“Aku kenapa?” Ash memandang sekitar, menyambar tisu terdekat yang ada di sebelah muffin tersisa, lalu menghapus air mata Mae dengan lebih baik. “Maafkan aku.” Ash meminta maaf otomatis, meski tidak tahu kenapa. Hanya rasanya harus seperti itu. Tapi tangisan Mae tidak berkurang, maka Ash menariknya ke balik meja kasir, memintanya duduk di sana. Ia lalu membalik tulisan buka—menjadi tutup. Beberapa pengunjung yang mendekat kecewa, tapi lirikan galak dari Ash cukup untuk memberi tahu kalau tulisan itu tidak akan berubah dalam waktu dekat. “Mae? Ada apa?” Ash berlutut dengan satu kaki di depan Mae, meraih kedua tangannya, memandang Mae yang terus terisak, sambil sesekali menghapus air matanya. “Aku tidak tahu. Aku tidak ingin menyakitimu, Mae. Tolong katakan ada apa, agar aku tidak melakukannya lagi. Please?” Mae menggeleng. “Mae, aku tidak akan tahu kalau…” “Bukan itu… Bukan salahmu.” Mae tidak akan segila itu dengan benar-benar menyalahkan Ash atas apapun yang ada dalam hatinya s
Read more