengembalikan rantang itu pada Farhan, “Makasih, Farhan, tapi kamu gak perlu ngelakuin ini.”Farhan terdiam, enggan menerima kembali rantang itu. Dan wajahnya pun berubah kesal, “Mbak, menolak pemberian orang itu gak baik, apalagi aku udah susah payah masak, sampe nganterin ke sini.”“Farhan, aku hargain kebaikan kamu. Tapi aku gak bisa nerima ini.” Alisha
Read more

Bab 26. Wawancara

Cantika duduk di balik meja kerjanya sembari bertelepon dengan salah satu klien-nya.“Iya, Bu Widya. Kami pasti mewujudkan gaun pengantin impian Anda,” ucap Cantika penuh keyakinan, sedangkan tangan kanannya tampak gesit mencatat note penting di buku agendanya.“Oke, Bu Widya tenang saja, pasti saya pastikan detail-detail terakhirnya akan sempurna. Setelah ini saya akan kirim gambaran desain yang sudah diperbaharui. Terima kasih sudah percaya pada butik kami.”Saat Cantika baru saja menutup sambungan telepon, terdengar suara ketukan pintu.“Masuk,” sahut Cantika.Tak lama kemudian, Farhan membuka pintu ruangan Cantika.“Kenapa, Han?” tanya Cantika, menoleh dari meja kerjanya.Farhan mendekat ke meja Cantika dengan tatapan agak ragu. “Kak, aku udah ada kandidat calon pengganti Rini. Jam 10 nanti orangnya dateng, tolong kamu aja yang wawancara sama ngetes dia ya.”Cantika mengernyit heran, “Kenapa gak sekalian kamu aja?”Farhan tersenyum kikuk, merasa agak tidak enak hati. “Itu... Kan
Read more

Bab 27. Bersama Wanita Lain

Alisha kaget melihat Lian dan Farhan memasuki butik. Farhan tersenyum hangat saat menghampirinya. “Halo, Mbak,” sapanya lembut.Lian juga ikut tersenyum, bayi di gendongannya pun melambai-lambai saat melihat Cantika, seolah merindukan sumber kehidupannya. “Nenen, nenen,” celoteh bayi itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Cantika.Cantika tertawa riang dan segera meraih tubuh bayi dari gendongan Lian. “Maaf ya, Alisha, aku cuma bisa nganter sampe sini. Anak aku kelaparan, dia ingin nenen,” jelas Cantika.Alisha mengangguk memahami. Matanya memperhatikan Cantika yang membawa bayi itu masuk ke dalam, sementara Alisha kembali menatap Lian dan Farhan. “Saya nggak nyangka ternyata Mas Lian suaminya Mbak Cantika. Kebetulan banget,” ucapnya.Lian tersenyum ramah. “Aku lebih kelihatan kayak baby sitter ya?” godanya.Alisha tertawa kecil. “Gak gitu, Mas.”Farhan ikut berbicara, memuji Lian. “Lo lebih mirip model, Kak. Kalo si kecil gak nempelin lo mulu, pasti bakal banyak yang ngejar-ngejar
Read more

Bab 28. Calon Pengganti Alisha

Senja mulai turun ketika motor Farhan tiba di halaman rumahnya. Dia segera turun dari motor, lalu melangkah menuju rumah sambil sibuk dengan ponselnya, membalas beberapa pesan dari Cantika yang masih membahas beberapa urusan pekerjaan.Saat langkahnya tiba di ruang tamu, sejenak dia terhenti, tersadar dengan adanya Faisal dan Rahma yang duduk berduaan di ruang tamu. Mata Farhan langsung menyipit, terlihat tidak senang melihat Rahma di sana.Dia menghela napas panjang, ragu apakah harus menegur Faisal atau tidak. Tak ingin ribut dengan kakaknya, Farhan memutuskan untuk mengabaikan apa yang dia lihat, kemudian melengos dan berjalan menuju kamarnya tanpa mengatakan apa pun. Melihat sikap Farhan yang acuh tak acuh membuat Faisal kesal. “Baru pulang bukannya salam, malah ngeloyor gitu aja. Kamu udah nggak mau ngehormatin kakak kamu?” sindir Faisal.“Assalamualaikum,” salam Farhan meski terkesan terpaksa. Itu pun tanpa menoleh ke a
Read more

Bab 29. Menyimpan Hati untuk Alisha

Lian melangkah di lorong rumah sakit sambil mendorong stroller. Di dalam stroller, Cio tampak riang mengoceh, mengiringi setiap langkah ayahnya. “Udah hampir jam delapan, kamu kenapa masih semangat banget? Biasanya udah ngantuk?” gumam Lian, heran melihat Cio masih segar padahal hampir masuk jam tidurnya.Seolah memahami kata-kata ayahnya, Cio terus mengoceh dengan riang, seakan-akan mengajak Lian untuk berbagi kegembiraan. Lian pun terus menyahuti setiap suara yang keluar dari bibir kecil putra bungsunya.Saat mereka tiba di depan ruangan Dion, kebetulan Wina dan Damar baru keluar dari ruangan tersebut. Mereka tampak terkejut melihat kedatangan Lian.“Lian, kamu kok balik lagi?” tanya Damar heran.“Iya, om. Sebenernya saya lagi nemenin Cantika belanja kebutuhan anak-anak, di supermarket sebelah. Bosen saya nunggu lama, makanya mending ke sini dulu nengokin Dion sebentar,” jelas Lian. “Dionnya be
Read more

Bab 30. Tugas Pertama

Suasana pagi yang cerah menyambut kedatangan Alisha di butik Cantika— tempat kerja barunya sebagai penjahit akan dimulai. Ketika pintu butik terbuka, Alisha disambut oleh Maya, salah satu karyawan Cantika.“Halo, Mbak Alisha, penjahit baru ya? Kenalin aku Maya, asistennya Kak Cantika,” sapa Maya dengan ramah sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Alisha tersenyum, menyambut uluran tangan Maya. “Salam kenal, Mbak Maya.”“Udah siap kerja hari ini mbak Alisha?” tanya Maya basa-basi.“Siap dong,” jawab Alisha mantap.“Kalo gitu, yuk aku anter ke ruanga mbak.” Maya mengajak Alisha berjalan melintasi lorong butik yang dihiasi dengan bunga segar dan sentuhan seni di dinding. Mereka menuju ke ruang kerja Alisha, melewati rak-rak penuh dengan kain-kain berwarna-warni dan manik-manik berkilauan yang menggantung di sekitar mereka.Setelah melewati lorong, mereka tiba di ruang kerja Alis
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status