Tarikan tangan itu terlepas. Tak hanya aku yang kebingungan, tetapi Mas Samuel juga. Aku melihat dengan jelas perempuan dengan kursi roda itu berjalan ke arah kami. Itu Mbak Kinan. Aku yakin betul. Namun, apa yang terjadi? Mengapa perempuan itu ada di sini? Belum sempat Mbak Kinan sampai di hadapan kami, Mas Samuel sudah lebih dulu menghampiri. Aku terdiam. Mereka seperti pasangan suami-istri, antara khawatir dan rindu dalam satu waktu. “Mas Samuel,” panggil Mbak Kinan. Mas Samuel berjongkok, pria itu terlihat khawatir. “Kondisi kamu belum pulih, kenapa ke sini?” “Aku udah sehat, Mas. Liat, aku udah bisa keluar. Kamu seneng nggk?” Aku tak bisa melihat betul ekspresi apa yang Mas Samuel tampilkan ketika pertanyaan penuh harapan itu terlontar dari mulut Mbak Kinan. Namun, aku menyadari satu hal bahwa Mbak Kinan terlalu sulit digantikan. “Lain kali kalau Kinan minta keluar, tolong kabarin saya, Nia.”Suster Nia pun mengangguk. “Baik, Pak.” “Aku mau ikut rapat, Mas.” Aku
Read more