Kian menggelengkan kepalanya. Kesabarannya entah menguap ke mana, ia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Laureta. Ia menarik napasnya dalam-dalam.“Ya sudah, sudah. Lagi pula sudah terjadi. Lain kali, kalau ada apa-apa, kamu harus …, wajib memberitahuku semuanya! Jangan ada yang kamu sembunyikan dariku, oke?! Aku tidak mau kamu memberiku kejutan atau semacamnya! Aku hanya ingin kamu selamat dan juga bayi kita! Sekarang sudah terlambat.”Laureta tersedu-sedu, masih tidak mau menatap Kian sama sekali. Kian pun tak tahu harus berbuat apa lagi. Ia mengambil botol mineral dari nakas, lalu memberinya sedotan.“Kamu mau minum?” tanya Kian.“Tidak! Aku tidak mau!” bentak Laureta.“Kamu mau minum dari minuman yang diberikan Erwin! Kenapa kalau aku yang berikan padamu, kamu tidak mau?! Apa kamu masih mencintai Erwin? Dia telah menolongmu tadi malam. Oh, jadi karena itu kamu tidak menginginkan kehadiranku di sini? Kamu tidak mau aku yang mengurusmu, begitu?”“Hentikan, Kian!” seru Laureta
Baca selengkapnya