Home / CEO / Dalam Genggaman CEO Alpha / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Dalam Genggaman CEO Alpha: Chapter 41 - Chapter 50

92 Chapters

41| Pertengkaran di Pinggir Jalan

“Kau?” Niken gemetar. Dia bahkan tak berani menyebutkan nama orang itu dengan bibirnya saat ini. “Yah, ini aku!” Ucap pria itu. “Andrew. Mantan kekasihmu.” Dia menyeringai tepat di depan Niken. Niken mundur ketakutan dan menutupkan syal ke mulutnya. “Maaf,” ujar Niken. “Kau pasti salah mengenali orang.” Dia mundur dan cepat-cepat berpaling dari sana. Andrew menarik tangan Niken tepat waktu. Dia cengkeram tangan gadis itu dengan kuat sampai Niken merintih. “Kau tak bisa membodohiku. Kau tak bisa pergi dariku, Niken Raswani!” Andrew juga menarik syal yang menutupi wajah Niken. Gadis itu memucat dan ketakutan. Matanya bertemu dengan mata Andrew. “Lepaskan aku!” ujar Niken sambil menyentak tangan Andrew dari lengannya. “Aku tak ada urusan denganmu. Kau sudah mencampakkanku demi Katty. Kenapa sekarang kau mengikuti dan menggangguku?” Andrew menyeringai. “Jadi ini memang kau! Awalnya, aku pikir Katty mengatakan omong kosong ketika dia berkata melihatmu di pusat perbelanjaan Manhattan
Read more

42| Lamaran yang Keliru

Andrew masih mencengkeram tangan Niken dan tak ada niat untuk melepaskan gadis itu sampai dia mendapatkan apa yang diinginkan. “Lepaskan aku, keparat! Kau pikir bisa memerasku? Jangan bermimpi!” Adrew berdecak. “Lihatlah dirimu sekarang! Kau merasa lebih berani setelah mendapat dukungan para pria kaya yang kau tipu? Kau pikir bisa bersenang-senang sendirian? Aku tahu kau masih mencintaiku, Niken!” Dengan satu tangannya yang bebas, Andrew menarik tas Niken dan memeriksanya dari dekat. Dia menyeringai. “Kau bahkan mengenakan tas seharga ratusan ribu dolar. Kau benar-benar tahu cara bersenang-senang. Gadis murahan. Kau sama seperti ibumu. Pelacur!” “Tidak! Ibuku bukan pelacur!” Niken menjerit seperti orang gila dan terus memberontak untuk membebaskan diri dari Andrew. Wajah Andrew terlihat mulai panik. Dia melirik ke sekitar dan orang-orang mulai memperhatikan mereka. “Aku akan membiarkanmu bebas kali ini. Tapi, ingat, aku akan kembali kapan saja. Dan saat aku kembali, kau harus m
Read more

43| Waktu Berdua yang Singkat

“Apa yang terjadi?” Axel sudah berdiri di depan Niken. Gadis itu masih duduk sendirian di bangku taman dengan wajah tertunduk. Kedua tangannya memeluk dada. Niken menggigil. Axel melihat kerapuhan dan ketakutan pada wajah gadis itu. Axel segera melepas jasnya dan menyelimutkan ke bahu Niken. “Kau baik-baik saja?” Axel berlutut di depan Niken dan memeriksa gadis itu. “Bisa kau bawa aku pergi dari sini?” Suara Niken lirih berusaha menahan tangis. “Yah, tentu saja. Kau bisa berjalan?” Niken mengangguk lemah. Axel membantu gadis itu berdiri dan mereka menuju ke mobil yang diparkir di depan taman. Mereka berkendara dalam keheningan dan kembali ke penthouse Axel yang terletak di lantai 96 di pusat Manhattan. Setibanya mereka di penthouse, Niken masih tetap membisu. Dia bahkan tak menatap Axel sama sekali. “Terimakasih karena sudah datang.” Setelah mengucapkan terima kasih, gadis itu berjalan gontai menuju ke kamarnya.
Read more

44| Skandal Cincin Lamaran

Niken keluar dari mobil begitu Marco menghentikannya di sebuah halaman rumah pantai yang sangat mewah. Gadis itu terkejut bukan main. Dia segera berlari menuju ke halaman rumah yang menyatu dengan pasir pantai. “Ini gila!” seru Niken tak percaya. “Benarkah aku akan tingggal di sini mulai sekarang? Wow, ini menakjubkan. Benar-benar sebuah rumah pantai impian.” Marco yang membantu membawakan barang-barang Niken sudah berdiri di belakang gadis itu. “Masuklah, Nona. Ini kuncinya,” seru Marco. “Bagaimana denganmu?” “Tugasku hanya mengantarmu sampai di sini, Nona. Kau bisa masuk dan beristirahat sampai Tuan datang. Kami juga sudah menempatkan penjaga yang akan mengawasi tempat ini selama 24 jam penuh. Kau tak perlu khawatir tentang keamanan.” “Apa itu artinya kalian hanya memindahkan penjaraku dari penthouse ke rumah pantai ini?” Niken berkata sambil mengangkat sudut bibirnya penuh kebencian. Dia merebut kunci dari tangan Marco denga
Read more

45| Undangan Pesta Peluncuran Majalah Film

Niken mendengar pintu yang terbanting menutup. Dia yakin Axel baru saha meninggalkan rumah. Gadis itu segera menuju ke balkon dan benar-benar melihat Axel tengah berjogging di sepanjang pantai. “Olahraga saat dingin begini?” Niken tiba-tiba memeluk tubuhnya sendiri membayangkan rasa dingin itu. Gadis itu segera berlari menuruni anak tangga menuju ke halaman samping rumah. Saat musim semi atau panas, seharusnya halaman itu ditumbuhi dengan rumput dan bung-bunga yang indah. Niken tidak sabar menantinya. Dia membungkuk mencari cincin yang sebelumnya dilempar oleh Axel ke halaman. Dia menyibak kerikil dan melototi permukaan tanah dengan sangat cermat. “Jika aku bisa menjual cincin berlian itu, setidaknya aku bisa mengurangi utangku padanya.” Niken sangat bersemangat. “Sedang apa kau?” tegur Axel. Niken terlonjak kaget. Dia hampir bersimpuh di permukaan tanah. Niken tidak mengira jika Axel akan kembali secepat itu. “Sedang apa kau?”
Read more

46| Bertemu dengan Louis Marais

Axel tidak mungkin tidak menghadiri undangan acara peluncuran majalah film tersebut. Karena itu adalah undangan Louis Marais, adik tirinya. Axel mengemudikan mobil sampai tiba di sebuah gedung yang difungsikan sebagai peluncuran majalah perfilman. Dia menyerahkan kunci mobil pada seorang bellboy dan bergegas masuk ke lokasi acara. Tepat sebelum sang bellboy membuka pintu dan akan mengantarkan mobil ke tempat parkir, Niken tiba-tiba muncul dari bangku belakang. Sang bellboy terkejut karena melihat seorang perempuan masih tertinggal di bangku belakang mobil. Niken menyeringai dan menjelaskan dengan singkat pada sang bellboy. “Ya, Bosku sedang buru-buru sampai dia meninggalkan aku di sini. Maaf karena mengejutkanmu. Tolong jaga mobilnya. Aku akan menyusul Bos ke dalam,” ujar Niken dengan gugup. Dia takut jika kebohongannya akan terbongkar. Sejak sore, Niken berpura-pura masuk dan mengunci diri di dalam kamar. Tapi sebenarnya diam-diam dia menyelinap ke g
Read more

47| Kontrak Pernikahan

“Axel?” Mereka semua menoleh ke belakang dan melihat Clarissa berdiri di sana dengan gaun putih anggunnya. Clarissa mendekati Axel dan meraih lengan pria itu, tapi Axel menolak dan menepisnya. “Maaf, Clarissa. Sepertinya ada kesalahpahaman di antara kita. Aku ingin meluruskan gosip yang beredar di media saat ini tentang pertunangan kita. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai kekasihku, apalagi menerimamu sebagai tunanganku. Semua itu hanya pendapat ibuku dan asumsimu saja. Selama ini, aku hanya berusaha bersikap sopan terhadapmu.” Wajah Clarissa terlihat memerah karena marah dan juga menahan malu. Dadanya naik turun dengan napas terasa sesak. “Lagi pula, kau sudah mempunyai Louis,” ujar Axel sambil melirik pada adik tirinya. “Kau tahu betapa Louis mencintaimu? Kalian pasangan yang sangat serasi.” Axel mengangkat sudut bibirnya dengan angkuh. “Jadi,” suara Clarissa bergetar. “Itu karena dia? Karena dia mencintaiku?” Perempuan itu langsung beral
Read more

48| Pernikahan Palsu

Keesokan pagi sebelum sarapan, Niken tiba-tiba menyodorkan selembar kertas pada Axel. “Apa ini?” tanya Axel. “Bukannya menyajikan sarapan, kau malah memberiku secarik kertas?” Niken duduk di meja makan di seberang Axel. Dia tersenyum lebar. “Karena ini adalah kawin kontrak, maka kita membutuhkan surat kontrak. Kertas yang kau pegang saat ini adalah surat perjanjian yang sudah aku buat.” Axel sedikit terkejut karena dia tak mengira bahwa Niken akan menerima usulannya untuk kawin kontrak. Sebelum Axel membaca klausa di dalam surat kontrak yang dibuat Niken, gadis itu sudah merebut kontrak itu kembali. Niken tak sabar. Dia mulai membacakan poin-poin penting di dalam kontrak perjanjian yang sudah dia buat. “Pertama, kau harus menghargai privasi dengan menghapus para bodyguard yang akan terus mengawalku dan rumah ini. Kedua, tidak ada kontak fisik. Ketiga, pernikahan ini berlangsung tidak lebih dari tiga bulan.” Niken terdiam. Setidaknya di
Read more

49| Kurir yang Tak Dinginkan

Louis Marais berkunjung ke kantor Axel ketika Axel sedang sibuk dengan pekerjaannya. Louis masuk begitu saja bahkan tanpa membuat janji terlebih dahulu. “Sudah kukatakan untuk–” ujar Axel tanpa mengalihkan perhatian dari dokumen-dokumen yang sedang dia periksa ketika mendengar seseorang melangkah masuk. Axel pikir itu adalah salah satu staf atau asistennya. “Kenapa kau sibuk sekali menjelang hari pernikahanmu, kak?” tegur Louis dengan senyum ceria dan lebarnya. Mendengar dan melihat keberadaan Louis, seketika membuat Axel muak. Dia menutup dokumen-dokumen dan menyingkirkannya. Axel bangkit dari kursi dan mengangkat kedua tangan seolah-olah ingin berkata, ‘Kenapa kau datang ke sini? Apa hanya untuk menggangguku?’ “Oh, ayolah, kakakku tercinta. Kudengar kau akan melangsungkan pernikahan? Kenapa kau masih menyibukkan diri di kantormu? Bukankah kau seharusnya pergi ke salon untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum pesta pernikahan digelar?”
Read more

50| Menukar Bayiku dengan Uang?

Niken mengepel lantai ruang tamu sambil memasak. Gadis itu benar-benar dituntut bekerja keras hingga kelelahan. Karena kesal, dia lemparkan alat pel dan duduk di lantai sambil berselonjor. Beberapa saat kemudian, dia mengentak-entakkan kakinya ke lantai sambil ngedumel. “Kenapa aku harus melakukan semua pekerjaan ini sendirian? Aku sedang hamil. Bahkan aku tidak memiliki waktu untuk diriku sendiri. Sialan! Kenapa aku harus dijadikan pembantu di rumah ini? Aku tidak tahan lagi! Haruskah kuakui kehamilanku agar dia segera melepaskanku? Atau sebaliknya, dia akan memintaku untuk menyingkirkan bayi ini?” Ketika pikiran itu terlintas dalam benak, Niken mulai ketakutan. Dia memeluk perutnya yang mulai sedikit membuncit. “Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Dia tidak boleh menyentuh bayi ini.” Ding. Dong. Niken menoleh ke arah pintu dan bergumam, “Siapa itu yang datang pada jam segini? Seharusnya, baik aku maupun Axel tidak memiliki tamu.” Ding. D
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status