“Wah, wah, wah!” seru Adinda.“A-ada apa?” tanya Helga bingung.“Dasar wanita jalang!” serbu Adinda yang hendak menyerang Helga.Dengan langkah panjang-panjang, Kian langsung menghadang jalan Adinda. Adiknya itu sampai menabrak dada Kian. Segera saja Kian memeluk adiknya.“Jangan, Dinda! Aku mohon, cukup! Aku tidak ingin sampai terjadi keributan di sini! Kita bisa bicara baik-baik!”“Dasar wanita tidak tahu malu! Murahan!” teriak Adinda. Adiknya itu berusaha melepaskan diri dari kekangan Kian sambil melompat-lompat. “Pergi kamu dari kehidupan kakakku! Jangan lagi ganggu rumah tangga orang!”“Dinda! Cukup!” seru Kian. Lalu ia menoleh pada Helga. “Ayo pergi sekarang! Pergi!”Helga tidak balas berkata apa-apa. Ia hanya melotot, lalu pergi dengan langkah yang cepat.“Kenapa Kakak malah menahanku! Aku akan menghajarnya sampai babak belur!” teriak Adinda.“Cukup, Dinda!” Kian menutup mulut Adinda dengan sebelah tangannya, tapi kemudian Kian langsung melepaskannya karena terkejut. Adinda men
Laureta tersenyum, tapi alisnya masih bertautan. “Oh ya? Aku merasa tersanjung.”“Aku serius,” ujar Kian. Suaranya begitu dalam dan ngebass. Mendengar suara Kian saja sudah membuat jantung Laureta berdegup kencang.Lampu mulai dipadamkan. Mereka pun duduk dan menatap ke arah aquarium. Suara musik yang keras membahana. Sang pembawa acara memasuki panggung dan menyapa para penonton.Kemudian kedua putri duyung memasuki aquarium dan melambai sambil memberi kecupan jarak jauh. Semua orang langsung bertepuk tangan riuh. Laureta ikut bertepuk tangan keras.Ini adalah pertama kalinya ia menonton pertunjukkan putri duyung. Mereka terlihat sangat cantik dalam balutan gaun putri duyung. Yang satu berwarna merah dan satu lagi berwarna hijau. Rambutnya berwarna keemasan dan sangat panjang, berkibar-kibar di dalam air.Kedua putri duyung itu menari-nari di dalam air, bergerak ke sana ke sini dengan anggun. Ekornya yang keemasan berkilau terkena cahaya lampu, terlihat begitu indah seperti ikan sung
Mata Kian semakin melebar. Ekspresinya berubah. “Kenapa kamu berkata seperti itu?”“Sudahlah. Aku sudah tahu. Sejak awal, kamu memang tidak mencintaiku. Kamu bersikap baik dan manis padaku hanya di depan keluargamu saja. Kamu sempat merasa kalau aku mencintaimu, jadi kamu tersentuh. Tapi sebenarnya hatimu tidak pernah jadi milikku. Seperti perjanjian awal kita, kita menikah karena kamu ingin supaya aku melahirkan seorang anak laki-laki untukmu. Sayangnya, badanku tidak sekuat itu.”“Ini bukan tentang hal itu!” seru Kian tiba-tiba hingga Laureta terkejut.Laureta membuka mulutnya untuk bicara, tapi Kian mengangkat tangannya.“Jangan membuat asumsi sendiri, Laura. Aku tidak suka. Itu sama sekali tidak benar. Aku tidak pernah ingin bercerai denganmu.”“Lalu untuk apa kamu masih mempertahankanku sebagai istrimu? Buktinya kamu masih bertemu dengan Helga. Ada sesuatu hal yang tidak bisa kamu hilangkan sepenuhnya darinya. Dia sepertinya selalu ada dalam bayang-bayang pikiranmu.”Kian meringi
“Apa yang kamu lakukan?!” teriak Laureta yang tenggorokannya perih karena sejak tadi berteriak-teriak terus.Kian menunduk dengan wajah pucat dan ia jelas tidak tampak seperti Kian yang Laureta kenal. Awal ia bertemu dengan pria itu, ia ingat bahwa Kian adalah pria sombong yang menjunjung tinggi statusnya dan menyelesaikan segala perkara cukup dengan uang saja.Lalu Laureta dipaksa untuk menikah dengannya karena sebuah kondisi di mana Laureta tak sanggup membayar utang ayahnya. Namun, bukan berarti jika ia tidak bisa membayar utang, maka Kian boleh bertindak sesuka hatinya.Haruskah Kian mempermainkan perasaannya terus menerus? Lalu pria itu berlutut di hadapannya. Laureta benar-benar bingung dan tak tahu harus bagaimana bersikap.“Berdiri!” Laureta menarik tangan Kian, tapi pria itu mengeraskan dirinya. “Aku bilang berdiri! Tidak usah berlutut di hadapanku! Aku tidak mau!”“Aku tidak akan berdiri sampai kamu memaafkanku!” ujar Kian dengan nada tegas yang tidak bisa dibantah.Laureta
Jika memang harus berlutut, Kian akan berlutut. Apa pun akan ia lakukan untuk bisa mendapatkan hati Laureta kembali. Jika ditanya, apakah ia sudah gila? Ya, Kian memang sudah gila.Godaan itu datang ketika ia lengah. Kian memang menyalahkan Laureta karena istrinya itu tidak memberinya jatah selama dua bulan lebih.Andai kata ia mengemis, mungkin ia bisa mendapatkannya. Hanya saja, bukan karena soal mengemis, tapi Laureta sedang berduka dan kepedihannya itu benar-benar terasa nyata dan mendalam.Kian tak mungkin melakukannya dengan Laureta dalam keadaan seperti itu. Ia memang sangat membutuhkannya, bahkan semua pria di dunia ini sama. Lantas apa lagi yang harus ia lakukan? Menunggu sampai Laureta mau?Kemudian tiba-tiba Helga datang dan menawarkan diri dengan senang hati. Kian pun jatuh dalam dosa. Semudah itu ia tergoda. Betapa lemah imannya.Malam itu, Kian dan Laureta pulang ke rumah. Ia baru saja memarkirkan mobilnya. Lalu ia melihat Erwin dan R
Kian terkejut mendengar ucapan Laureta. Bagaimana bisa istrinya itu menyalahkan dirinya sendiri?“Jangan, jangan. Memang aku yang salah karena tidak bisa menguasai diriku sendiri dari tindakan dosa itu. Itu murni kesalahanku.”“Aku yang telah membuatmu jadi seperti itu,” ujar Laureta tegas. “Kalau saja aku bisa melupakan kejadian itu, aku mungkin tidak perlu berlarut-larut terus dalam kesedihanku. Maafkan aku, Kian.”Kian menatap Laureta tak percaya. Wanita yang ada di hadapannya ini memang wanita luar biasa. Di tengah kepedihannya karena kehilangan anaknya, lalu Kian mengaku telah berselingkuh dengan Helga, Kian bahkan sempat menyalahkannya atas semua ini, lalu kini Laureta mau berkata maaf.Sungguh, Kian terkesima menatap Laureta. Tak pernah ada dalam dunia ini, ada wanita yang mau mengakui kesalahannya di saat yang berat seperti ini.Kian benar-benar sedang menatap seorang malaikat yang Tuhan kirim da
Sesungguhnya, tidak perlu menunggu sampai satu bulan hingga Laureta mau memaafkan dirinya dan menghapus hukumannya. Jujur saja, sebenarnya Kian merasa tidak pantas. Ia adalah suami yang berengsek karena tidak bisa menjaga dirinya dengan baik.Sudah berkali-kali ia dicobai dan berhasil menyingkirkan Helga. Namun, begitu wanita itu tidak mengejarnya lagi, ia justru merasa dirinya seperti yang ditantang. Dan ternyata semudah itu Kian jatuh dalam dosa.Ia berusaha menguatkan dirinya, tapi cobaan itu terlalu kuat. Ternyata Kian membutuhkan Helga. Dalam hatinya, ia masih belum bisa melupakan wanita itu.Namun, setelah Adinda menamparnya dengan keras, maka ia pun tersadar. Ia mulai mempertanyakan dalam dirinya, hal apa yang sebenarnya ia cari dalam hidupnya.Kian pun tidak ingin berlabuh ke tempat yang lain lagi selain pada Laureta. Ia tidak ingin menikah lagi selain dengan Laureta. Sudah cukup permainannya selama ini dengan Helga. Yang lama biarlah usai, tak perlu ia cari lagi, tak perlu ia
Tak mudah bagi Adinda untuk memaafkan Kian, kakaknya. Baginya, pria yang berselingkuh dari istrinya itu adalah pria yang paling bejat di dunia. Di antara semua pria di bumi, mengapa harus Kian yang menjadi salah satu pria yang berselingkuh.Kian adalah kakaknya yang paling ia sayangi di antara semuanya. Dan justru Kian yang menyakiti hatinya begitu dalam. Ia merasa seperti suaminya sendiri yang berselingkuh. Semenjak kejadian hari itu, Adinda jadi menaruh curiga pada suaminya. Semua itu salah Kian.Beruntung, Andre adalah suami yang sangat baik. Suaminya tidak pernah mengeluh meski Adinda meminta ponselnya untuk mengecek semua pesan, galeri, dan sosial medianya. Dengan santai, Andre menyerahkan kata sandi ponselnya. Bahkan semua urusan kartu ATM dan kartu kredit, Adinda yang memegangnya.Sungguh, ia sama sekali tidak perlu mencurigai suaminya karena suaminya adalah pria yang bisa dipercaya. Adinda pikir, ia pun bisa mempercayai kakaknya tersayang, ternyata tidak.Sudah berbulan-bulan