Semua Bab Istri Penebus Utang Kesayangan Pewaris: Bab 51 - Bab 60

263 Bab

Ciuman Thalita

“Suamimu itu, hampir membunuh Bobby!” Fatma dengan ketus mengomeli kakaknya sebelum berangkat kembali ke negara asal suaminya.“Itu sah-sah saja, kita orang diperlakukan tidak adil!” Hamida tidak merasa apa yang dilakukannya salah.“Bharata sudah bilang, kalau kau tidak terima hasil pembagian waris itu, kau bisa menggugat di pengadilan!” Fatma menantang.“Kau pikir aku tidak akan melakukannya?” “Lakukan saja! Apa kau perlu kami umumkan pada semua orang, kalau sebenarnya kau hanyalah anak adopsi?”“Jaga mulutmu!” Hamida menatap tajam  Fatma dan menunjuk mukanya. Dengan segera Fatma menampik tangan itu.“Kenapa? Kau pikir aku tidak tahu hal itu?”Kenyataan bahwa Hamida hanyalah anak adopsi sudah diketahui Fatma sejak remaja. Ketika dia menemukan beberapa surat adopsi dari panti asuhan tempat Hamida diambil.Tapi, demi keinginan sang Ibu
Baca selengkapnya

Lily Yang Malang

Lily melihat Ayesha tepat ketika pria itu menjambak rambutnya dan menariknya kasar. Penampilan tampak berantakan dengan eyeliner, belepotan tersapu air matanya.Sungguh menyedihkan.“Nyonya?”Zain muncul karena merasa Ayesha sedikit lama tidak segera kembali. Dia cemas ada sesuatu dengan Ayesha.Tak jauh dari sana, pemandangan seorang pria menyeret lengan perempuan membuatnya heran. Karena sang Nyonya terlihat membeku.“Nyonya?” Zain memanggil kembali.Ketika baru tersadar, Ayesha segera mengguncang lengan Zain.“Zain, aku kenal wanita itu. Bisakah kau membantu melepaskannya dari pria yang menyiksanya tadi?” Ayesha tampak mendesak.Zain juga keheranan. Ada kejadian seperti itu di tempat umum. Apa pria itu sudah gila? Dan lagi, kemana security tempat ini?“Maaf, Nyonya. Itu bukan urusan kita. Lebih baik kita kembali ke depan.” Zain dengan tegas  menolak. Meski terlihat
Baca selengkapnya

Perintah Nyonya

Melihat suaminya terdengar marah-marah pada Rahman, Ayesha urung membuka pintu ruang kerjanya. Pasti ada masalah serius. Mudah-mudahan bukan lagi tentang hak waris itu.Sejak dulu masalah warisan memang sangat sensitif. Keluarga bisa bercerai berai karena hal ini. Bahkan sampai terjadi pertumpahan darah untuk itu. Apalagi, sebagai satu-satunya anggota keluarga laki-laki yang memiliki banyak tanggung jawab di pundaknya, Hilbram mendapatkan hak yang istimewa.Ayesha cemas, itu hanya akan membuat hidup mereka tidak damai.“Sudah makan, Mas?” tanya Ayesha melihat suaminya baru keluar dari ruang kerjanya. Dia tahu dari pelayan rumah bahwa meja makan masih utuh tanpa ada yang berkenan untuk sekedar mencicipi.Ayesha dan Zain tadi sudah makan di luar. Tapi pria ini pasti belum.“Oh, aku tidak lapar!” Hilbram hanya mengusap kepala Ayesha dan berlalu meninggalkannya ke kamar.Ayesha mengikuti ke kamar. Melihat pria itu masih sibuk dengan sesuatu, Ayesha tidak berani mengganggu. Padahal dia ing
Baca selengkapnya

Menemui Teman

“Hari ini aku boleh keluar menemui teman ya, Mas?” Ayesha meminta izin pada suaminya itu yang sudah rapi. Bilangnya mau mengunjungi kantor perusahaan di Kota ini.“Kau punya teman di sini?” Hilbram mengernyitkan keningnya. Ayesha bilang hanya pernah sekali dua kali ke kota ini, teman-temannya juga tidak banyak.“Nanti aku ceritakan, sepertinya Mas Bram terburu-buru.”“Aku tidak terburu-buru. Hanya kalau bisa menyelesaikan urusanku lebih cepat, nanti sore bisa mengajak istriku jalan-jalan.” Hilbram mencubit lembut pipi Ayesha yang kemerahan itu.“Hmm, baiklah kalau begitu. Aku juga akan segera menyelesaikan urusanku.” Ayesha memberikan senyum manisnya.Hilbram mencium bibir Ayesha dengan mesra sebelum berangkat. Diantar sang istri sampai depan, membuatnya sudah tidak sabar untuk kembali dari urusannya. Bahkan ini belum juga berangkat.“Apa Nyonya juga ingin keluar sekarang?” tanya Zain menghampiri sang nyonya.“Baik, Zain. Aku juga tidak ingin berlama-lama.” Ayesha ingat nanti sore Hil
Baca selengkapnya

Kencan

“Banci kamu, Ren!” Agnes memukul lengan Ren karena hanya diam melihatnya diancam Zain tadi.“Dia kan perempuan, aku mana bisa memukul perempuan!” Ren dengan mulut lamisnya beralasan.“Dasar mulut besar. Apa kau lupa kau selalu menyiksaku?” Agnes kembali melototi Ren yang pengecut itu.Agnes semakin kesal dengan pria yang tidak berguna itu. Dia jadi tidak mengerti dirinya sendiri. Sudah tahu sering dibuat kecewa dan sakit hati, tapi masih juga selalu peduli padanya.“Katakan padaku, jangan-jangan wanita itu bukan kiriman temanmu, tapi kamunya yang doyan!” Agnes mencecar Ren.Tidak terima saja kalau sudah bersusah-susah membantunya, sementara Ren justru main gila.Ini bukan pertama kali kekasihnya itu menyelingkuhinya.“I-itu tidak benar, Temanku memang yang menyuruh pelacur itu untuk merayuku!”“Pelacur?”Agnes baru teringat sesuatu. Dia kemudian menatap dari kejauhan tempat Zain—supir Ayesha itu menunggu seseorang.Sebenarnya siapa yang dia tunggu?Lalu, ada hubungan apa wanita itu
Baca selengkapnya

Menggelora

Ayesha tidak bisa menolak ketika suaminya itu menarik tubuhnya hingga duduk di pangkuannya. Hilbram memundurkan jok duduknya ke belakang agar merasa lebih nyaman.Lalu, keduanya saling bercumbu.Kaca film mobil membuat apa yang mereka lakukan di dalam tidak ada yang tahu.Ayesha benar-benar tegang. Harus membiarkan Hilbram melepas jilbabnya lalu menurunkan resleting bajunya, untuk bisa menelusupkan jemarinya agar bisa bermain-main di dalam sana. Sementara suara klakson sesekali bersahutan mengagetkan keduanya.“Tuan, Hentikan....Engh!” Ayesha hendak protes agar suaminya tidak segila ini. Tapi perlakukan pria itu sudah membuatnya tak berdaya.Tidak tenang dan bibirnya mencoba menolak, tapi desahan dari mulutnya tak bisa membohongi kalau Ayesha benar-benar menikmati sentuhan suaminya itu. Agar tidak terus mengoceh, bibir Hilbram sudah menyumpal bibir Ayesha dengan ciuman intensnya.“Tidak, Tuan. Aku mohon!” Ayesha menahan Hilbram ketika menginginkan penyatuan.Sangat tidak etis melakuka
Baca selengkapnya

Menghadapi Preman

Beberapa saat kemudian mereka tergelak melihat seorang wanita sok berani menantang mereka. Sementara ada pria yang berdiri di belakang, membiarkan seorang wanita melindunginya. “Apa priamu itu banci!” seloroh mereka. Membuat Bram mengepalkan tangannya. Tapi wanita yang di hadapannya itu sok melindunginya. Lihat saja, apa wanita sok jagoan ini bisa mengatasi preman itu? Selama preman-preman itu tidak menyentuh Ayesha, Hilbram akan biarkan saja Ayesha berubah menjadi wonder women. “Sha?” panggil Hilbram, tapi Ayesha tidak menghiraukannya dan malah mendorong dada Hilbram agar mundur. Hilbram hanya memutar bola matanya. Ayesha merasa tahu bagaimana menghadapi preman-preman itu. Dia akan berusaha mengambil hati mereka agar tidak menganggu. Dia sudah beberapa kali menghadapi gerombolan preman saat di pasar. Mereka biasanya hanya mau uang keamanan. Tapi--sama tidak ya, preman di pasar dan di kota besar ini? “Maaf Pak, ada apa ya?” “Kau tanya ada apa?” tanya pria gondrong itu te
Baca selengkapnya

Surat Sahabat

Balik ke Kota Surajaya, ada rasa tersendiri di hati Ayesha. Di melihat sepanjang jalanan yang dilaluinya. Mengenang serpihan-serpihan kenangan yang terus akan menjadi sejarah di hidupnya.Beberapa bulan yang lalu, dia hanyalah guru miskin yang berlari-lari mengejar bus agar tidak terlambat sampai ke sekolah tempatnya mengajar. Sekarang dia ada di mobil yang menuju sekolah itu untuk menghadiri rapat pelantikan pejabat struktural yang baru.Bukan sebagai guru, tapi sebagai pemilik yayasan. Ayesha juga melewati sebuah jalan yang di sana terdapat gang di mana awal hidupnya dipertaruhkan di rumah bordil itu.Di sanalah Ayesha akhirnya memulai hidup barunya setelah takdir manis Tuhan mempertemukannya dengan pria luar biasa seperti Hilbram.Menoleh ke gang kecil di sana, Tempat itu sepertinya memang sudah ditutup.“Kita langsung ke sekolahan, Nyonya?” tanya Zain melirik Ayesha yang duduk di belakang.“Benar, Zain. Pak Arif menyampaikan kalau pertemuannya di gedung sekolahan.”Zain tidak
Baca selengkapnya

Rumah Dijual

Ayesha menangis sesenggukan membaca surat dari sahabatnya itu. Kenangan-kenangan sulit yang dilaluinya membuatnya sadar, bahwa Hanin adalah teman yang selalu ada untuknya.Hanin juga manusia biasa yang bisa saja terpeleset dalam kekhilafan. Seharusnya Ayesha bisa memahami hal itu lebih cepat.Tapi sekarang sudah terlambat. Hanin sudah meninggalkannya. Bahkan kontak pun tidak dia berikan.“Nyonya, apa ada hal yang mengganggu?” Momo memperhatikan sang nyonya yang hanya memainkan makanan yang disuguhkannya.“Tidak, Momo!” jawab Ayesha lirih.“Apa tidak berselera pada menunya?”Ayesha menatap Momo yang cemas itu. Ini bukan tentang makanannya, tapi tentang perasaan hatinya yang sedih. Dia sepertinya butuh menyendiri tanpa diganggu.“Masakanmu enak, Momo. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu sehingga kurang napsu makan,” ucap Ayesha lalu bangkit berlalu.Dia jadi ingin pulang ke rumahnya sendiri. Mengunjungi makam orang tuanya dan tidur barang semalam di sana. Sekalian mengenang kebersamaa
Baca selengkapnya

Apakah Hilbram Marah?

Ponsel berdering, tapi Ayesha tampak lelah sekali. Dia ingin beristirahat karena besok pagi-pagi harus segera balik ke Kota Pusat. Suaminya juga akan balik dari New York.Ayesha ingin lebih dulu sampai di rumah agar bisa menyambut suaminya pulang.Ketika paginya dia memeriksa panggilan dan pesan, Dia baru tahu bahwa Hilbramlah yang semalam terus menelponnya.Barulah dia membalas pesan.[Maaf, Mas, semalam tidak balas pesan. Ini baru akan berangkat pesawatnya] tulisnya dan mengirimnya pada Hilbram.Zain yang mendampingi Ayesha menyampaikan, “Tuan sudah datang sejak semalam di Kota Pusat, Nyonya.”“Oh, benarkah? Bukankah dia bilang hari ini baru pulang?” Ayesha masih ingat apa yang dikatakan suaminya itu saat akan pergi ke New York seminggu yang lalu.“Mungkin beliau sudah menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas pulang.”Ayesha tidak menyahut. Dia berharap agar lekas sampai dan menemui suaminya itu. Ada sedikit rasa bersalah karena harus menunda pulang. Hilbram pria yang sibuk, setelah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
27
DMCA.com Protection Status