Semua Bab Dibuang Suami, Dinikahi Adik Ipar: Bab 11 - Bab 20

93 Bab

Bab 11. Rumor

Alisha merasa kelelahan ketika ia dan Farhan akhirnya tiba di parkiran klinik bidan Rose. Alisha turun dari motor dan mengusap keringat yang bercucuran di wajahnya. Farhan yang baru melepas helm melihat itu, tampak khawatir melihat Alisha yang terlihat pucat. “Mbak gapapa? Mukanya pucat banget gitu?”Alisha menggeleng dan berusaha terlihat baik-baik saja, “Mbak gapapa, kok. Kayaknya cuma kecapean aja.”“Capeknya orang hamil itu nggak bisa diremehin, Mbak. Nanti pasti dimarahin sama bu Bidan, kalo tau selama ini kegiatan mbak Alisha banyak banget,” cerocos Farhan yang hanya ditanggapi dengan senyuman oleh Alisha.“Mbak masuk dulu sana, aku nunggu di sini,” kata Farhan sambil duduk di kursi yang ada di pinggiran parkiran. Alisha mengangguk dan berniat masuk ke klinik.Alisha belum sempat meninggalkan area parkir, karena saat itu dia lebih dulu berpapasan dengan Surti— tetangga mereka yang sedang hamil be
Baca selengkapnya

Bab 12. Wanita Lain

“Aku ada urusan!” balas Faisal sekenanya.“Iya, aku tadi kan tanya urusan apa yang lebih penting dari nganterin istri kamu ke bidan buat periksa kandungan?!” sindir Farhan, lalu dia menoleh pada Nur. “Ibu tahu, minggu kemarin Mas Faisal ngapain?”Nur hanya diam, mengingat saat itu Faisal memang berada di rumah tanpa kesibukan apapun.“Minggu kemarin aku sempet liat Mas sebelum aku pergi ke minimarket, kayaknya Mas gak ngapa-ngapain kan? Makanya aku heran, pas balik dari minimarket malah jetemu mbak Alisha duduk sendirian nunggu angkot. Kenapa mbak mbak Alisha dibiarin pergi sendiri? Panas-panasan lagi,” lanjut Farhan, merasa semakin kesal. “Terus sekarang aku yang salah, karena nganter mbak Alisha?”“Terus kamu mau nyalahin siapa kalau sekarang kamu digosipin orang sekampung? Mau nyalahin aku, iya?!” bentak Faisal.“Aku nggak nyalahin kamu, Mas! Aku cuma minta pengertian
Baca selengkapnya

Bab 13. Perbedaan Sikap

Alisha merasa tak tahan jika hanya memerhatikan keakraban antara Faisal dan perempuan lain. Alisha akhirnya memutuskan untuk keluar kamar, kemudian melangkah menuju ruang tamu di mana Faisal masih asyik berbincang dengan seorang wanita cantik berlesung pipi itu. Wajah Faisal berseri-seri, dipenuhi senyuman yang membuat Alisha semakin merasa cemburu.“Ada tamu? Siapa, Mas?” tanya Alisha begitu tiba di ruang tamu.Faisal dengan tenang memperkenalkan, “Ini Bu Rahma. Salah satu guru di sekolah tempatku mengajar, guru Bahasa Indonesia.”Rahma dengan sopan berdiri dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Alisha. “Rahma,” wanita itu memperkenalkan diri.Alisha pun menyambut uluran tangan itu dengan canggung, mencoba menyembunyikan perasaan cemburunya. “Alisha.”Setelah Rahma kembali duduk, Alisha tetap diam. Faisal menatap Alisha dengan sedikit keheranan, “Ngapain bengong? Bikinin minum sana,&
Baca selengkapnya

Bab 14. Dibanding-bandingkan

Alisha semakin merasa terpinggirkan sejak Nur mengenal Rahma. Alisha tak tahu bagaimana awal mulanya hingga Nur jadi sangat dekat dengan teman perempuan suaminya itu. Dalam bulan ini, Rahma beberapa kali datang berkunjung atas permintaan Nur— wanita itu membawakan bermacam-macam kue kering atau pun masakan yang dia olah sendiri. Membuat Nur semakin menyukai wanita itu. Farida pun mulai merasa nyaman dengan kehadiran Rahma, bahkan hingga pergi jalan-jalan bersama. Alisha merasa dadanya terasa sesak, seakan terpenjara dalam kecemburuan yang tak terungkapkan.Suatu malam, saat mereka duduk bersama di meja makan, Nur memuji Rahma dengan penuh kagum. “Rahma itu baik banget ya, Ibu jadi nggak enak sama dia— tiap datang ke sini pasti ada aja yang dia bawa,” ujar Nur.Alisha mencoba menahan gejolak emosinya, namun dalam diam, hatinya berteriak karena rasa kecewanya.“Iya, Bu. Mbak Rahma emang baik banget. Kemarin aja nih, pas aku bikin stor
Baca selengkapnya

Bab 15. Butik Cantika Maharani

Farhan tiba di depan sebuah butik mode yang megah, dengan bangunan yang tinggi dan modern— terlihat menonjol di antara bangunan sekitarnya. Cahaya matahari menyinari kaca-kaca besar yang menghiasi fasad butik, menciptakan kilauan yang mengundang pelanggan untuk datang. Logo butik bertuliskan ‘Cantika Maharani’ yang elegan terpampang dengan jelas di pintu masuk, menunjukkan keanggunan merek tersebut. Setelah memarkir motornya di tempat yang disediakan, Farhan mengamati sekitar dengan kagum, terpesona oleh keriuhan aktivitas yang terjadi di sekitar butik. Para pelanggan keluar masuk dari butik dengan tangan penuh tas belanja, sementara beberapa pengunjung lainnya berhenti sejenak untuk memeriksa pajangan terbaru di jendela butik. Farhan melangkah masuk ke dalam, disambut oleh suara lembut musik latar yang mengalun dari dalam. Interior butik didominasi oleh rak-rak berisi pakaian dan aksesori desainer yang ditempatkan dengan indah, menarik mata setiap pengunjung yang masuk. “Selamat da
Baca selengkapnya

Bab 16. Kecelakaan

Alisha berjalan cepat keluar dari pasar, memegang erat sekantong belanjaan yang baru saja dia dapatkan. Langkahnya tergesa-gesa, menyadari bahwa matahari sudah semakin tinggi. Sebelumnya, Alisha terlambat bangun hingga membuat Nur marah— terlebih saat wanita baya itu tahu jika persediaan bahan makanan di kulkas sudah habis. Dengan perasaan gelisah, Alisha bergegas pergi ke pasar untuk membeli persediaan makanan yang baru. Dia tidak ingin membuat Nur marah lagi, meski sepertinya belakangan ini wanita baya itu memang selalu kesal pada Alisha, bahkan ketika dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Alisha mempercepat langkahnya. Rumah seharusnya tidak terlalu jauh dari pasar. Namun, perjalanan pulang kali ini agak terganggu oleh keributan di tepi jalan. Orang-orang berkerumun di sekitar sedan hitam yang tampaknya baru saja mengalami kecelakaan. Alisha merasa iba melihat kondisi mobil yang sudah ringsek itu, terdampar di dekat pembatas jalan setelah tabrakan. "Innalillahi," gumam Alisha, me
Baca selengkapnya

Bab 17. Mulai Bekerja di Butik

Farhan sudah mulai sibuk bekerja di butik, duduk di meja kerjanya di sudut ruangan. Dia merasa lega karena permintaannya untuk bekerja secara offline langsung disetujui oleh Cantika. Bahkan Cantika dengan sigap menyiapkan segala kebutuhan Farhan, seperti meja kerja lengkap dengan perangkat komputer dan lainnya.Saat ini, Farhan sibuk dengan berkas desain tersebar di depannya. Dengan menggigit ujung pensilnya, dia memikirkan cara terbaik untuk merealisasikan ide-idenya dalam koleksi terbaru. Di sebelahnya ada Rani, salah seorang penjahit yang bekerja untuk butik Cantika, duduk dengan jarum dan benang di tangannya, siap untuk mendengarkan instruksi dari Farhan.“Rani, menurutmu gimana? Potongan kerah ini bagus gak?” tanya Farhan sambil menunjukkan sketsa desain yang baru saja dia buat.Rani mengamati sketsa itu, mengangguk pelan. “Aku suka ide kerah yang lebih lebar seperti itu. Bakal kasih sentuhan yang lebih modern pada pakaian.”“Aku juga mikir gitu,” kata Farhan, meletakkan pensilny
Baca selengkapnya

Bab 18. Lorong Rumah Sakit

Alisha duduk di kursi koridor rumah sakit dengan wajah gelisah, matanya terus mengawasi pintu masuk ruang gawat darurat. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang kondisi Dion, terutama setelah melihat pemuda itu muntah darah tadi. Hatinya berharap agar Dion bisa selamat dari kecelakaan tersebut.Tak lama kemudian, pintu IGD terbuka dan dokter serta perawat keluar dari sana. Alisha segera bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati mereka dengan langkah cepat.“Dok, gimana keadaan Mas Dion?” tanya Alisha dengan suara agak gemetar.“Pasien mengalami cidera kepala dan pendarahan internal pada lambung yang cukup serius. Setelah ini pasien akan kami pindahkan ke Unit Perawatan Intensif untuk kami lakukan perawatan medis intensif dan monitoring ketat,” jawab dokter paruh baya dengan suara yang tenang.“Tolong lakukan yang terbaik, Dok,” ucap Alisha.“Pasti kami akan lakukan yang terbaik demi menyelamatkan pasien. Kami permisi dulu,” kata dokter tersebut sebelum dia dan perawatnya meningga
Baca selengkapnya

Bab 19. Talak Satu

Nur melongok dari jendela rumahnya saat melihat Alisha turun dari ojek tanpa membawa apa pun. Nur pun bergegas keluar rumah. “Mana belanjaan kamu?” tanya Nur dengan nada heran.Alisha berjalan mendekati Nur yang berdiri di halaman rumah dengan wajah kesal, “Maaf bu, belanjaan aku tadi hilang di jalan,” jawab Alisha, agak takut-takut membayangkan kemarahan ibu mertuanya.Nur melotot tak habis pikir. “Kok bisa hilang sih, Alisha? Kamu tadi belanja apa tidur di pasar sih? Bisa bisanya hilang? Atau jangan-jangan kamu bohongin ibu? Sebenernya uangnya gak kamu belanjain? Makanya jam segini kamu baru pulang.”“Beneran, Bu, tadi belanjaannya hilang waktu aku nolongin kenalan aku yang kecelakaan di jalan,” jelas Alisha dengan nada memohon pengertian. “Tadi aku juga udah nelpon mas Faisal buat jelasin kejadiannya.”Nur menatap Alisha dengan tatapan tidak percaya. “Alisha, ibu ini ada darah tinggi, kenapa sih, tiap hari kamu selalu aja bikin ibu emosi?”“Aku bener-bener minta maaf, Bu. Aku gak m
Baca selengkapnya

Bab 20. Keputusan Bercerai

Hingga larut malam, Alisha tak bisa tidur. Kata-kata talak yang dilontarkan Faisal seolah terus berputar di kepalanya, menyiksanya tanpa henti. Alisha membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur, merasa perutnya menegang dan agak sakit. Mungkin dia sudah terlalu stres, hingga janinnya pun mulai merespons karena merasa tidak nyaman.Alisha mengelus perutnya dengan lembut, seolah ingin menenangkan janin yang ada di dalam sana. “Kenapa, Sayang? Kamu takut ditinggalin ayah?” Bisiknya dengan lembut. “Kita berdoa saja, semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk kita berdua.”Sementara itu, di ruang tengah, Faisal duduk dengan serius bersama Nur dan Farida, mereka terlibat dalam diskusi yang mendalam.“Sebenernya dari kapan hari aku udah mikir buat pisah sama Alisha, Bu,” ungkap Faisal dengan nada tegang. “Tapi aku juga butuh pendapat ibu, sebagai orangtua, menurut ibu gimana?”Nur terdiam sejenak, seolah tengah merenung. “Di dunia ini gak ada orangtua yang pengen rumah tangga anaknya berantak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status