Home / CEO / Dalam Genggaman CEO Alpha / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dalam Genggaman CEO Alpha: Chapter 31 - Chapter 40

92 Chapters

31| Masa Lalu yang Muncul

Niken berjalan cepat-cepat meninggalkan perempuan yang baru saja tidak sengaja dia tabrak. Niken mencari tempat yang sepi dan terhindar dari pandangan orang-orang untuk menenangkan diri. Ketika lari, sudut mata Niken sempat menangkap pergerakan Carlos dan Marco yang diam-diam mengawasinya sambil berpura-pura berbelanja di salah satu distro. Ketika dua pengawal itu tidak sadar, Niken segera menyelinap pergi dan membaur di antara para pengunjung yang lain. Dia mencapai lift terjauh dan menekan segala angka selama itu bisa membawanya pergi sejauh mungkin dari perempuan yang sebelumnya dia tabrak. “Kenapa dia ada di sini? Dari sekian banyak orang, kenapa aku harus bertemu dia di sini? Dia tidak boleh melihatku.” Di dalam lift Niken sendirian. Cukup lama dia berdiri sampai pintu lift terbuka dan tiba di sebuah lantai yang sepi. Niken baru sadar jika dia sudah sampai di lantai teratas dari gedung mall. Setelah keluar dari lift, tak ada apa-apa lagi selain tangga darurat yang menuju ke r
Read more

32| Tak ada yang Percaya

Axel duduk di salah satu bangku restoran tanpa mengalihkan perhatian dari ponselnya. Berulang kali dia menghubungi Niken, tapi gadis itu tak segera menjawab panggilannya. Sangat jelas terlihat bahwa Axel mulai khawatir. Axel berdiri sambil mengemasi barang-barangnya. Tepat saat dia berbalik, Niken sudah berdiri di belakangnya dengan wajah pucat dan napas terengah-engah. “Kau… membuatku kesal!” Axel mendesis. “Sudah kukatakan untuk....” “Maaf!” Niken memotong perkataan Axel dengan cepat. Dia mengatakannya dengan suara yang terputus-putus dan napas yang masih tersengal-sengal. “Aku sudah berusaha yang terbaik. Aku bahkan berlari cepat-cepat untuk segera datang ke sini.” Axel mengepalkan tangan dan mengayunkan tinjunya ke udara kosong. “Kau mengabaikan panggilanku! Sudah kukatakan untuk….” Belum selesai Axel berbicara, Niken sudah maju beberapa langkah dengan cepat sambil menyodorkan ponsel yang sebelumnya Axel berikan untuknya. Niken mendorong ponsel itu ke dada Axel dengan kasar
Read more

33| Makan Malam Keluarga

“Kau yakin ingin menghadiri acara makan malam keluarga?” Niken baru menyelesaikan riasan terakhirnya dan dia baru akan keluar dari kamar ketika mendengar suara Carlos yang tengah berbicara pada Axel. Gadis itu mematung di balik pintu kamar yang sedikit terbuka. Dia sengaja ingin mendengarkan percakapan antara Axel dengan pengawal pribadinya. “Aku sudah mengira,” pikir Niken. “Kedua pria itu tak hanya sekadar pengawal pribadi dan bosnya. Mereka memiliki hubungan yang jauh lebih dekat dari sekadar rekan kerja.” “Mereka pasti sudah menyiapkan sesuatu yang lebih dari sekadar makan malam keluarga biasa,” ujar Carlos. “Aku tak pernah salah tentang hal-hal seperti ini. Sebaiknya, kau pertimbangkan sekali lagi sebelum memutuskan untuk menghadirinya, Axel.” “Terimakasih atas kekhawatiranmu, Carlos. Seperti yang kau tahu, Celine tak akan berhenti hanya sampai di sini. Lebih cepat mengakhirinya lebih baik. Akan aku tunjukkan siapa yang memimpin permainan.” Suara Axel terdengar dingin. Niken
Read more

34| Kejutan yang Tidak Terduga

"Selamat datang di acara undangan makan malam keluarga besar Marais. Para kolega yang sudah bersedia untuk datang, sekali lagi saya sampaikan terima kasih. Sebelum kita menikmati sajian utama, saya ingin menyambut kedatangan Clarissa Jordan, putri pertama dari keluarga Jordan." Seluruh tamu undangan yang hadir memberikan tepuk tangan dan sambutan yang meriah ketika seorang perempuan cantik mengangkat gelasnya sambil tersenyum. Semua orang tahu bahwa Clarissa baru kembali dari luar negeri untuk proyek terbaru perusahaan mereka. Keluarga Jordan yang menguasai media nasional bahkan kini melebarkan sayap dengan membuka stasiun televisi di luar negeri. "Makan malam ini sekaligus menjadi momen untuk mengukuhkan dua keluarga dalam ikatan yang lebih serius. Dalam waktu sebulan ke depan, pernikahan putra sulung kami, Axel Marais dan putri sulung keluarga Jordan akan segera digelar." Celine dengan bangga melanjutkan sambutannya. Kali ini tepuk tangan terdengar lebih meriah dan heboh dari se
Read more

35| Keputusan yang Berani

Niken mengakhiri penampilannya dengan sangat sempurna dan memukau, tapi dia tak menyadari hal itu. Ketika nada terakhir dari tuts piano selesai dimainkan, Niken sedikit menundukkan wajah. Dia merasa gagal dan malu. Suasana menjadi hening untuk beberapa detik. Seolah-olah semua tamu undangan yang hadir malam itu tersihir oleh penampilannya. Seorang pemuda yang sebelumnya terus melirik ke arah Niken dan Axel, lebih dulu bertepuk tangan. Tepukan tangannya menyadarkan orang-orang. Lalu, mereka semua serempak ikut memberikan tepuk tangan yang meriah untuk penampilan Niken yang memukau. Diam-diam Axel mengembuskan napas lega, meski ketegangan masih melingkupi sekujur tubuhnya. Dia segera maju ke tempat Niken berdiri dan mengulurkan tangan untuk membawa gadis itu kembali ke sisinya. Ketika menggenggam tangan Niken dan memeluk pinggang gadis itu, Axel terlihat begitu posesif. Dia bisa merasakan betapa tubuh Niken bergetar dan menggigil di saat yang bersamaan. Axel sendiri pasti akan merasa
Read more

36| Usaha Tanpa Batas

Niken tak bisa meneruskan kata-katanya. Karena bibir gadis itu sudah dibungkam rapat oleh bibir Axel. Niken terkejut. Namun, tanpa sadar dia juga menerima ciuman itu. Ada tuntutan untuk meminta lebih yang muncul begitu saja dari dasar hatinya yang paling dalam. Pada detik berikutnya, kesadaran Niken yang mengambil alih. Spontan dia mendorong dada Axel agar menjauh dan Niken mulai bernapas dengan terengah-engah. “Apa yang kau lakukan?” gumam Niken dengan wajah merah dan putus asa. Dia meraba bibirnya yang terasa panas dan berdenyut. Aroma Axel masih melekat di sana. Axel sendiri menarik diri. Dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Pria itu mencoba mengalihkan pikiran dengan merapikan dasi dan jasnya yang baik-baik saja lalu duduk dengan tegak. Mobil yang membawa mereka kembali ke apartemen melaju dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba Axel berteriak pada sang sopir agar mempecepat lajunya. “Apa yang aku lakukan?” bisik Axel di antara seringai nakalnya. Dia mengulangi pertanyaan Nik
Read more

37| Louis dan Rencananya

Axel sudah hampir berlari menuju ke balkon kamar Niken ketika dia mendengar suara rintihan. Langkah kaki Axel terhenti dan dia segera menoleh ke atas tempat tidur. Di balik selimut yang bertumpuk dan kusut, Axel melihat Niken sedang meringkuk di sana. Seketika rasa lega membanjiri perasaan Axel. “Apakah dia tidur dalam keadaan jendela terbuka? Dasar gadis gila!” gumam Axel sambil menutup kembali jendela itu dengan rapat. Saat Axel akan melangkah meninggalkan kamar Niken, tiba-tiba dia merasa ragu. Niken sama sekali tidak bereaksi dengan kemunculan Axel. Pria itu berjalan kembali menuju ke ranjang untuk memeriksa keadaan Niken. “Hei, kau baik-baik saja?” Axel menarik selimut yang menutupi tubuh Niken. “Kau terus merintih. Apa semalaman kau tidur dengan jendela terbuka? Apa kau gila?” Axel terkejut melihat penampilan gadis itu di balik selimut. Niken bahkan belum mengganti pakaiannya. Dia masih mengenakan gaun pesta yang sama. Gadis itu hanya meringkuk di ranjang seperti bayi. Kin
Read more

38| Sandiwara yang Buruk

“Mama....” Axel tertidur dengan posisi tubuh bersimpuh ke lantai sedangkan kepala dan tangannya bertumpu pada ranjang Niken. Pria itu tersentak kaget ketika mendengar suara Niken. “Mama... sakit....” Niken merintih dalam tidur. Axel segera duduk tegak. Dia memeriksa keadaan Niken. Mata gadis masih terpejam erat, tapi bibirnya terus bergumam memanggil-manggil sang ibu. Axel mulai panik. Ingin sekali dia mengangkat Niken dan membawanya ke rumah sakit saat itu juga. Akan tetapi, Niken pasti akan marah besar dan mungkin akan melakukan pemberontakan yang lebih keras lagi jika Axel membawanya ke rumah sakit dengan paksa. Axel berjalan mondar-mandir di kamar Niken sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan. Rintihan Niken semakin sering dan gadis itu terlihat sangat kesakitan. Axel mendekat. Ragu-ragu dia mengulurkan tangan untuk meraba kening Niken. “Suhu tubuhnya masih tinggi.” Axel mendesah dan melipat kedua tangan ke dada. Dia marah karena frustrasi dan merasa tak berdaya. Axel
Read more

39| 52 Hari Lagi

Sebelum Axel berjalan mendekat ke arah ranjang, Niken sudah menyibakkan selimut dan melompat turun. Dia berlari meninggalkan kamarnya dan bergegas pergi ke dapur untuk membersihkan kekacauan yang sudah dia buat. Axel Masih berdiri di depan ranjang Niken. Diam-diam dia tertawa melihat tingkah laku Niken yang panik. “Rasakan itu! Jangan coba-coba untuk mempermainkanku,” ujar Axel sambil kembali merapikan pakaiannya. Niken mulai membersihkan dapur. Setelah membuang sampah, dia mencuci piring-piring yang menumpuk di wastafel. Mulutnya terus menggerutu dan mengumpat. Dia kesal pada Axel. Saat Niken membilas piring, tiba-tiba Axel berjalan melewatinya. Gadis itu meletakkan piring dan bersandar dengan satu tangan pada wastafel. Dia pegangi kepalanya dengan tangan yang lain. “Aduh....” rintik Niken. “Kepalaku sakit sekali!” Dia berpura-pura kesakitan di depan Axel. Axel akan mengambil air di kulkas. Mendengar rintihan Niken, dia batal melakukannya. Axel melirik ke arah Niken dengan tata
Read more

40| Kau Akan Melamar Seseorang?

“Aku tak ingin kau pergi!” ujar Axel dengan nada memohon. Pria itu berada di lantai dasar. Dia duduk dalam kegelapan dengan punggung merunduk.Niken terjaga di malam hari. Gadis itu mendengar suara-suara dari lantai dasar dan segera beranjak dari tempat tidur untuk memeriksa. Niken berdiri di bordes lantai dua dan melongok ke bawah.“Axel? Apa yang dilakukan di dalam kegelapan?”Niken tidak tahu kalau Axel sudah kembali ke rumah. Saat Niken kembali dari swalayan dia mendapati rumah dalam keadaan kosong. Niken tertidur untuk beberapa jam.“Aku tak ingin kau pergi. Tak bisakah kau bersamaku?” Axel mengulangi kata-katanya lalu mendesah sambil mengibaskan tangan ke udara. “Aku amat menyukaimu. Aku mencintaimu.”Axel mengucapkan kalimat terakhir dengan nada lebih keras seolah-olah dia sangat menderita. Setelahnya, dia tiba-tiba merasa pusar. Axel mengacak-acak rambutnya sendiri lalu duduk dengan bahu melorot.“Sudah lama aku mencintaimu.” Axel berbicara dengan nada lebih rendah. “Tak bisak
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status