Beranda / Pernikahan / Istri Ketiga / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Istri Ketiga: Bab 21 - Bab 30

86 Bab

21. Menerimamu

***Setelah ia menyelesaikan pekerjaannya dan memerintahkan Rangga untuk mewakilinya rapat dengan para klien. Selama ini, ia memang selalu menyuruh sang asisten untuk mewakilkan karena ia masih benci dengan dunia luar yang selama belasan tahun ini menjadi momok yang menakutkan baginya.Di dalam kamar pribadinya yang sunyi, ia beranjak dari kursunya dan Ludwig berdiri di depan cermin besar, memandang wajahnya yang terpantul di permukaan kaca. Sebagian wajahnya terkena luka bakar yang meninggalkan bekas yang tak terlupakan. Tatapan matanya menerawang jauh, merenung tentang keputusannya untuk membiarkan wajahnya seperti itu."Hatimu memang sangat cantik, Kinan," gumam Ludwig, suaranya dipenuhi dengan keraguan dan keheranan. Bagaimana mungkin Kinan, dengan tatapan hangatnya dan senyum yang menyiratkan kehangatan yang tulus, mampu menenangkan ke dalam hatinya yang penuh dengan luka dan ketakutan? Kinan bahkan tak takut atau meninggalkannya saat melihat wajahnya yang seperti ini.Pikiran L
Baca selengkapnya

22. Sepasang Hilang yang Saling Menemukan

***Langit pagi mulai terang, menandakan awal dari sebuah hari yang baru. Setelah menunaikan sholat subuh bersama, Kinan dan Ludwig duduk bersila di halaman rumah, memandangi langit yang mulai bersinar.Kinan memperhatikan hamparan kebun kosong di depan mereka. Dengan hati-hati, dia menoleh ke arah Ludwig. "Ludwig, aku ingin mengatakan sesuatu.”Ludwig mengangguk, “Katakan saja.”“Apakah kamu membebaskanku untuk membuat kebun kosong ini menjadi taman bunga? Aku ingin rumah ini semakin hangat jika kita memiliki taman bunga yang indah, apakah kamu setuju dan mengizinkannya?" tanya Kinan dengan pelan.Ludwig terdiam sejenak, matanya berpaling ke arah Kinan. Apakah Kinan benar-benar akan merawat kebun itu dan tidak membuat bunga-bunga itu layu? Pertanyaan-pertanyaan itu bergelut di benaknya, seolah mencari kepastian dari niat Kinan.Kinan melihat ekspresi ragu di wajah Ludwig, dan dengan mantap ia menjawab, "Aku sangat me
Baca selengkapnya

23. Yang Pertama

***Di dalam keremangan kafe, suasana tenang terhampar di antara Kinan dan Patricia. Ketika Patricia memulai ceritanya tentang Anne, Kinan mendengarkan dengan penuh perhatian.“Kamu benar-benar ingin mendengarnya?” tanya Patricia sekali lagi memastikan.Kinan menganguk, “Ceritakan apapun yang kamu mau sampaikan, aku dengan senang hati akan mendengarkannya.”"Kinan, aku bercerita masalah ini bukan bermaksud apa-apa," ujar Patricia dengan lembut, "Aku hanya ingin agar kamu nanti tidak salah paham jika Anne kembali datang ke kehidupan Ludwig. Percayalah, aku hanya menyetujui kamu sebagai istri kakakku, aku merasa kamu adalah matahari untuk Ludwig dan hanya kamu yang mampu mengubah dunianya yang gelap selama belasan tahun."Kinan menatap Patricia dengan penuh simpati, "Aku mengerti, Patricia."Patricia melanjutkan ceritanya, "Anne, dia adalah kekasih pertama Ludwig. Mereka berkencan sejak usia 17 tahun saat keduanya masih bersekolah di tempat yang sama dan saat musibah kebakaran itu, Anne
Baca selengkapnya

24. Memikirkan Masalah Kencan

***Ludwig duduk sendiri di ruang pribadinya, dikelilingi oleh keheningan yang hanya terganggu oleh desiran pikiran yang menghantui. Kata-kata "kencan" dari Kinan terus mengganggunya, menciptakan kecemasan yang sulit dihindari. Dia memikirkan senyum wanita itu, senyum yang memancarkan harapan dan keinginan untuk merasakan momen-momen romantis bersamanya. Ia tahu kalau Kinan berharap banyak padanya.Namun, dalam kebingungannya, Ludwig merasa terjebak. Ide untuk pergi keluar dan berkencan terasa begitu menakutkan baginya. Keramaian, cahaya lampu, dan keintiman yang mungkin diharapkan Kinan membuatnya merasa tidak nyaman. Tapi di balik itu, ia tidak ingin mengecewakan Kinan. Gadis itu telah membawakan sinar baru dalam hidupnya, membuatnya melihat dunia dengan cara yang berbeda.Sekalipun Kinan berusaha menyembunyikan kekecewaan di wajahnya, Ludwig dapat melihatnya, senyum Kinan yang dipaksakan itu adalah gambaran hatinya yang kecewa. Hatinya terasa berat saat dia m
Baca selengkapnya

25. Mampu Menunda Matahari Terbit

***Fachry menatap Kinan dengan serius, matanya mencari-cari jawaban atas pertanyaannya yang tergantung di udara. "Apakah kamu akan menerima lamaranku jika aku mengatakannya langsung dulu?" tanyanya, suaranya penuh dengan harapan.Kinan hanya tersenyum hambar. Dia tahu jawabannya, tapi dia tidak ingin menyakiti perasaan Fachry lebih jauh. "Janganlah berandai-andai tentang apa yang sudah terjadi, Pak Fachry," ucapnya lembut, mencoba menenangkan Fachry. "Dan janganlah menyalahkan takdir. Allah-lah yang tahu takdir terbaik untuk umat-Nya. Rencana dari Allah pasti yang terbaik untuk kita, jadi jangan menyalahkan atau menyesalinya terlalu berlebihan."Dengan lembut, Kinan berdiri dari kursinya. "Saya pamit dulu, Pak Fachry. Tidak enak jika kita bicara berdua seperti ini karena Pak Fachry tahu kita bukan mahram dan nanti akan jadi fitnah, saya juga sudah bersuami, jadi saya ingin menjaga kehormatan saya sebagai seorang istri," katanya dengan sopan. "Saya pamit dan say
Baca selengkapnya

26. Pelukanmu Menyembuhkan

***Kinan dan Ludwig menghabiskan waktu bersama di ruang bawah tanah yang merupakan tempat persembunyian Ludwig. Kinan terkejut menemukan bahwa Ludwig memiliki minat pada karya sastra klasik dan banyak buku tentang arsitektur. Tatapan Kinan penuh kekaguman saat ia melihat koleksi buku-buku tersebut. Baginya, Ludwig seperti manusia yang nyaris sempurna, memiliki kecerdasan dan ketertarikan yang luas."Ludwig, ini semua buku tentang arsitektur?" tanya Kinan dengan antusias. Matanya berbinar melihat sejumlah besar buku yang teratur di rak-rak. Ia baru paham saat Bu Inah mengatakan kalau Ludwig yang akan mendesign sendiri mushola di rumah ini.Ludwig mengangguk, "Ya, aku selalu tertarik dengan arsitektur. Aku suka mempelajari desain bangunan dan bagaimana mereka diciptakan."Kinan tersenyum, dia semakin terpesona dengan kedalaman minat Ludwig. "Aku tidak tahu kamu begitu menyukai arsitektur. Ini luar biasa," ucapnya dengan penuh kagum.Ludwig tersenyum melihat reaksi Kinan. Dia jarang mel
Baca selengkapnya

27. Bolehkah Aku Cemburu?

***Setelah menunaikan sholat subuh, Ludwig tanpa banyak bicara dengan langkah berat memasuki ruang kerja pribadinya. Mimpi buruk tentang masa lalu telah meninggalkan bekas yang dalam pada pikirannya, menyebabkan muram menggelayuti dirinya. Ludwig tidak banyak mengatakan apapun, bahkan dengan Kinan. Pandangannya terfokus pada berkas-berkas di mejanya, tetapi pikirannya melayang ke tempat yang jauh. Ia hanya ingin tenggelam dalam pekerjaannya sepagi ini untuk menghilangkan kegelisahan di hatinya.Kinan merasa kebingungan melihat sikap Ludwig yang seperti itu. Ada suatu kekosongan yang terasa di antara mereka, dan Kinan tak tahu harus berbuat apa. Apakah Ludwig tidak mau berbagi apa pun dengannya, terutama tentang Anne, istri pertamanya? Kinan merasa ada yang berdesir di dalam hatinya. Apakah itu rasa cemburu? Dia menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran-pikiran negatif. “Dia masih tertinggal di hatimu ternyata,” gumamnya pelan.Kinan tersenyum n
Baca selengkapnya

28. Pria Pilihan

***Ludwig dan Patricia berbicara di ruang keluarga dan Bu Inah menyagikan suguhan manis untuk keduanya. Sedangkan Edrick, pria itu tahu kalau istrinya pasti butuh waktu berdua dengan Ludwig, untuk itu ia menunggu di ruang tamu karena ia tahu bagaimana istrinya selalu mengkhawatirkan kakaknya.Ludwig masih terdiam dan situasinya sangat kikuk di ruangan itu.“Aku bahagia karena Kinan menjadi istrimu, Ludwig,” ucap Patricia memecahkan keheningan.Ludwig hanya menganggukkan kepalanya dan tak mengatakan apapun.Lalu, Patricia tersenyum, “Nanti kalau ada apa-apa, kamu langsung hubungi aku saja. Jika aku terlambat membalas, kamu bisa menghubungi Edrick karena aku kadang kewalahan dengan kehamilan keduaku ini.”Ludwig baru menyadarinya dan ia melihat perut adiknya yang sudah agak membesar.“Kamu makan dengan baik?” tanya Ludwig.Patricia terkejut, dan air matanya turun karena ia memang mudah menangi
Baca selengkapnya

29. Yang Berharga

***Kinan duduk santai di teras belakang rumah mereka, memandangi kebun yang baru saja dirapikannya karena dari kemarin ia ikut membantu tukang kebun untuk mengubah kebun kosong ini dengan berbagai bunga-bunga yang indah. Senyum tipis terukir di wajahnya, merasa puas melihat hasil kerja kerasnya. Udara pagi yang segar membuatnya semakin menikmati momen tersebut.Tiba-tiba, langkah kaki yang dikenalnya dengan baik menyadarkan Kinan dari lamunannya. Ludwig, suaminya, datang menghampiri dengan langkah mantap. Di tangannya, ia membawa sebuah kotak berwarna cokelat yang terlihat kuno."Ludwig," sapa Kinan, matanya memancarkan rasa ingin tahu."Lagi apa, Kinan? Aku mencarimu di kamar, ternyata kamu ada di sini." Ludwig bertanya sambil tersenyum ramah. Ia berdiri di hadapan Kinan, memperhatikan wajah istrinya dengan penuh kasih.Kinan tersenyum menatap Ludwig yang duduk di sisinya. "Setelah subuh, aku merasa bosan di kamar, jadi aku memutuskan duduk di sini menikmati udara pagi,” balasnya.
Baca selengkapnya

30. Kencan Pertama

***Kinan sedang dalam mimpi yang lembut ketika ia mendengar pintu kamar terbuka perlahan. Matanya terbuka dengan perlahan dan terkejut melihat Ludwig berdiri di ambang pintu dengan senyuman lembut di wajahnya."Ludwig, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Kinan, masih terlihat agak mengantuk.Ludwig mendekat dengan langkah ringan. "Waktunya sholat subuh, Kinan. Ayo kita sholat bersama."Meskipun awalnya agak bingung, dan terkejut karena Ludwig yang bangun terlebih dahulu dan berinisiatif mengajak sholat terlebih dahulu, Kinan segera bangun dari tempat tidurnya dan bersiap untuk sholat bersama Ludwig. Setelah selesai, mereka duduk di sajadah dengan wajah tenang.Ludwig tersenyum lembut. "Hari ini adalah hari yang spesial, Kinan.""Hari yang spesial? Mengapa?" tanya Kinan, semakin penasaran.Ludwig meraih tangan Kinan dengan lembut. "Sebentar lagi, ada yang akan mengubah penampilanmu."Kinan mengernyitkan keningnya. "Ada apa, L
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status