Mata Kian semakin melebar. Ekspresinya berubah. “Kenapa kamu berkata seperti itu?”“Sudahlah. Aku sudah tahu. Sejak awal, kamu memang tidak mencintaiku. Kamu bersikap baik dan manis padaku hanya di depan keluargamu saja. Kamu sempat merasa kalau aku mencintaimu, jadi kamu tersentuh. Tapi sebenarnya hatimu tidak pernah jadi milikku. Seperti perjanjian awal kita, kita menikah karena kamu ingin supaya aku melahirkan seorang anak laki-laki untukmu. Sayangnya, badanku tidak sekuat itu.”“Ini bukan tentang hal itu!” seru Kian tiba-tiba hingga Laureta terkejut.Laureta membuka mulutnya untuk bicara, tapi Kian mengangkat tangannya.“Jangan membuat asumsi sendiri, Laura. Aku tidak suka. Itu sama sekali tidak benar. Aku tidak pernah ingin bercerai denganmu.”“Lalu untuk apa kamu masih mempertahankanku sebagai istrimu? Buktinya kamu masih bertemu dengan Helga. Ada sesuatu hal yang tidak bisa kamu hilangkan sepenuhnya darinya. Dia sepertinya selalu ada dalam bayang-bayang pikiranmu.”Kian meringi
“Apa yang kamu lakukan?!” teriak Laureta yang tenggorokannya perih karena sejak tadi berteriak-teriak terus.Kian menunduk dengan wajah pucat dan ia jelas tidak tampak seperti Kian yang Laureta kenal. Awal ia bertemu dengan pria itu, ia ingat bahwa Kian adalah pria sombong yang menjunjung tinggi statusnya dan menyelesaikan segala perkara cukup dengan uang saja.Lalu Laureta dipaksa untuk menikah dengannya karena sebuah kondisi di mana Laureta tak sanggup membayar utang ayahnya. Namun, bukan berarti jika ia tidak bisa membayar utang, maka Kian boleh bertindak sesuka hatinya.Haruskah Kian mempermainkan perasaannya terus menerus? Lalu pria itu berlutut di hadapannya. Laureta benar-benar bingung dan tak tahu harus bagaimana bersikap.“Berdiri!” Laureta menarik tangan Kian, tapi pria itu mengeraskan dirinya. “Aku bilang berdiri! Tidak usah berlutut di hadapanku! Aku tidak mau!”“Aku tidak akan berdiri sampai kamu memaafkanku!” ujar Kian dengan nada tegas yang tidak bisa dibantah.Laureta
Jika memang harus berlutut, Kian akan berlutut. Apa pun akan ia lakukan untuk bisa mendapatkan hati Laureta kembali. Jika ditanya, apakah ia sudah gila? Ya, Kian memang sudah gila.Godaan itu datang ketika ia lengah. Kian memang menyalahkan Laureta karena istrinya itu tidak memberinya jatah selama dua bulan lebih.Andai kata ia mengemis, mungkin ia bisa mendapatkannya. Hanya saja, bukan karena soal mengemis, tapi Laureta sedang berduka dan kepedihannya itu benar-benar terasa nyata dan mendalam.Kian tak mungkin melakukannya dengan Laureta dalam keadaan seperti itu. Ia memang sangat membutuhkannya, bahkan semua pria di dunia ini sama. Lantas apa lagi yang harus ia lakukan? Menunggu sampai Laureta mau?Kemudian tiba-tiba Helga datang dan menawarkan diri dengan senang hati. Kian pun jatuh dalam dosa. Semudah itu ia tergoda. Betapa lemah imannya.Malam itu, Kian dan Laureta pulang ke rumah. Ia baru saja memarkirkan mobilnya. Lalu ia melihat Erwin dan R
Kian terkejut mendengar ucapan Laureta. Bagaimana bisa istrinya itu menyalahkan dirinya sendiri?“Jangan, jangan. Memang aku yang salah karena tidak bisa menguasai diriku sendiri dari tindakan dosa itu. Itu murni kesalahanku.”“Aku yang telah membuatmu jadi seperti itu,” ujar Laureta tegas. “Kalau saja aku bisa melupakan kejadian itu, aku mungkin tidak perlu berlarut-larut terus dalam kesedihanku. Maafkan aku, Kian.”Kian menatap Laureta tak percaya. Wanita yang ada di hadapannya ini memang wanita luar biasa. Di tengah kepedihannya karena kehilangan anaknya, lalu Kian mengaku telah berselingkuh dengan Helga, Kian bahkan sempat menyalahkannya atas semua ini, lalu kini Laureta mau berkata maaf.Sungguh, Kian terkesima menatap Laureta. Tak pernah ada dalam dunia ini, ada wanita yang mau mengakui kesalahannya di saat yang berat seperti ini.Kian benar-benar sedang menatap seorang malaikat yang Tuhan kirim da
Sesungguhnya, tidak perlu menunggu sampai satu bulan hingga Laureta mau memaafkan dirinya dan menghapus hukumannya. Jujur saja, sebenarnya Kian merasa tidak pantas. Ia adalah suami yang berengsek karena tidak bisa menjaga dirinya dengan baik.Sudah berkali-kali ia dicobai dan berhasil menyingkirkan Helga. Namun, begitu wanita itu tidak mengejarnya lagi, ia justru merasa dirinya seperti yang ditantang. Dan ternyata semudah itu Kian jatuh dalam dosa.Ia berusaha menguatkan dirinya, tapi cobaan itu terlalu kuat. Ternyata Kian membutuhkan Helga. Dalam hatinya, ia masih belum bisa melupakan wanita itu.Namun, setelah Adinda menamparnya dengan keras, maka ia pun tersadar. Ia mulai mempertanyakan dalam dirinya, hal apa yang sebenarnya ia cari dalam hidupnya.Kian pun tidak ingin berlabuh ke tempat yang lain lagi selain pada Laureta. Ia tidak ingin menikah lagi selain dengan Laureta. Sudah cukup permainannya selama ini dengan Helga. Yang lama biarlah usai, tak perlu ia cari lagi, tak perlu ia
Tak mudah bagi Adinda untuk memaafkan Kian, kakaknya. Baginya, pria yang berselingkuh dari istrinya itu adalah pria yang paling bejat di dunia. Di antara semua pria di bumi, mengapa harus Kian yang menjadi salah satu pria yang berselingkuh.Kian adalah kakaknya yang paling ia sayangi di antara semuanya. Dan justru Kian yang menyakiti hatinya begitu dalam. Ia merasa seperti suaminya sendiri yang berselingkuh. Semenjak kejadian hari itu, Adinda jadi menaruh curiga pada suaminya. Semua itu salah Kian.Beruntung, Andre adalah suami yang sangat baik. Suaminya tidak pernah mengeluh meski Adinda meminta ponselnya untuk mengecek semua pesan, galeri, dan sosial medianya. Dengan santai, Andre menyerahkan kata sandi ponselnya. Bahkan semua urusan kartu ATM dan kartu kredit, Adinda yang memegangnya.Sungguh, ia sama sekali tidak perlu mencurigai suaminya karena suaminya adalah pria yang bisa dipercaya. Adinda pikir, ia pun bisa mempercayai kakaknya tersayang, ternyata tidak.Sudah berbulan-bulan
“Ada apa, Ma? Kenapa wajahmu tertekuk begitu?” tanya Andre pada Adinda.“A-aku …, aku baru saja bertemu dengan sekretarisnya Kak Kian,” jawab Adinda sambil duduk dengan wajah tegang.“Oh, siapa namanya? Hmmm, Clara bukan ya?”“Ya, betul. Namanya Clara.”Andre mengangguk, lalu ia menautkan alisnya. “Lalu kenapa? Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja, Ma?”“Pa, sepertinya aku harus bertemu dengan Kak Marisa.” Lalu Adinda menoleh pada suaminya. “Clara memberiku surat ini.”Adinda menunjukkan surat itu pada suaminya. Seketika Andre pun terkejut setelah membacanya.“Mama yakin surat ini asli?!” seru Andre.“Yakin sekali. Itu adalah tulisan tangannya Kak Kian.”“Wah! Berarti selama ini, Kak Kian dan Laureta itu hanya nikah kontrak?”Adinda menatap Andre seperti ia tidak pernah menatap suaminya sebelumnya. “Jadi, itu sebabnya Kak Kian berselingkuh dengan wanita itu. Hmmm.”“Selingkuh?” Andre meremas tangan Adinda. “Yang benar, Ma kalau bicara. Kak Kian selingkuh dengan siapa?”Adinda men
Tangan Elisa masih terasa sakit setelah Laureta memelintir tangannya. Ia kesal bukan main. Hari itu juga, ia langsung menagih janji Clara yang akan memberikan surat perjanjian pernikahan Kian dan Laureta.Satu-satunya jalan supaya wanita itu mau bergerak adalah dengan mengancamnya. Kali ini, cara Elisa sepertinya berhasil.Clara benar-benar datang ke tempat ini. Elisa sudah menunggunya sejak tadi. Ia menatap Clara dari bawah ke atas, memperhatikan saat wanita itu memasuki ruangan privat di restoran itu. Elisa tidak mau ambil resiko. Lebih baik mereka bertemu di tempat yang tertutup.Wajah Clara tampak pucat pasi. Ia seperti orang yang sakit. Wanita itu pasti ketakutan karena Elisa telah mengancamnya. Sebenarnya, Elisa tidak pernah benar-benar berniat untuk menyakiti apalagi membunuh ibunya Clara. Semua itu hanya omong kosong. Lucunya, Clara mempercayai kata-kata Elisa.“Bu,” sapa Clara sambil mengangguk.Elisa menyeringai. Ia menyipitkan matanya sambil menatap Clara tajam. Wanita itu