Aku menoleh. “Eh? Kenapa, Mas?”“Kamu itu yang kenapa? Kok, senyum-senyum?“Oh, enggak, kok.” Sebisa mungkin aku menutupi rasa gerogi agar tak tertangkap oleh Mas Faisal. “Tadi Mas Isal bilang mau pesen ke tempat Mas Eri biar sekalian dibawain Fikri?”Mas Faisal mengangguk. Isal adalah nama akrab panggilannya."Fikri siapa, Mas?" tanyaku. Takut salah orang."Itu, lho, yang sering makan di warungnya si Kiran. Dia bantu-bantu di toko temen Mas yang biasa Mas order barang. Yang kapan hari ke sini ngobrol rame-rame itu, lho. Bocahe nganggo pit motor Thunder. Wes rodo suwi, sih."Tidak salah lagi, itu Fikri si pembuat onar hati. Huhu. "Eh, tapi ... bukannya dia lagi cari kerja, ya?"“Siapa?”“Ya si Fikri itu, Mas.”Mas Faisal malah mengerutkan kening. "Kata siapa? Emang kamu tahu orangnya yang mana?” Aku mengerjap. "E-itu, tadi ada yang fotokopi beberapa berkas di sini. Iya, pake motor cowok, namanya Fikri. Dia sempet ngobrol sama Kirana juga, lagi mau cari kerja katanya,” jelasku setena
Baca selengkapnya