Beranda / Fantasi / Warisan Artefak Kuno / Bab 221 - Bab 230

Semua Bab Warisan Artefak Kuno: Bab 221 - Bab 230

412 Bab

Gadis Penari Yang Asing.

Kaisar Agung – Su Weizhong sudah duduk dengan anggun di atas singgasananya. Kursi megah itu dihiasi ukiran rumit yang menggambarkan simbol-simbol kenegaraan, dengan naga yang menghunus cakarnya, memancarkan aura kekuasaan yang tak terbantahkan.Bantalan tebal yang menopang tubuh Kaisar tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga menekankan martabat seorang penguasa yang ditakdirkan untuk memerintah.Di sisi sang Kaisar, duduk Permaisuri. Seorang wanita yang meskipun mendekati usia lima puluh tahun, masih memancarkan kecantikan anggunnya. Wajahnya terlihat damai dan tenang, menyiratkan kewibawaan yang tak kalah dari sang Kaisar.Dengan jubah sutra yang menjuntai lembut, ia duduk bersahaja di samping suaminya, menyaksikan jalannya acara dengan mata yang penuh pengamatan.Suasana aula mendadak menjadi tenang ketika protokoler berseru lantang, “Resepsi makan siang, dimulai!”Semua tamu yang hadir bersiap-siap, mendengarkan instruksi selanjutnya dengan penuh hormat. Dengan isyarat singk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-05
Baca selengkapnya

Pertunjukan Sihir.

Tak seorang pun yang menduga, gadis penari anggun dari kelompok seni itu ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. Lebih mengejutkan lagi, kali ini serangan terhadap Kaisar menggunakan cara yang tak lazim—sihir gelap!Di Aula Naga Emas, para hadirin adalah kultivator kelas atas yang terbiasa menghadapi bahaya fisik. Menghadapi serangan langsung dengan pedang atau senjata tersembunyi bukanlah sesuatu yang sulit bagi mereka.Namun, serangan ilusi sihir—naga merah yang menyemburkan api dari rahangnya? Itu di luar keahlian mereka. Siapa di antara mereka yang memiliki kemampuan untuk melawan sihir mematikan seperti itu?Tak ada seorang pun.Ruangan menjadi sunyi.Setiap orang menahan napas, beberapa bahkan menutup mata, tidak sanggup menyaksikan pemandangan mengerikan yang akan terjadi—Kaisar Jin Shuang yang agung, mungkin saja akan tewas terbakar oleh api hitam dari naga sihir itu.Namun, tiba-tiba, di tengah keheningan yang mencekam, sebuah bayangan berkelebat dari sudut aula.Sekejap ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-06
Baca selengkapnya

Deal or No Deal?

Kepergian Rong Guo bersama Pangeran Mahkota menyisakan suasana tegang di Aula Naga Emas. Dari tempatnya berdiri, wajah Guru Negara tampak muram, menunjukkan ekspresi yang penuh dengan ketidakpuasan.Dahinya mengernyit tajam, jelas sekali ia tidak senang melihat bagaimana Rong Guo dengan mudah mengikuti ajakan Pangeran Mahkota tanpa mempertimbangkan kehadirannya.“Guru... apa yang harus kita lakukan? Bagaimana bisa Kakak Pangeran Mahkota berhasil membujuk seseorang dari Jianghu untuk mengikuti perintahnya?” tanya Pangeran Kesembilan, Su Weizhao, dengan nada cemas.Wajahnya tampak pucat, dan matanya berkaca-kaca, hampir seperti anak kecil yang ketakutan."Jika Imam Guo benar-benar bersekutu dengan Kakak Pangeran Mahkota, posisi kita bisa semakin terancam! Apa yang akan terjadi jika dia mendukung Kakakku dalam perebutan takhta?"Kecemasan itu semakin terlihat jelas di raut wajah Su Weizhao. Ia tahu bahwa kehadiran seorang tokoh sehebat Rong Guo di sisi Pangeran Mahkota bisa mengubah peta
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-06
Baca selengkapnya

Sepakat.

Akhirnya, setelah merenung cukup lama, Rong Guo mengambil napas dalam dan memantapkan keputusannya."Baiklah, Pangeran Mahkota," ujar Rong Guo seraya menatap lurus ke depan, memancarkan ketenangan seorang ahli."Aku akan tinggal di kediaman Anda, namun dengan satu syarat: aku ingin tak ada gangguan selama aku menutup diri di paviliun yang Anda sediakan. Cukup kirimkan dua pelayan untuk membersihkan paviliun dan memasak untukku, tak lebih."Mendengar keputusan ini, wajah Pangeran Mahkota seketika berubah cerah, hampir seperti bulan yang muncul di balik awan malam.Dia tak menyangka bahwa jenius nomor satu yang baru dikenal seluruh kekaisaran akan begitu mudah setuju untuk tinggal di kediamannya. Kegembiraan membuncah di hatinya, namun ia berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan terlalu banyak antusiasme.Pada zaman itu, kediaman para bangsawan—terlebih lagi keluarga kerajaan—adalah sebuah kompleks luas yang lebih menyerupai manor, dengan banyak paviliun.Setiap paviliun memiliki f
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-07
Baca selengkapnya

Airmata Giok Fenghuang.

Semenjak menetap di Paviliun Jubah Merah, kehadiran Rong Guo di Kota Xuefeng Du semakin jarang terlihat. Keheningannya menyelubungi namanya, dan seiring berjalannya waktu, orang-orang di ibukota mulai melupakan siapa dirinya—Imam Naga yang pernah menjadi topik hangat.Kehidupan terus berjalan, dan banyak kejadian baru yang mengejutkan ibukota serta dunia persilatan, menggeser popularitas dan ingatan akan sosoknya.Pada Purnama pertama di musim gugur, Kota Xuefeng Du memancarkan keindahan yang memikat. Suasana terasa romantis, hampir magis, ketika lampu-lampu minyak dan lampion-lampion berwarna cerah menghiasi setiap sudut jalanan ibukota.Lebih-lebih di area pusat kota, dekat dengan Pasar Barat, keramaian semakin menambah kesan megah.Danau yang melingkari pasar tampak seperti cermin, memantulkan sinar purnama dan cahaya lampion-lampion yang berkelap-kelip.Pantulan-pantulan tersebut menciptakan bayangan berkilauan yang mengesankan, membuat siapa pun yang menyaksikan merasa seolah ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-07
Baca selengkapnya

Kehebohan Di Ibukota.

Pagi itu, di sebuah kedai makan kecil yang terletak di pinggiran Pasar Kota Xuefeng Du, suasana begitu hidup.Asap tipis dari makanan yang dipanggang di atas bara menari-nari di udara, bercampur dengan aroma rempah yang menguar dari panci besar di belakang dapur.Pelanggan yang datang dan pergi tampak sibuk menikmati sarapan mereka, namun ada satu topik yang mendominasi pembicaraan di setiap sudut meja: kematian Saudagar Bai Mingyun dan dua pengawalnya."Jadi... Airmata Giok Fenghuang itu benar-benar ada? Itu bukan cuma legenda yang dibuat-buat? Tapi apa hubungannya dengan kematian Saudagar Bai Mingyun?" tanya seorang tamu dengan nada setengah percaya, wajahnya sedikit pucat saat membahas topik yang menakutkan itu.Seorang pria tua di sudut ruangan menoleh, dengan wajah penuh rahasia ia menjawab,"Jelas ada hubungannya. Konon, saudagar itu datang ke utara bukan untuk berdagang, melainkan untuk menjual sebuah informasi—tentang keberadaan ramuan kuno yang selama ini hanya dianggap donge
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-08
Baca selengkapnya

Memulai Perjalanan.

"Pangeran Mahkota, apakah ada petunjuk yang bisa dibagikan? Tolong ceritakan kepada imam sederhana ini," ujar Rong Guo dengan nada tenang.Ia menuangkan teh bunga krisan kering ke dalam cawan, aroma khas dari bunga itu memenuhi udara di sekitar gazebo Pavilliun Jubah Merah. Mereka duduk dalam keheningan sesaat, menikmati suasana tenang di sekitar paviliun.Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa nampan berisi kue kacang kastanye dan kue osmanthus yang harum. Hidangan kecil itu diletakkan dengan hati-hati di meja, menambah kehangatan dalam pertemuan mereka.Sambil menyesap teh bunga krisan yang harum, Pangeran Mahkota akhirnya membuka suara, namun ada keraguan dalam suaranya."Guru Tao Guo, apakah Anda pernah mendengar tentang Airmata Giok Fenghuang?" tanyanya, meski tatapannya kosong, seperti terselimuti keputusasaan.Rong Guo mengangkat alis, merasa heran dengan cara sang pangeran menyampaikan berita itu."Pangeran Mahkota, sebaiknya jangan berteka-teki. Berterus teranglah.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-09
Baca selengkapnya

Aksi Tapak Vajra.

Mula-mula, hujan turun perlahan, hanya berupa rintik-rintik yang membasahi jalan. Namun, semakin lama, hujan itu berubah menjadi deras, menumpahkan butir-butir air yang menghantam tanah dengan suara riuh.Kilat sesekali menyambar di langit, diiringi gemuruh guntur yang memekakkan telinga. Jarak pandang semakin terbatas, membuat kusir kereta harus menyipitkan matanya, berusaha melihat ke depan di tengah kegelapan yang pekat dan derasnya hujan.“Guru Tao, apakah kita harus melanjutkan perjalanan?” seru kusir dari balik tirai pembatas antara kursi kusir dengan gerbong kereta. Suaranya sedikit terguncang oleh cuaca buruk.“Cuaca sangat buruk. Lagi pula, kereta tak bisa melaju cepat. Jalanan kini becek dan penuh genangan air. Takutnya, ada sesuatu di depan sana yang bisa menyebabkan kereta tergelincir atau bahkan celaka.”Meski suaranya keras, terdengar jelas kekhawatiran di balik setiap kata. Namun, meskipun berbicara demikian, kusir kereta itu tidak menghentikan laju kuda.Kereta terus b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-09
Baca selengkapnya

Dermaga Hujan.

Rong Guo tiba di Dermaga Hujan, sebuah tempat sunyi di tepi laut yang diapit oleh perkampungan nelayan sederhana.Udara di sana lembap, dengan aroma asin laut yang terbawa angin malam.Meskipun langit masih gelap, tanda-tanda pagi mulai tampak di ufuk Timur. Sejauh mata memandang, hamparan laut menyatu dengan cakrawala, menciptakan ilusi tak berujung yang menenangkan namun sekaligus misterius.Kerumunan pedagang yang bersiap melakukan perjalanan ke wilayah Barat Benua Longhai mulai sibuk dengan aktivitas mereka. Mereka berbincang, saling menawar harga, dan sesekali menunjuk ke kejauhan.“Lihatlah, setitik cahaya itu!” seru seorang pedagang, suaranya penuh antusias.“Apakah itu Kapal Naga Biru? Dari jauh saja sudah tampak megah, dikelilingi oleh kerlap-kerlip cahaya lampu yang begitu mempesona!” sahut pedagang lainnya, matanya berbinar-binar melihat ke arah cahaya di lautan.“Memang benar, ia terlihat seperti naga besar yang melintasi lautan dengan penuh keagungan!” ucap seorang pria b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-10
Baca selengkapnya

Kapal Perang Dewa Petir.

Mendengar ucapan pemuda asing itu, kerumunan yang tadinya tenang, asyik menikmati teh dan bercengkerama, seketika bereaksi. Semua orang bangkit dari kursi mereka, bergegas menuju pinggiran kapal bagian utara. Di sana, mereka menyaksikan pemandangan yang mengundang decak kagum—kapal dari Negeri Taiyang yang sebelumnya hanya berupa titik di cakrawala, kini bergerak dengan kecepatan yang luar biasa.Taiyang, sebuah negeri yang terdiri dari kepulauan, bukan bagian dari Benua Longhai, memiliki reputasi sebagai ahli kelautan. Teknologi perkapalan mereka sudah lama diakui sebagai yang terbaik.“Kecepatan kapal itu luar biasa! Barusan saja disebutkan, masih tampak seperti titik kecil, kini sudah sebesar biji semangka!” seru salah satu penumpang dengan nada kagum.“Ya, konon, karena negeri mereka dikelilingi lautan, mereka telah mengembangkan teknologi kelautan yang sangat maju, termasuk dalam hal perkapalan,” tambah penumpang lainnya, mengangguk-angguk setuju.Rong Guo, yang ikut dalam kerum
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2122232425
...
42
DMCA.com Protection Status