Semua Bab Dalam Genggaman CEO Alpha: Bab 21 - Bab 30

92 Bab

21| Menahan Diri untuk Tidak Menyentuhmu

“Apa yang kau lakukan?” Axel berteriak tepat di depan wajah Niken. “Kenapa kau masih duduk di sana dengan malas-malasan?” Niken membuka sebelah matanya dan menatap Axel yang masih berdiri dengan kedua tangan di pinggang. Axel hanya mengenakan celana pendek setelah melucuti seluruh pakaiannya. “Jawablah! Jangan hanya duduk saja!” teriakan Axel semakin keras. “Apa kau akan diam saja di sana dan bermalas-malasan? Mulailah lakukan pekerjaan pertamamu dengan mencuci pakaianku. Kau sudah mengotorinya dengan muntahanmu!” keluh Axel. “A-apa? Jadi kau melepas pakaianmu untuk kucuci?” Niken kebingungan dengan perubahan sikap Axel yang tiba-tiba. Axel tergerak dengan kesal. “Kau pikir untuk apa aku melepas pakaianku? Jangan berpikir aku akan melakukan hal yang akan membuatmu senang! Mulai sekarang, kau harus mengerjakan semua yang aku perintahkan termasuk mencuci pakaianku. Cepat bangun dan kerjakan!” Teriakan Axel menggema hingga membuat Niken terlonjak. Gadis itu berdiri seketika. Anehnya
Baca selengkapnya

22| Sandiwara yang Mendebarkan

Axel berbaring miring di ranjang super empuk dan besarnya. Dia menopang kepala menggunakan tangan kanan dan diam-diam tersenyum tanpa tujuan. Di depan Axel ada Niken yang terlelap dengan mulut sedikit terbuka. Niken menggeliat. Perlahan matanya mengerjap. Ketika membuka mata, hal yang pertama yang dia lihat adalah wajah tampan Axel yang terlihat tersenyum geli. Sontak gadis itu terlonjak bangun. “Apa yang kau lakukan?” teriak Niken kebingungan dan panik. “Seharusnya aku yang bertanya, bukan?” gumam Axel masih dalam posisi berbaring miring. “Di mana aku?” Niken kelabakan. “Tidurmu nyenyak sekali, bukan?” Axel mengubah posisi tidur dengan berbaring terlentang dan menarik selimut ke tubuhnya. Niken yang masih setengah sadar dan kebingungan mengucek-ngucek mata sambil duduk. Dia melihat Axel berbaring di sisinya dengan nyaman dan tanpa keraguan. “Maaf,” ujar Niken gugup. “Aku ketiduran. Sebaiknya aku tidur di sofa. Kau pasti terganggu. Aku tidak bermaksud mengotori tempat tidurmu.”
Baca selengkapnya

23| Sambutan yang Mewah

Niken baru saja turun dari pesawat. Dia berjalan sambil menyeret koper kecil. Koper itu hampir tak ada isinya. Karena Niken tak memiliki barang apa pun yang bisa dia bawa selain pakaian yang diberikan oleh Axel ketika bermalam di hotel dan beberapa alat rias yang hampir tak disentuh oleh Niken. Gadis itu mengenakan rok selutut dengan motif bunga dan dilapis sweter kuning yang lembut. Wajahnya terlindung oleh topi lebar dan kacamata gelap. Sepatu hak tinggi Niken mengentak pelan saat dia berjalan dengan tegap. Sejak tiba di bandara, hampir seluruh mata tertuju kepada mereka, terutama Axel. Penampilan Axel yang sangat menawan dan seperti model menjadi pusat perhatian para perempuan dan petugas bandara. Dengan langkah percaya diri, Axel meraih bahu Niken yang berjalan di sampingnya dengan sangat posesif. Perbuatan Axel semakin menjadikan mereka pusat perhatian. Ketika mereka keluar dari bandara, Axel sedikit menunduk kepala dan membisikkan sesuatu pada Niken. “Tersenyumlah dan tunjuk
Baca selengkapnya

24| Bergerak Tanpa Suara

Axel meraba rok selutut yang dikenakan Niken. Gadis itu beringsut mundur dan ketakutan. Dia berusaha menahan ujung roknya dengan kedua tangan agar tidak disingkap oleh Axel. “Lihat, ada benang yang terlepas dari keliman bajumu.” “Apa?” Niken hampir tak bisa berpikir dengan jernih. Axel duduk tegak dan dengan sigap mencabut benang yang mencuat dari keliman baju perempuan itu. Lalu Axel berdiri tegak dan mengibaskan pakaiannya. Dia beranjak seolah tak terjadi apa-apa. Niken tertawa kesal sambil mengentak-entakkan kakinya. Dia juga memukuli sofa dengan cukup keras. “Brengsek!” umpat Niken. “Kau terus saja menggodaku dan mengusikku. Lihat saja, aku pasti akan membalasmu!” ujar Niken dalam hati. “Kemarilah!” teriak Axel. Anehnya, meski Niken sangat kesal tapi dia juga lekas bangkit dari kursi. Gadis itu dengan cepat mendatangi Axel. Sikap Niken benar-benar seperti seekor anak anjing yang selalu menurut pada perintah majikan, meski sang majikan terus mempermainkan dan menggodanya. A
Baca selengkapnya

25| Niken Menghilang

Selama seharian Niken menghabiskan waktunya di dalam rumah. Entah dengan menonton televisi, mendengarkan musik, ataupun membuat makanan yang sudah lama tidak dia buat. Niken sudah terbiasa mandiri sejak kecil. Ibunya menghabiskan waktu untuk bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Perempuan itu berangkat pagi-pagi sekali dan pulang hampir menjelang tengah malam. Karena itu Niken harus membuat sarapan dan makan malamnya sendiri hampir setiap hari. Awalnya dia memang kesulitan, tapi pengalaman dan waktu memberikan segalanya untuk Niken. Kali ini dia benar-benar memanfaatkannya dengan baik. Segala peralatan masak dan bahan-bahan tersedia di rumah Axel. Niken bebas bereksplorasi dan melakukan hal-hal yang dia senangi yang selama menjadi tunawisma tak bisa dilakukan. Setelah melakukan semua yang ingin dia lakukan, Niken pun mulai bosan. Dia merasa jenuh dan seolah terkurung di dalam apartemen mewah itu. Satu-satunya pemandangan yang bisa dia saksikan hanyalah menatap Kota New York
Baca selengkapnya

26| Kau Hanya Mainan untuk Axel

Niken duduk di sebuah cafe. Dia memilih tempat yang dekat dengan jendela kaca. Lalu lalang jalanan Kota New York tak pernah sepi. Tapi, suasana kafe begitu tenang. Ditambah dengan pencahayaan berpendar kekuningan, semakin menghangatkan suasana. Suara dari musik box di salah satu sisi cafe mengalun pelan. Niken berusaha duduk dengan nyaman dan bersandar pada kursinya. Dia menumpukan satu kaki di atas kaki yang lain. Kedua tangannya di atas meja. Niken berusaha menunjukkan dan menampilkan kesan bahwa dia tidak terintimidasi oleh perempuan cantik yang duduk di seberangnya. Perempuan berambut pirang yang sebelumnya datang ke apartemen Axel dan menyerahkan kartu nama pada Niken kini duduk di depan Niken. Usianya mungkin sekitar akhir 20 tahunan. Dia perempuan karir yang sudah menggenggam dunia di tangannya. Terlihat dari cara dia berpenampilan dan bersikap. Perempuan itu duduk dengan penuh percaya diri sambil memainkan gelas anggur di tangan. "Aku tidak mengira kau akan menghubungiku se
Baca selengkapnya

27| Serangan Para Dewan Direksi

Axel duduk di bagian paling ujung-tengah dari meja yang berbentuk oval itu. Total keseluruhan ada sekitar 20 kursi yang mengelilingi meja. Hampir semua kursi terisi, kecuali beberapa saja yang memang tak bisa hadir pada pertemuan darurat itu. Ruang pertemuan itu terasa penuh dengan ketegangan. Wajah-wajah mereka dingin dengan menahan kecewa di masing-masing dada. Beberapa bahkan duduk dengan sikap acuh tak acuh seolah-olah itu sebagai wujud protes atas kekesalan mereka terhadap Axel. “Tanpa mengurangi rasa hormatku padamu, Tuan Axel. Kau sama sekali tidak kompeten untuk memimpin dan mengelola perusahaan ini,” keluh seorang pria dengan jenggot lebat dan kacamata di pangkal hidungnya. “Apa itu artinya kau mengatakan bahwa ayahku keliru telah mewariskan perusahaan ini padaku?” desis Axel. “Yah, benar.” Seorang perempuan menyahuti pertanyaan Axel dengan ketus. “Sudah terlalu banyak skandal yang kau timbulkan, Tuan Axel. Bahkan, sikap aroganmu itu semakin memperburuk nilai penjualan sa
Baca selengkapnya

28| Luka yang Tersembunyi

Niken sengaja merintih dengan lebih keras untuk menarik perhatian Axel. Akhirnya, tatapan marah Axel pada Clarissa teralihkan. “Kau pasti sangat kesakitan? Kita harus ke rumah sakit sekarang juga!” ujar Axel dengan wajah panik. Seluruh warrior yang bertugas sebagai pengawal pribadi Axel dan telah mengamankan wilayah cafe membuka jalan untuk Axel dan Niken. Axel segera meraih bahu Niken setelah membungkus telapak tangan gadis itu yang berdarah dengan sapu tangan. “Haruskah aku menggendongmu?” Axel terlihat panik sekaligus kebingungan. Niken benar-benar merasa canggung dan tak nyaman. Beberapa kali dia melirik pada Clarissa. Niken memutuskan untuk mundur dan menjaga jarak dari Axel. “Aku baik-baik saja, sungguh! Ini hanya luka gores kecil. Aku bisa mengatasinya sendiri. Aku bisa menjelaskan situasi ini padamu dan Clarissa....” Niken diserang panik. Dia khawatir jika hubungan Axel dan Clarissa memburuk akibat dirinya. “Lelucon Apa yang sedang kau mainkan?” Axel tampak kecewa. “Lek
Baca selengkapnya

29| Salju Pertama

Niken dibangunkan oleh salju pertama yang turun di tahun itu titik matanya mengerjap dan melirik pada jendela yang gordennya terbuka. Langit berwarna kelabu. “Tidak!” pekik Niken tiba-tiba sambil duduk tegak di ranjangnya. “Salju? Itu salju?” Rambut gadis itu berantakan dan wajahnya kusut karena baru bangun tidur. “Musim dingin datang lebih cepat daripada yang aku perkirakan,” gumam Niken. “Bagaimana denganku dan bayi ini?” Niken meraba perutnya dan menyapa sang bayi dengan lembut. “Kita harus mencari tempat singgah, bukan?” Niken menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Tempat singgah?” ulang Niken. Niken menatap interior kamar yang kini dia tempati. Kamar bernuansa pastel itu menghangatkan hatinya. Niken juga meraba selimut hangat yang masih menutupi tubuhnya. “Bagaimana aku bisa lupa? Aku tak membutuhkan tempat perlindungan lagi saat ini. Axel Marais sudah menyediakan rumah yang nyaman dan hangat untukku.” Seharusnya, Niken bahagia tapi dia masih tak tenang memiki
Baca selengkapnya

30| Kebohonganmu Terkuak

Axel duduk di tepi ranjang sambil memegangi tangan Niken dan memeriksa denyut nadinya. Pria itu menatap tajam pada Niken. “Apa kau?” “Mampus aku!” pikir Niken. “Dia pasti tahu rahasiaku.” Niken memejamkan mata dan menyembunyikan wajahnya dari Axel. “Kau sedang bercanda?” selidik Axel. “Kau ingin bermain-main denganku? Jadi ini yang kau sembunyikan dariku selama ini?” suara Axel meninggi. Niken ketakutan dan masih memejamkan mata. Perlahan dia mengintip sambil mengucapkan kata maaf dengan sangat lirih, hampir-hampir tak terdengar oleh Axel. “Maafkan aku.” “Maaf? Hanya itu yang bisa kau lakukan?” “Lalu, apa lagi yang bisa aku lakukan? Bahkan minta maaf pun tidak seharusnya aku lakukan. Karena tidak ada yang salah dengan apa yang aku lakukan selama ini terhadap diriku sendiri. Aku hanya mencoba untuk bertahan.” “Kamu mencoba bertahan? Dengan membodohiku seperti ini? Baiklah, kau akan mendapatkan balasannya. Ingat tak ada yang gratis di dunia ini.” Niken membuka mata lebar dan me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status