Rahasia yang seharusnya tidak pernah ada di antara Laureta dan Kian, tapi Laureta jadikan hal itu sebagai tempat perlindungan. Ia tahu jika hal itu salah.Laureta tetap bungkam akan kasus Elisa yang pernah menyerangnya waktu itu hingga keguguran. Mungkin memang bukan sepenuhnya salah Elisa. Pagi harinya, ia memang merasa seperti ada flek kecoklatan yang keluar. Namun, karena fleknya hanya sedikit, Laureta pun mengabaikannya.Namun, tekanan yang ia terima di dalam hati dan perasaannya atas perbuatan kasar Elisa membuatnya tak tahan lagi. Akhirnya, janinnya pun harus dikeluarkan dari tubuhnya melalui operasi kuret.Butuh waktu dua minggu hingga tubuhnya kembali pulih ke kondisi semula. Namun, hingga sekarang sudah dua bulan lebih, hati dan perasaan Laureta masih belum juga pulih sama sekali. Rasa perih itu masih tersemat di dadanya seakan ia akan terus berduka seumur hidupnya.Tak ada satu ibu pun di dunia ini yang tidak berduka kehilangan anaknya meski masih dalam bentuk janin yang san
Lalu Laureta mengecek seluruh kolong ranjang dan akhirnya ia menemukan kotak itu berada di bagian kolong kaki ranjang. Laureta mengambil kotak itu dan berdiri untuk mengeceknya.Sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin kotaknya bergeser sampai sejauh itu? Seingatnya, ia menaruhnya di tengah-tengah. Lalu ia membuka kotaknya dan melihat posisi alat tes kehamilannya pun terbalik.Seseorang pasti ada yang mengambi, lalu membuka isinya, tapi terlalu ceroboh untuk mengembalikannya ke posisi semula. Siapa yang berani melakukan hal ini? Hanya para pelayan yang pernah keluar masuk kamarnya.Orang yang paling sering ke kamarnya adalah si pelayan muda bernama Indah. Laureta geram sekali. Ia harus menanyakan hal ini pada gadis itu sebelum emosinya benar-benar meledak.Jadi, Laureta pun keluar dari kamar dan mencari Indah. Ia berkeliling ke tempat di mana para pelayan biasanya bekerja. Lalu ia melihat Indah sedang mengelap kaca di dekat jendela taman. Tanpa banyak
Ramainya para pengunjung restoran, membuat Kian enggan untuk duduk berlama-lama di sini. Ia pun memilih untuk memesan tempat privat. Untuk kesekian kalinya, Kian merasa waswas setiap kali berbuat seperti ini.Dosanya semakin lama semakin menumpuk. Berkali-kali ia mencoba untuk bertobat, tapi berkali-kali pula ia jatuh. Begitu ia melakukannya sekali, lantas ia melakukannya untuk kedua kalinya dan seterusnya.Duduk diam di ruangan privat pun tidak membuatnya merasa lebih baik. Seharusnya Kian pergi dari sini, tapi ia sudah terlanjur berjanji untuk menemuinya.Kian bingung harus bagaimana. Ia pun bangkit berdiri dan membuka pintu untuk pergi. Namun, seseorang menghalangi jalannya.Helga tersenyum padanya dan mendorong Kian untuk masuk. “Maaf, aku terlambat. Jalanan agak macet. Apa kamu sudah menungguku lama? Sudah pesan sesuatu?”Kian pun tak sanggup pergi dari sini. Dengan patuh ia duduk kembali ke kursinya.“Aku baru beberapa menit tiba di sini. Hmmm, kamu mau memesan apa?”“Apa saja y
Kian ingin melepaskan lagi celananya dan memasukkan miliknya ke dalam tubuh Helga. Namun, ia harus makan. Ia masih punya waktu beberapa jam hingga pertunjukkan putri duyung nanti sore.Usai makan, Kian buru-buru membawa Helga pergi untuk check in ke sebuah hotel yang cukup bagus, tapi tidak terlalu ramai. Lagi pula ini bukan hari libur nasional, jadi kondisi mereka cukup aman untuk check in.Begitu masuk ke dalam kamar, Kian langsung menggendong Helga dan mendudukkannya di meja. Buru-buru ia melepaskan kancing kemejanya. Lalu ia menarik lepas blouse Helga dan melemparnya ke sofa.Dibukanya kaitan bra Helga hingga wanita itu bertelanjang dada. Helga tertawa-tawa melihat sikap Kian yang tak sabaran. Diciumnya dan dijilatnya payudara Helga hingga wanita itu mendesah bahkan lebih keras saat tadi di restoran.Kian buru-buru mengangkat rok Helga dan menarik lepas celana dalamnya yang lembab. Milik Helga sudah becek dan mungkin lebih becek dari sebelumnya.Ia memasukkan jari tengahnya ke dal
“Wah, wah, wah!” seru Adinda.“A-ada apa?” tanya Helga bingung.“Dasar wanita jalang!” serbu Adinda yang hendak menyerang Helga.Dengan langkah panjang-panjang, Kian langsung menghadang jalan Adinda. Adiknya itu sampai menabrak dada Kian. Segera saja Kian memeluk adiknya.“Jangan, Dinda! Aku mohon, cukup! Aku tidak ingin sampai terjadi keributan di sini! Kita bisa bicara baik-baik!”“Dasar wanita tidak tahu malu! Murahan!” teriak Adinda. Adiknya itu berusaha melepaskan diri dari kekangan Kian sambil melompat-lompat. “Pergi kamu dari kehidupan kakakku! Jangan lagi ganggu rumah tangga orang!”“Dinda! Cukup!” seru Kian. Lalu ia menoleh pada Helga. “Ayo pergi sekarang! Pergi!”Helga tidak balas berkata apa-apa. Ia hanya melotot, lalu pergi dengan langkah yang cepat.“Kenapa Kakak malah menahanku! Aku akan menghajarnya sampai babak belur!” teriak Adinda.“Cukup, Dinda!” Kian menutup mulut Adinda dengan sebelah tangannya, tapi kemudian Kian langsung melepaskannya karena terkejut. Adinda men
Laureta tersenyum, tapi alisnya masih bertautan. “Oh ya? Aku merasa tersanjung.”“Aku serius,” ujar Kian. Suaranya begitu dalam dan ngebass. Mendengar suara Kian saja sudah membuat jantung Laureta berdegup kencang.Lampu mulai dipadamkan. Mereka pun duduk dan menatap ke arah aquarium. Suara musik yang keras membahana. Sang pembawa acara memasuki panggung dan menyapa para penonton.Kemudian kedua putri duyung memasuki aquarium dan melambai sambil memberi kecupan jarak jauh. Semua orang langsung bertepuk tangan riuh. Laureta ikut bertepuk tangan keras.Ini adalah pertama kalinya ia menonton pertunjukkan putri duyung. Mereka terlihat sangat cantik dalam balutan gaun putri duyung. Yang satu berwarna merah dan satu lagi berwarna hijau. Rambutnya berwarna keemasan dan sangat panjang, berkibar-kibar di dalam air.Kedua putri duyung itu menari-nari di dalam air, bergerak ke sana ke sini dengan anggun. Ekornya yang keemasan berkilau terkena cahaya lampu, terlihat begitu indah seperti ikan sung
Mata Kian semakin melebar. Ekspresinya berubah. “Kenapa kamu berkata seperti itu?”“Sudahlah. Aku sudah tahu. Sejak awal, kamu memang tidak mencintaiku. Kamu bersikap baik dan manis padaku hanya di depan keluargamu saja. Kamu sempat merasa kalau aku mencintaimu, jadi kamu tersentuh. Tapi sebenarnya hatimu tidak pernah jadi milikku. Seperti perjanjian awal kita, kita menikah karena kamu ingin supaya aku melahirkan seorang anak laki-laki untukmu. Sayangnya, badanku tidak sekuat itu.”“Ini bukan tentang hal itu!” seru Kian tiba-tiba hingga Laureta terkejut.Laureta membuka mulutnya untuk bicara, tapi Kian mengangkat tangannya.“Jangan membuat asumsi sendiri, Laura. Aku tidak suka. Itu sama sekali tidak benar. Aku tidak pernah ingin bercerai denganmu.”“Lalu untuk apa kamu masih mempertahankanku sebagai istrimu? Buktinya kamu masih bertemu dengan Helga. Ada sesuatu hal yang tidak bisa kamu hilangkan sepenuhnya darinya. Dia sepertinya selalu ada dalam bayang-bayang pikiranmu.”Kian meringi
“Apa yang kamu lakukan?!” teriak Laureta yang tenggorokannya perih karena sejak tadi berteriak-teriak terus.Kian menunduk dengan wajah pucat dan ia jelas tidak tampak seperti Kian yang Laureta kenal. Awal ia bertemu dengan pria itu, ia ingat bahwa Kian adalah pria sombong yang menjunjung tinggi statusnya dan menyelesaikan segala perkara cukup dengan uang saja.Lalu Laureta dipaksa untuk menikah dengannya karena sebuah kondisi di mana Laureta tak sanggup membayar utang ayahnya. Namun, bukan berarti jika ia tidak bisa membayar utang, maka Kian boleh bertindak sesuka hatinya.Haruskah Kian mempermainkan perasaannya terus menerus? Lalu pria itu berlutut di hadapannya. Laureta benar-benar bingung dan tak tahu harus bagaimana bersikap.“Berdiri!” Laureta menarik tangan Kian, tapi pria itu mengeraskan dirinya. “Aku bilang berdiri! Tidak usah berlutut di hadapanku! Aku tidak mau!”“Aku tidak akan berdiri sampai kamu memaafkanku!” ujar Kian dengan nada tegas yang tidak bisa dibantah.Laureta