Semua Bab SUGAR DADDY TERAKHIRKU: Bab 111 - Bab 120

433 Bab

Aku Akan Menginginkan yang Lainnya

[DUA PULUH TAHUN YANG LALU] “Aku ingin punya yang ini.” Mary menunjuk gambar rumah yang ada di buku cerita LIttle Bo Peep* yang dibacakan oleh Ash tadi. Ash yang hari ini ‘dipilih’ Mae untuk menemaninya sampai tertidur, termasuk membacakan cerita. Ash memilih LIttle Bo Peep karena pendek, tapi Mary tidak berhenti menyela dan cerita yang panjangnya tidak lebih dari sepuluh lembar itu menjadi berdurasi dua puluh menit lebih, dan belum memperlihatkan tanda selesai, karena Mary membahas satu demi satu halamannya dengan detail. “Rumah? Yang seperti ini?” Ash nyaris tertawa, karena Mae menunjuk gambar yang jauh dari fokus—gambar utamanya tentu gadis dan domba, sesuai kisah. Sedetail itu perhatiannya. “Ya, rumah ini sesak. Halamannya juga tidak luas. Aku ingin halaman luas, ada ayam dan domba. Yang lain bisa bermain bebas. Berlari!” Mary duduk dan dengan bersemangat menjelaskan rencananya. “Akan ada prosotan dan ayunan. Lalu kebun. Bo Peep tidak punya kebun, tapi aku akan punya!” Mae m
Baca selengkapnya

Aku Tidak Mau Ikut

“Siapa itu?” Anak-anak ribut bertanya bersahutan saat melihat sosok asing menunggu mereka di depan rumah Mama Carol, begitu turun dari van.Pria itu amat tegap—gagah meski sudah sedikit beruban. Amat rapi memakai jas yang licin. Mobil yang ada di belakangnya juga mulus. Jelas kaya. Aroma uang seolah menguar dari tubuhnya. Ash memandang dengan penasaran juga. Membatin apakah kejutan yang dimaksud Mama Carol adalah pria itu. “Kau masuk saja dulu.” Mama Carol menepuk pelan bahu Ash, sambil maju dan tersenyum, menyapa pria tua. “Selamat sore. Perkenalkan, Dean Cooper.” Pria itu memperkenalkan diri dengan suara yang dalam.Ash masih memandangnya, dan sedikit terkejut saat fokus pria itu tiba-tiba beralih padanya. Ash mencoba bergerak, tapi mata itu mengikutinya.“Ayo, masuk!” Mary membuyarkan keanehan itu dengan menarik tangan Ash untuk masuk.Ash mengikuti, tidak lagi melihat keanehan bagaimana pria itu terus memandang punggungnya.***“Dia mau apa?” Ash bertanya lagi karena kurang bis
Baca selengkapnya

Aku Menemukan Tanpa Sengaja

“Super…” Mae bergumam, dan perlahan matanya melebar. Ingatannya tidak amat baik, tapi memang masih ada yang tersisa.“Rick?” Mae menunjuk Ash, menebak pria pirang yang masih diingatnya.“Bukan!” desis Ash, kesal karena ingatan Mae malah tertuju pada pria pirang lain. Tapi memang Rick tinggal di sana lebih lama. Seingat Ash, Rick sudah tinggal di rumah Mama Carol hampir dua tahun saat dirinya datang. Mungkin ia lebih sering bermain Superman bersama Mae daripada Ash. Dan Rick masih tinggal saat Ash pergi bersama ayahnya.Dimengerti, tapi tidak urung Ash jengkel, karena Mae malah masih mengingat pria lain yang bukan dirinya. Ingatan Mae tentang Ash tidak amat kuat—berbeda dari Ash yang amat mengingat Mae. “Tunggu… Lalu apa maksudmu? Kenapa…” Mae meminta sejelas mungkin. Otaknya sedang malas berpikir.“Aku pernah tinggal di rumah penampungan milik Mama Carol. Bersamamu, Mary. Aku mengenalmu semenjak Mary. Kau masih lima saat itu,” kata Ash.Mae tentu saja m
Baca selengkapnya

Akhirnya Aku Menemukanmu Lagi

[BEBERAPA BULAN SEBELUMNYA] “Berapa banyak yang kau minum sebenarnya?” keluh Ash, sambil menarik kaki Ian agar tetap di atas ranjang rumah sakit.“Lepaskan!” Ian menyentak kakinya sambil menunjuk Ash dengan galak. Jenis kemarahan yang tentu saja tidak berani ditunjukkan saat ia sedang amat sadar.Ian lalu berpaling—tidak peduli pada Ash yang sedang membayangkan hukuman apa yang akan diberikannya untuk Ian—dan merayu perawat yang kini mencoba untuk memiringkan kepala Ian, agar Dokter bisa meraih luka di sisi kiri pelipis dan membersihkannya. Luka yang membuat mereka ada di UGD saat ini.“Apa aku sudah mengatakan kalau matamu cantik? Aku suka warna abu-abu,” rayu Ian. Sambil berusaha meraih tangan perawat yang m
Baca selengkapnya

Alasan yang Membuat Aku Mencari

“Aku tidak mengerti kenapa dia diizinkan ada di sini. Evelyn terlalu baik.” Ash melirik wanita yang ada disampingnya, sejak tadi ribut menunjuk Mary yang sedang berdiri di samping peti mati.Ash tentu tidak setuju dengan komentar itu, tapi sudah belajar untuk diam mengamati. Ia sudah banyak mendapat kejutan semenjak datang ke rumah duka Barnet Jones itu, dan baru menyadari kalau Mary adalah istri dari Barnet yang berusia tujuh puluh.Setelah terkejut tentu Ash luar biasa heran, tapi tidak punya bayangan kenapa Mary melakukannya. Prasangka terbaik Ash, kemungkinan Barnet ini baik sekali dan Mary mencintainya.Ash berusaha mencari info dengan mendengarkan semua pembicaraan di sekitar, tapi lama kelamaan kesal karena semua bernada negatif. Ash memang terkejut, tapi tidak merasa mereka berhak menilai sejauh itu tentang orang lain. Ash tidak akan menilai sepihak tanpa tahu latar belakang maupun alasan.Tapi hal-hal yang dikatakan mereka tentang Mary, sudah cukup untuk membuat Ash ingin m
Baca selengkapnya

Aku Tidak Meminta Jawaban

“Kau mungkin tidak ingat saat bertemu denganku, tapi aku sangat ingat, Mae.”Alasan Ash sangat mengingat Mae bukan hanya karena usianya yang sudah cukup untuk menyimpan memori yang lebih panjang tentu.“Aku bertemu denganmu saat tidak punya apapun. Saat tidak lagi peduli pada apapun, dan tidak menginginkan apapun,” kata Ash.“Kau tidak punya apapun? Tapi…Oh, kau belum tahu siapa ayahmu?” Mae mulai paham.Ash mengangguk. “Tapi bukan hanya tentang uang, aku saat itu kalah oleh sendiri dan sepi.”Meski tidak punya uang, tapi paling tidak Ash tidak sampai merasa kelaparan saat itu, tidak amat kenyang, tapi juga tidak sampai harus mengais sampah, karena kebutuhannya dipenuhi oleh rumah yang menampungnya. Hanya emosinya amat gersang. Lebih tandus dari gurun karena tidak sanggup mengikuti perubahan ekstrim setelah ibunya meninggal—apalagi sampai ada yang mencoba melecehkannya. Ash dulu hanya hidup berdua dengan ibunya, tapi tidak pernah merasa kurang—sampai tidak merasa perlu terlalu serin
Baca selengkapnya

Aku Dicintai

Mae kemarin merasa seperti sampah, saat orang yang selama ini menjadi pusat dunia yang diketahuinya, tiba-tiba mencampakkan dirinya.Mae terhina, tapi yang lebih membuatnya tidak mampu mencerna apapun adalah kenyataan bagaimana Daisy tidak ingin menyentuhnya. Dari pada sebutan jijik, Mae lebih terluka saat Daisy mengusir dan tidak memperbolehkan untuk menyentuhnya.Tapi kini ada orang yang menghujaninya dengan kasih sayang, membanjirinya dengan cinta, meski tahu kemungkinan besar akan berakhir buruk. Ash memandang dengan lembut, memintanya untuk hidup, dan kini mengulurkan tangan untuk menghapus air matanya lagi.“Aku… tidak tahu…” isak Mae. Mulai merasa bersalah. Rasa yang kemarin meninggalkan pahit di lidahnya setiap kali Ash melakukan kebaikan untuknya, kini menjelma dengan lebih jelas menjadi rasa bersalah.Mae tidak tahu apakah ia bisa membalas apa yang diberikan Ash sementara keadaan dirinya seperti itu. Mae bahkan tidak yakin apakah sanggup untuk mencintai seperti Ash saat hati
Baca selengkapnya

Aku Merasakan Sesuatu

“Mae? Aku harus mengambil seragam di dalam.” Ash mengetuk pintu kamar tempat Mae berada—kamarnya. Ia harus berangkat dan Mae sejak tadi belum keluar. “Mae?” Ash membuka pintu, dan akhirnya paham kenapa Mae tidak menjawab. Ia tertidur meringkuk di lantai. “Kenapa di situ?” Ash bergumam heran. Ia tidak heran Mae tertidur lagi, karena malamnya melelahkan, hanya pilihan tempatnya aneh. Ash menunduk—akan mengangkat Mae, tapi matanya melihat ponsel yang menyala di samping tangannya. Ada pesan masuk dari Mama Carol. [Aku tahu ini sulit, tapi jangan mengabaikan Daisy. Aku yakin ia akan menyesal. Kau harus ingat kalau Daisy hanya punya kau saja di dunia ini] Ash menghela napas saat membaca pesan itu sekilas, sebelum akhirnya layar ponsel Mae kembali padam. Kesal, tapi tidak bisa menyalahkan juga. Memang hanya Mae yang dipunyai Daisy, tapi pesan itu terdengar seperti pemaksaan. Memaksa Mae menyandang beban. “Ahh!” BUG! “Ugh!” Jeritan kaget, suara benturan, disusul keluhan, membuyarkan
Baca selengkapnya

Aku Bisa Berteman

“Mae?”Mae berpaling, dan menatap sekitar butik dengan kebingungan. Tidak menyangka akan ada yang memanggil namanya di situ. Butuh beberapa saat baginya untuk menemukan siapa—dan yang ditemukannya langsung membuat Mae menyesal. Harper—tapi yang memanggilnya adalah Enola. Mereka ada di butik yang sama, dan tampak terkejut melihat Mae di sana.“Apa kau mengunjungi Ash… OH? Aku rasa iya.” Enola tersenyum sambil menatap apa yang dipakai Mae. Kemeja hitam bergaris yang ukurannya terlalu besar—yang jelas milik Ash.Mae membeli baju memakai apa yang bisa dipakai, dan tentu hanya kemeja Ash. Untuk celana, Mae masih bisa memakai miliknya. Tidak tampak amat kotor–tertutupi oleh panjang kemeja itu.Harper tentu juga bisa melihat kenyataan itu dan tampak mengerutkan hidung. Mae tidak bisa lebih geli lagi saat melihatnya. Nyaris tidak bisa menahan tawa. Mae menang tanpa berusaha.“Benar. Aku menemaninya.” Mae menegaskan.“Mmm… Aku bukan ingin ikut campur, tapi apa kalian tinggal bersama sekarang?
Baca selengkapnya

Bukan Itu Tujuan Aku Datang

“Yang ini segera kau urus. Aku rasa mudah. Hanya sekitar seminggu.” Parker menyerahkan berkas pada Ash.“Untuk yang satu lagi, nanti saja. Kalau keadaannya tidak memburuk, tugas itu akan batal. Mereka tidak akan membutuhkan pasukan tambahan. Tapi bersiap saja, karena ini penugasan besar.” Parker menunjuk map lain yang tadi mereka bicarakan panjang lebar.“Mengerti, Sir.” Ash menghormat lalu menerima semua berkas.“Aku rasa itu saja yang perlu aku bicarakan secara resmi, tapi ada titipan pesan lain untukmu.” Parker tersenyum, dan Ash langsung tidak ingin mendengar sisanya.Penugasan itu tadi saja sudah membuatnya sebal. Ia harus meninggalkan Mae, padahal sudah dengan sengaja membawanya ke Andover. Tapi bagaimanapun tidak bisa dihindari dan menerima. Apa yang akan dikatakan Parker berikutnya sudah pasti ekstra repot yang tidak perlu.“Aku dengar kalian tinggal bersama sekarang. Kau dan Mae maksudku. Gina baru saja memberitahuku.”Ash langsung merasa firasatnya benar, dan menyadari kalau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
44
DMCA.com Protection Status