Home / Pernikahan / Kakak Iparku Mencintaiku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Kakak Iparku Mencintaiku: Chapter 31 - Chapter 40

108 Chapters

Bab 31 - Sebuah Fakta

Hari ini benar - benar hari yang tidak masuk akal bagi Lillian. Amara perlahan - lahan berusaha menambal ingatan demi ingatan yang sempat terhapus dari memori Lillian. "Sebenarnya Ernest sudah menceraikan aku? Tapi untuk alasan apa?" gumam Lillian antara percaya dan tidak.Amara menghela napas. "Itulah yang ingin kami ketahui darimu, Lili. Apa penyebab pertengkaran terakhir antara kamu dan Ernest? Saat itu kamu kabur dari rumah tanpa membawa apa pun. Bahkan kartu identitas atau dompet. Petugas kepolisian menemukanmu sebagai korban tabrak lari."Lillian tertegun. Dia sama sekali tidak mengingat apa pun. Iya. Dia dan Ernest memang sering cekcok, banyak hal yang menjadi penyebabnya bahkan hal - hal sepele pun bisa mengundang pertengkaran. Tapi Lillian tidak pernah ingat kalau dia sempat kabur. "Kabur? Kabur bagaimana maksudmu?""Ck! Bukankah tadi aku bertanya kenapa kamu kabur? Kami tak tahu apa - apa. Ernest juga sama saja. Dia sama sekali tidak bisa diharapkan untuk membantu." "Lalu
Read more

Bab 32 - Ernest Pembohong

Marcia datang tergopoh - gopoh menghampiri Lillian dan Amara yang sedang berbincang di taman. Napasnya terengah saat dia bertanya, "Amara, Amara, bisa tolong Aunty?""Ada apa, Aunty?" tanya Amara dengan santai, sepertinya kedatangan Marcia ada hubungannya dengan Ernest."Amara!" Marcia memegang kedua bahu keponakannya dan menatap dengan serius."Iya, Aunty?""Ernest ada di kantor polisi," seru Marcia tertahan."Kalian sudah tahu?" tanya Lillian dan Amara hampir berbarengan.Marcia melepaskan tangannya dari bahu Amara lalu mengusap wajahnya. "Polisi baru saja datang. Kita harus kesana. Aku butuh pengacara. Bisakah kamu suruh Richard menyusul kami disana?""Tapi Ernest berkata kalau dia sudah tidak bekerja sama lagi dengan Richard. Baru saja Ernest menelepon Lillian dan minta tolong dicarikan pengacara." Amara menjelaskan pembicaraan Lillian dan Amara dengan singkat."O'ya? Kalian sudah tau? Apa benar Ernest menghubungimu?" tanya Marcia setelah menyadari kedua orang di hadapannya sudah t
Read more

Bab 33 - Fitnah

Bagi Ernest, kakak laki - lakinya adalah rival terberatnya. Sejak pertama dia bisa mengingat, dia hanya tahu kalau Harvey selalu mendapatkan dengan mudah hal - hal yang susah payah ingin Ernest raih. Selain itu, postur tubuh Harvey yang lebih tinggi dan tampan ditambah staminanya yang bagus membuat Mama dan Papanya sayang sekali pada Harvey. Karena iri, Ernest sengaja merekayasa beberapa kasus dan menjadikan Harvey kambing hitam. Harvey yang merasa tak bersalah terus membela diri, akibatnya pertengkaran kakak beradik menjadi rutinitas mereka. Kewalahan mengurus kedua anaknya, Harvey dititipkan ke kakek dan neneknya yang tinggal tak jauh dari mereka. Hidup Ernest terasa bahagia. Dia suka mendapat perhatian sepenuhnya dari semua orang. Papa, Mama, guru dan teman - teman. Tumbuh besar, beberapa gadis mulai berusaha menarik perhatiannya. Dengan banyaknya pilihan, dia tinggal memilih yang paling diminati oleh teman - teman sebayanya. Kenapa? Karena yang paling favorit biasanya kebangga
Read more

Bab 34 - Playing Victim

"Kamu puas sudah menyusahkan orang banyak? Sampai kapan kamu bertindak serampangan seperti ini?"Ernest mendengus. "Jangan sok bijak. Bukannya ini yang kamu inginkan? Dengan begini, kamu bisa lebih leluasa bersama dengan istriku.""Lillian sudah bukan istrimu. Kalau memang dia yang kamu maksud dengan istri," desis Harvey.Meski lidahnya sudah gatal ingin mencaci maki Ernest tapi Harvey berusaha menahan diri. Percuma marah - marah terhadap orang bebal."Tapi, dia tahunya... , AKU SUAMINYA!" Nada suara Ernest tertahan, membuat urat - urat di wajahnya bermunculan saat dia mengucapkan satu kalimat yang sering diakuinya sebagai kebenaran."Itu kan menurutmu," ejek Harvey.Setelah itu Harvey menopangkan kedua sikunya ke atas meja, sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dan berkata dengan nada yang rendah."Sorry, waktuku hanya lima menit. Lebih baik kita bahas masalahmu saja. Sepertinya kasus kali ini lumayan berat.""Itu fitnah. Aku tidak pernah terlibat dalam kasus penipuan, investasi bo
Read more

Bab 35 - Sebuah Drama

"Tapi Ernest sedang tidak ada di tempat," jawab Lillian sambil bertanya dalam hati siapa wanita arogan di hadapannya ini. "Kalian berdua sama saja. Kalian mengatakan kalau Ernest sedang tidak ada di tempat. Tapi aku tahu kalian semua berbohong untuk melindunginya," sahut wanita itu cepat seraya tangannya menuding ke ujung hidung Lillian."Tidak ada yang berbohong. Kami mengatakan yang sebenarnya." Lillian menepis telunjuk wanita tak beretika itu dari depan wajahnya. "Telepon saja dia kalau kalian memang sering berhubungan. Jangan membuat gaduh rumah orang lain.""Aku tahu dia sedang bersembunyi di dalam, berlindung dibawah ketiak mamanya, karena itu kalian tidak mengijinkan aku masuk ke dalam. Benar kan?" tuduh wanita itu lagi tanpa pikir panjang.Lillian mengernyitkan kening. Entah ada masalah apa yang terjadi antara Ernest dan wanita ini. Kata - katanya selalu bertendensi negatif. Dilihat dari caranya berpakaian dan perhiasan yang dipakainya, pasti dia bukan wanita baik - baik."Ern
Read more

Bab 36 - Kejutan

Lillian memang tidak mengerti istilah - istilah yang tertera di kertas itu, tapi dia tahu kalau isi surat itu membuktikan kata - kata Gloria benar. Tapi bukan itu yang menjadi perhatian Lillian, melainkan data pasien yang tertera di ujung pojok kanan hasil tes laboratorium tersebut. Nama dan tanggal lahirnya. Usia anak pasien tersebut dua tahun. Iya, dua tahun!Dua tahun yang lalu, statusnya masih secara resmi tercatat sebagai istri Ernest baik secara agama mau pun negara. Meski pada saat itu hubungan mereka sudah mulai renggang. Ernest mudah sekali emosi, ringan tangan dan sering tidak pulang ke rumah.Astaga! Ternyata Ernest sudah mengkhianatinya sejak lama."Berapa usia puterimu, Gloria?" celetuk Lillian dengan perasaan kecut untuk meyakinkan dirinya sendiri.Semua mata terarah kepada Lillian lalu beralih kepada Gloria. Sesaat semua terdiam seperti sedang menunggu sebuah jawaban paling spektakuler di dunia.Gloria memutar bola matanya, mungkin dia masih berpikir kalau Lillian adala
Read more

Bab 37 - Tidak Mau Bertanggung Jawab

Melihat Harvey yang terus menerus mengalah dari kecil hingga dewasa demi Ernest, Bernard lama - lama terketuk hatinya. Sebenarnya Bernard tidak tega sejak tahu Lillian mengalami kekerasan dari Ernest tapi saat itu dia berpikir kalau tidak ada salahnya memberi kesempatan seseorang untuk berubah. Apalagi Ernest beralasan kalau dia memukul Lillian karena cemburu pada Harvey yang tiba - tiba saja kembali ke San Antonio.Namun kali ini Ernest sudah keterlaluan. Dia menyuruh orang tuanya menjodohkan Harvey tapi ternyata ada seorang wanita datang dan mengaku punya anak darinya. Tidak main - main, usia anak itu sudah dua tahun. Dan Ernest malah meminta bantuan mereka untuk kembali bersama Lillian.Kenyataan ini menampar Bernard. Dia benar - benar merasa malu dan gagal dalam mendidik Ernest. "Beri kami waktu. Karena Ernest sedang berada di kantor polisi, maka aku harus mendatanginya terlebih dahulu untuk berbicara dengannya tentang masalah kalian," jawab Bernard dengan suara rendah."Ernest ju
Read more

Bab 38 - Kamu Bohong, Aku Benci Kamu

Bau segar Danau West menerpa hidung Lillian saat Ferrari yang ditumpanginya menelusuri jalan berliku yang berpagar pohon - pohon tinggi di kanan dan kirinya menuju St. Moritz.Fakta bahwa Ernest bukan lagi suaminya membuat perasaan Lillian saat ini terasa ringan dan lega. Ada sesuatu yang meluap - luap tapi tidak bisa dia definisikan. Akan ada banyak hal yang bisa dia raih tanpa Ernest. Munculnya Gloria bukanlah suatu masalah yang membebani dirinya.Yang lebih penting, dia tidak lagi dikejar rasa bersalah saat memandang laki - laki gagah yang sedang mengemudi disampingnya.Harvey terlihat fokus pada jalanan yang mereka lalui. Sekali waktu tangannya memindahkan gigi persneling dengan tangannya yang besar dan berotot. Lillian tiba - tiba saja sangat ingin menyentuh laki - laki itu. Memegang lengannya yang kokoh, melarikan jari - jarinya ke rahang yang ditumbuhi bulu - bulu halus itu, mengecup pipinya sambil mengucapkan rasa cintanya pada Harvey.Cinta?Astaga! Lillian jadi malu sendiri
Read more

Bab 39 - Tidak Mau Disalahkan

Harvey diam dan menatap Lillian, mencerna setiap kata yang diucapkan oleh wanita kesayangannya. Sebuah senyuman terbit di bibirnya. Bukan senyuman menggoda atau pun menertawakan kekonyolan Lillian seperti yang biasa dilakukannya. Tapi senyum itu senyum bahagia yang benar - benar keluar dari hati.Menyadari dirinya salah ucap, Lillian sedikit menggeser posisi duduknya untuk menjaga jarak. Sebaliknya Harvey malah mendekat lalu memegang kedua bahu Lillian dan memutar tubuh gadis itu dengan lembut. Posisi mereka kini berhadapan."Apa kamu sedang menyatakan perasaanmu kepadaku?" tanya Harvey dengan mata berbinar - binar."Hah? Sembarangan saja! Tidak akan pernah." semprot Lillian kesal."Kamu marah karena tidak kuasa menolak keinginanmu sendiri yang terus menginginkan kakak iparmu yang tampan ini, hm?"Sekarang Harvey malah bicara dengan nada menggoda dan melanjutkan kata - katanya, "Aku juga menginginkan adik iparku. Selalu menginginkanmu. Bahkan sejak dulu. Sebelum kamu bucin sama Ernest
Read more

Bab 40 - Aku Buktikan Kamu Mencintaiku

Lillian merasakan tangan Harvey terus berada di bahunya menunjukkan kalau Harvey akan ada bersamanya saat mendengar hal yang tidak menyenangkan. Dengan hati - hati Harvey bercerita, membantu Lillian memanggil kembali ingatan terhadap peristiwa menyakitkan yang ingin dia lupakan.Jadi, inilah sebabnya Harvey tidak berani bercerita hal yang sesungguhnya.Lillian mengusap lengannya sendiri dan merinding. Dia menggelengkan kepala ketika akhirnya bisa mengingat kalau Ernest menuduhnya hamil anak Harvey. Suaminya itu memukulnya dengan brutal, sekuat tenaga Lillian berusaha melindungi bayinya. Untunglah, saat itu bayinya selamat. Sakit hati dan marah pada Ernest, pada kesempatan pertama Ernest melemparkan surat cerai maka saat itu juga Lillian langsung menanda tanganinya. Dia tak perlu lagi berpikir ulang akan keputusannya.Setelah itu dia memutuskan meninggalkan San Antonio diam - diam, rencanaya Lillian ingin hidup berdua bersama anak yang dikandungnya. Di St. Moritz Lillian sudah punya pe
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status