Semua Bab Kakak Iparku Mencintaiku: Bab 1 - Bab 10

108 Bab

Bab 1 - Temani Aku Tidur

Semalam Lillian menunggu suaminya pulang, tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Jangankan datang, memberi kabar pun tidak. Ponsel laki - laki itu tidak aktif. Seharian Lillian memeriksa aplikasi percakapan antara dirinya dan Ernest, tapi tidak ada tanda - tanda suaminya berusaha menghubungi. Halaman percakapan pribadinya kosong, dan di daftar panggilan tak terjawab juga tidak tertera nama Ernest. Mengingat semua itu, Lillian jadi tidak selera menyelesaikan pesanan design yang sedang dikerjakannya. Mendadak saja dia jadi lesu. Pekerjaan design favorite-nya, kini tidak lagi menarik. Lillian duduk di lantai dan memandang layar laptop dengan tatapan kosong. Ini bukan pertama kalinya kelakuan Ernest seperti ini. Kian hari kian menjadi. Dia sering hilang dan muncul sesuka hati, bahkan hingga berhari - hari menghilang tanpa kabar. Mencoba menenangkan diri, Lillian berdiri lalu mengambil botol anggur koleksi Ernest dari lemari kaca. Dia menuangnya ke gelas kaca dan meminumnya dalam sekali
Baca selengkapnya

Bab 2 - Suasana Aneh

Harvey terkejut. Tubuhnya seperti tersengat listrik saat dadanya yang bidang bertemu dengan tubuh bagian depan Lillian yang lembut. Posisi mereka benar - benar saling menempel, mata Harvey bertemu dengan tatapan sayu milik Lillian. "Oh, Lili. Jangan menggodaku atau kamu akan menyesal." Harvey berbisik dengan suara serak. Ketegasannya menguap entah kemana. Permintaan Lillian untuk tidur bersama membuat pikirannya tak waras. Dulu mereka memang sering tidur bersama, tapi itu dulu sekali ketika Harvey belum menyadari kalau Lillian adalah wanita yang menarik. Saat itu mereka hanya tidur, benar - benar tidur. Tidak ada seks atau apa pun. Belum berhasil mengumpulkan kewarasan, Lillian malah melingkarkan tangannya ke bahu Harvey, memaksa laki - laki itu mendekat. Lalu dengan cepat Lillian menyambar bibir Harvey dan menikmatinya dengan rakus. Harvey baru tahu kalau ternyata bibir Lillian selembut ini. Aroma wine yang tersisa, membuat pikiran laki - laki itu kian melayang. "Oh, Lili." Harvey
Baca selengkapnya

Bab 3 - Hal Buruk

"Ada apa?" tanya Harvey penuh selidik.Dari sudut matanya, dia bisa merasakan perubahan sikap Lillian. Wanita itu duduk dengan tegang sambil memandang ponsel ditangannya seperti sedang menerima kabar buruk.Melihat Lillian tercenung, Harvey mengulang pertanyaannya, "Ada apa? Apa sesuatu yang buruk terjadi?"Bukannya menjawab, Lillian malah mematikan ponsel dan buru - buru memasukkan benda pipih itu ke dalam tas, lalu memeluk tasnya erat - erat. Caranya memegang seakan mencegah siapa pun menyentuh tas itu."Tidak. Tidak ada apa pun selain tugas mendadak dari atasanku yang menyebalkan," bohongnya dengan suara terbata - bata."Kamu tidak pintar berbohong, Lili," jawab Harvey dengan nada suara rendah.Lillian semakin erat memeluk tas miliknya sambil bergumam, "Aku sudah cukup dewasa untuk mengatasi masalahku sendiri, Har."Harvey menghela napas, kantor Lillian sudah terlihat di depan sana. Dia juga tak ingin merusak mood Lillian hari ini. Harvey menghentikan mobilnya tepat di depan lobby p
Baca selengkapnya

Bab 4 - Total 1M

"Sepertinya Ernest pulang," ucap Lillian. Dagunya menunjuk kearah mobil di depan mereka.Kening Harvey berkerut. "Itu bukan mobil Ernest. Ini sudah malam, aku tak suka ada orang asing datang ke rumahmu.""Bisa saja itu mobil barunya. Dia baru saja menggunakan kartu kreditku dalam jumlah besar... --" Lillian terdiam dan menggigit lidahnya sendiri yang terlalu jujur.Harvey mengurungkan niat keluar untuk membuka pintukan pintu bagi Lillian. Laki - laki itu menutup kembali pintu mobil dan menatap tajam Lillian. "Kamu memberikan kartu kreditmu pada Ernest dan membiarkan dia berbelanja dengan sesuka hati?" tegurnya keras."Oh, ehm, Ernest yang akan membayar tagihannya. Ehm, iya. Itu pasti. Jangan berlebihan, Harvey. Kami adalah suami istri. Uangnya adalah uangku. Dan uangku adalah uangnya. Bukankan seperti itu?" cicit Lillian tanpa berani melihat kearah Harvey. Hatinya mengutuki dirinya sendiri yang selalu keceplosan di depan Harvey."Uang suami adalah uang istri. Tapi uang wanita milik wan
Baca selengkapnya

Bab 5 - Firasat

Harvey menekan pedal gas sekaligus rasa cemburu yang menyeruak begitu saja di dalam dada. Pikiran kalau Ernest ada di rumah bersama Lillian malam ini membuat dadanya seperti terbakar. Tapi ada sesuatu yang lebih menggelitik perasaannya. Ini bukan hanya cemburu tapi gelisah. Logikanya mengatakan mobil yang terparkir di depan rumah Lillian tadi bukanlan mobil baru. Pikiran - pikiran itu terus mengganggunya. Akhirnya Harvey hanya melewati rumahnya dan memutuskan untuk kembali ke rumah Lillian. Dia ingin memastikan Lillian baik - baik saja. Di depan rumah Lillian, Harvey memperhatikan baik - baik mobil baru yang penampilannya sama sekali tidak baru. Ada cat yang terkelupas di dekat pintu, lalu spionnya juga sedikit retak. Modelnya pun tidak seperti selera Ernest yang sudah - sudah. Yang mengherankan adalah seri mobilnya masih seri keluaran lama. Kening Harvey berkerut. Meski pun suka berfoya - foya, adiknya tidak akan sebodoh itu membeli mobil yang kondisi fisiknya yang sudah jelek sepe
Baca selengkapnya

Bab 6 - Tidur Bersama

Lillian mengerjapkan matanya beberapa kali. Kata - kata Harvey membuat telinganya gatal dan emosinya melonjak. Laki - laki itu terang - terangan mengatakan akan tidur dengannya padahal mereka adalah saudara ipar. Astaga!"Kamu sudah gila? Kamu seharusnya tahu kalau yang kita lakukan adalah sebuah kesalahan. Jangan pernah ingin mengulanginya lagi!" semprot Lillian tanpa bisa menyembunyikan rasa kesalnya.Harvey tersenyum lalu menyentil pelan dahi Lillian. "Hey, aku rasa bukan aku yang ingin mengulangnya tapi kamu. Aku mengatakan akan tidur bersamamu, bukan bercinta denganmu." Kalimat terakhir sengaja diucapkannya lambat - lambat dengan nada menggoda.Seketika wajah Lillian memerah, otaknya tanpa sadar mendefinisikan kata tidur dengan hal - hal yang sensual. "Oh! Yeah... ehm, maksudmu kamu akan menginap kan? Oke, silahkan." gagapnya, sambil menahan malu. Ini bukan pertama kalinya mereka tidur bersama kan? Catat baik - baik. Tidur, dan hanya tidur. Titik. Harvey tertawa kencang melihat
Baca selengkapnya

Bab 7 - Ketenangan Sebelum Badai

Sesaat Lillian termenung. Layar ponsel otomatis meredup lalu gelap sementara pemiliknya sedang termangu. Lillian benar - benar tak tahu harus bagaimana merespon pesan itu. Pikiran buruk tentang Ernest semakin merasuki pikirannya. Masalah kartu kredit dan hutang pada rentenir belum juga beres, tapi sepertinya masalah lain akan segera menyusul. Ruwet dan mumet, itulah yang dirasakan oleh Lillian saat ini.Sekali lagi ponsel Lillian bergetar. Kali ini dari Harvey yang memberitahu kalau dirinya sudah siap di lobby. Tak ingin membuat Harvey menunggu, Lillian bergegas menyambar tas tangan miliknya. Dalam sekejap, dia sudah setengah berlari menuju lift untuk turun ke lobby dengan hati yang kacauDi dalam lift, Lillian berusaha mengatur ekspresinya senatural mungkin supaya tidak membangkitkan kecurigaan Harvey. Langkahnya terhenti saat melihat Harvey menunggunya di depan lift sambil tersenyum. Matanya teduh dengan kedua tangannya terentang seperti seorang kekasih yang menanti wanitanya mengham
Baca selengkapnya

Bab 8 - Harvey VS Ernest

"Keluyuran kemana saja kamu? Apa gunanya membawa ponsel kalau susah sekali dihubungi?"Tubuh Lillian menegang saat mendengar suara seorang laki - laki, sebuah hardikan yang familiar dari seberang sana. Tanpa sadar matanya refleks menatap Harvey dengan perasaan nelangsa. Seharusnya dia yang bertanya kemana Ernest keluyuran selama ini, bukan malah dibalik seperti sekarang ini. Ernest lebih dulu menuduhnya keluyuran. Memang beberapa jam ini, Lillian tidak menyentuh ponselnya. Tapi apakah semua ini salahnya? Toh selama ini Ernest tidak pernah menghubungi Lillian. Belum sempat Lillian menjawab, perintah berikutnya sudah kembali terdengar, "Bukakan pintu untukku! Lima belas menit lagi aku sampai rumah."Akhirnya perjalanan pulang dilalui Lillian dengan perasaan yang terombang ambing. Setelah sekian lama tanpa kabar, akhirnya Ernest menelepon dengan nomer baru. Seharusnya seorang istri senang saat suaminya memberi kabar akan pulang ke rumah. Tapi pada kenyataannya, Lillian sama sekali tidak
Baca selengkapnya

Bab 9 - Kelakuan Ernest

"HENTIKAAAAN!!" pekik Lillian sekuat tenaga. Melihat wajah panik Lillian memenuhi pandangannya, Harvey menghentikan kepalan tangannya di udara. "Kalian berdua kakak beradik! Semua bisa dibicarakan baik - baik. Lihat! Ernest tidak melawan. Apa kamu ingin membunuhnya?" seru Lillian penih emosi. Dia menghampiri Ernest dan membantu laki - laki itu supaya bisa berdiri. Saat ini dia harus memilih untuk mengurus orang yang lebih membutuhkan dirinya. "Ernest, kamu tidak apa - apa?" tanya Lillian sambil menatap tajam kearah Harvey. Harvey bergeming. Dia memperhatikan setiap ekspresi yang bercampur menjadi satu di wajah Lillian. Di wajah wanita itu tidak hanya tergambar rasa panik dan cemas tapi juga marah. Rasa khawatir itu tentu saja untuk Ernest, sedangkan kemarahannya sudah jelas ditujukan kepada dirinya. "Apa kamu marah padaku, Lili?" tanya Harvey pelan. "Menurutmu?" Lillian balik bertanya, kebiasaannya saat dia marah. Dia mengangkat alisnya tinggi - tinggi. "Tapi dia sudah membuatmu
Baca selengkapnya

Bab 10 - Bukan Urusanmu!

"Done. Thanks," ucap Ernest sambil tersenyum puas. "Ha?" Lillian melongo melihat Ernest dengan santai melemparkan ponsel yang tadi dia rampas ke tempat tidur. Apa yang telah dilakukan oleh Ernest pada ponselnya? Lillian bergegas menyambar benda pipin itu. Belum sempat dirinya memeriksa ponsel, sudut matanya menangkap bayangan Ernest berjalan menuju lemari tempat penyimpanan barang berharganya. Laki - laki itu terlihat sedang memasukkan kode dan membuka brankas mini milik Lillian. Kemudian dengan santai meraup barang - barang berharga didalamnya lalu memasukkan semuanya ke dalam kantong celana. Setelah itu dia menggulung beberapa lembar surat berharga dan memasukkannya ke dalam saku bagian dalam jaketnya. Tubuh Lillian semakin gemetar karena marah. Tapi dia juga takut dipukul. Suasana seperti ini sangat familiar dan biasanya akan berlanjut dengan kekerasan fisik apabila dia tak mau patuh pada Ernest. Lillian putus asa. Dia belum sempat membicarakan soal tagihan debt collector dan cic
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status