Home / Romansa / Gairah Paman Sahabatku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Gairah Paman Sahabatku: Chapter 41 - Chapter 50

93 Chapters

42. pengakuan demi pengakuan

"Alice," Aku mematung saat James memanggil namaku dengan lantang. Darah berdesir hingga membuat wajahku panas dan memerah. Dengan perlahan aku menoleh lebih karena kesopanan."Ya?""Sudah lama kita tidak berjumpa, bisa makan siang bersama nanti?" tanya James sedikit menekan setiap kata-katanya.Aku menghela nafas, "tapi aku datang bersama teman-temanku, tidak mungkin meninggalkan mereka," "Aku tidak bilang kita hanya berdua, Alice," senyuman James mengembang begitu lebarnya.Aku menutup setengah wajahku karena malu. Benar juga ya? Bukankah dia bilang makan bersama bukan makan berdua?.Astaga.. Astaga!!!Aku jadi salah tingkah, semua mata tertuju padaku. Untungnya teman-temanku bukan tipe penggosip. Untuk menjaga harga diri, aku mencoba tersenyum kecut."Itu yang aku maksud tuan Peterson, aku hanya menguji keroyalanmu," kilahku percaya diri.James mengerling padaku, "tentu saja nona muda, kau mendapatkan apa yang kau inginkan," Mr. Rubber menatapku dengan mata melotot. Dia memang ti
last updateLast Updated : 2024-01-14
Read more

42. Potret memalukan

Aku melihat kearah yang ditunjuk Carolina. Dan itu pintu keluar. "Aku akan tunjukkan, ayo," Carolina menarik tanganku dengan kegembiraan meluap-luap. Sementara aku seperti orang-orangan sawah.Entah kemana perginya James. Semua karyawannya sedang menikmati makan siang bersama sambil bercengkerama. Saat aku keluar bersama Carolina, mereka melihat kami dengan pandangan aneh.Aku mengalihkan pandangan seraya memperhatikan setiap detail kantor itu. Kami berjalan menyusuri area kantor yang cukup padat tapi memiliki banyak sudut untuk bersantai.Jika kebanyakan kantor memiliki sekat-sekat yang saling terhubung, kantor ini berbeda. Sekat dihilangkan, dan semua karyawan bebas berinteraksi dengan yang lainnya. Terdapat karpet lantai yang aku rasa, jika mereka pegal bisa langsung rebahan disana. Kantor ini lebih mirip playground bagiku. Menyenangkan untuk dilihat.Untuk mengimbangi area terbuka, dinding-dinding kantor itu dibuat klimis berwarna putih tulang. Tidak ada satupun pajangan, lukisa
last updateLast Updated : 2024-01-15
Read more

43. undangan

"Kau mencariku?" Tepat saat aku merasa lega, dia menghancurkannya. Untuk apa dia berdiri di dekat parkiran mobil kami? . Dengan kesal aku mengabaikannya.Mr. Rubber menghalangi jalanku dan melotot, "mungkin Mr. Peterson butuh bantuanmu, Alice," "Apa? Dia tidak butuh bantuanku," "Sebenarnya Mr. Rubber, aku ingin menemui anda," timpal James seolah ingin jadi pahlawan.Mr. Rubber memerah dan merasa tersanjung. Dengan cepat dia turun dari bus dan menghampiri James. "Kalian boleh pulang tanpanya, aku yang akan mengantarnya pulang," kata James padaku.Aku hanya mengangguk dan memberitahu supir kami. Aku tidak menoleh lagi ke arah James dan mengambil kursi dekat jendela dengan Luna disampingku."Aku baru saja bertanya pada teman kantorku, dan benar saja," ujar Luna mengipasi wajahnya."Apanya?""James memang atasanku," Aku memutar bola mataku, "tentu saja, Luna. Dimana lagi kau bisa menemukan kantor berisi blonde? Jelaslah pemiliknya satu orang," "Aku jadi merasa bersalah padamu, Alice
last updateLast Updated : 2024-01-19
Read more

44. Tragedi

"Sejak kapan kau melakukan itu?" tanyaku marah pada EthanDia terlihat salah tingkah dan menggaruk kepalanya, "maafkan aku Alice, sebenarnya bukan hanya kau saja yang aku ambil gambar," "Lalu kenapa wajahku ada disana?""Karena potretmu yang paling menakjubkan, bahkan itu sudah terjual dan orang yang membelinya sebentar lagi akan datang,""Oh! Kau pikir itu bagus hah? Menjual wajah teman wanitamu agar bisa mendapatkan uang dan ketenaran?" kali ini aku tidak dapat menyembunyikan emosiku.Wajah Ethan memerah. Dia tampak membisu, tidak dapat berkata apa-apa lagi."Sebenarnya...""Apa?" "Aku tidak ingin menjualnya, tapi pria itu memaksa membelinya. Dia bilang daripada orang lain yang menikmati wajahmu," jawab Ethan menunduk.Aku mengerang frustasi. Saat ini kami sedang berada di luar galeri. Aku membawa Ethan ke tempat sepi agar bisa mengeluarkan unek-unek ku."Tenanglah sayang, bukan orang asing yang menikmati wajahmu. Itu aku," suara yang aku kenali memotong percakapan kami dari belak
last updateLast Updated : 2024-01-23
Read more

45. Luna

Mobil berhenti di dalam parkiran sebuah gedung perkantoran di pinggir kota Boston. Aku curiga kantor ini juga milik James."Ayo turun," titah James dingin.Aku cepat membuka pintu dan mengikuti berjalan dibelakangnya. Dua penjaga bertubuh bongsor langsung turun dari sebuah mobil jeep dan mengikuti dibelakangku. Bulu romaku meremang. Sikap James seketika berbeda saat sudah sampai disini. Dia menjadi dingin dan terlihat kejam. Aku sedang berpikir untuk mencoba kabur tapi aku harus melihat apa yang ingin James tunjukkan padaku.Dalam hati kecilku, kepercayaan masih tersimpan untuknya.Kami menyusuri basemen di bawah area parkir gedung itu. Semakin gelap saat sampai di anak tangga terakhir. Kedua penjaga dibelakangku langsung menyalakan senter.Aku sebenarnya ingin berjalan sejajar dengan James dan menggandeng tangannya. Aku takut dengan sikapnya yang dingin saat ini.James berhenti di ujung tembok, lalu berbelok ke sebuah ruangan bercahaya remang. Aku langsung mengikutinya dan memperhat
last updateLast Updated : 2024-01-24
Read more

46. Luka lainnya

" Luna, katakan saja," pintaku lembut. Aku ingin ini segera selesai dan akan mencoba membujuk James mengobati Luna."Dia seorang mucikari?" tanya James tak sabar. Mata Luna melebar karena terkejut, lalu dia pun menunduk malu. "Lalu kenapa Daisy dibunuh?" "Itu tidak sengaja," Luna mengakui, kelihatannya dia berkata jujur. "Maksudmu?""Saat itu aku datang mencari Alice. Tapi ternyata dia tidak ada disana. Aku sudah merasa lega sampai orang suruhan ayahku datang. Dia begitu marah dan memukuli aku. Entah dari mana Daisy langsung memukul pria itu sampai dia tersungkur. Aku mencoba menyelamatkan Daisy, tapi dia tertembak saat kami akan melompati jendela. Aku terpaksa melarikan diri sendirian," Aku merasa lega ternyata bukan James yang membuat Luna babak belur. Juga karena bukan dia yang membunuh Daisy. Aku tau dia orang baik. "Tapi bagaimana kau tau ayahku mucikari?" tanya Luna keheranan pada James."Itu mudah, aku sudah mengikutimu sejak lama. Bahkan sebelum kau masuk Harvard," jawab
last updateLast Updated : 2024-01-24
Read more

47. kosong

Sudah dapat ditebak kemana James akan membawaku. Rumah pinjamannya yang sudah aku tinggalkan selama beberapa bulan belakangan.Tapi James tidak membawaku kesana, hanya dia yang turun lalu masuk lagi ke dalam mobil. Aku terlalu lelah dan kecewa untuk bertanya. Mobil melaju cepat melewati jalanan Boston yang lengang. Sangking mengantuknya, aku pun tidak sadar telah tertidur dengan mata yang masih basah. Jika bisa memilih, aku rasanya tidak ingin bangun lagi.Dalam mimpi saja aku masih bisa merasakan sakit yang teramat sangat hingga membuat nafasku sesak. Apalagi ketika aku bangun nanti, pasti akan lebih sakit. Sempat beberapa kali terbangun, yang aku rasakan hanya hangat dan tangan berat yang memelukku. Lalu aku pun terlelap lagi.Sebuah cahaya silau memaksaku bangun. Kehangatan menyusup dari balik selimutku yang tersingkap. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, aku memutuskan untuk bangun. Benar saja, hatiku masih terasa sakit. Kali ini, rasa sakitnya berlipat ganda. Mungkin kare
last updateLast Updated : 2024-01-26
Read more

48. Cemburu buta

"Siapa dia? Apa kau mengajakku kesini untuk mengenalkan wanita barumu hah?" Kekesalanku menjadi-jadi. Wanita itu nampak ketakutan dan berlari ke dalam rumah. Ingin sekali aku mengejar dan menjambak rambutnya. Tapi urusanku dengan James harus segera diselesaikan."Aku bahkan tidak mengenalnya, Alice!" elak James dengan wajah bingung.Aku menyeringai sambil bertepuk tangan, "bagus sekali, apa kau sudah menjadi aktor hollywood belakangan? Pandai sekali kau bersandiwara!" "Sayang," James maju hendak memelukku tapi aku mundur dan menepis tangannya dengan kekuatan penuh."Aduh!, sejak kapan kau berlatih beladiri sayang? Sakit sekali," keluh James memegangi tangannya yang memerah."Sejak kau menjadi pria brengsek!" dengusku kesal.Keributan terdengar dari dalam rumah. Aku terus menatap James dengan pandangan mematikan. Rasanya ingin sekali aku mencari benda yang bisa kujadikan alat untuk memukulinya."Aku benar-benar tidak mengenalnya sayang, sumpah!" James memohon dengan wajah yang merah.
last updateLast Updated : 2024-01-27
Read more

49. Hadiah-hadiah

Frans keluar dari kamarnya dengan menyembunyikan tangan. Senyuman jahil terpancar dari wajahnya. Setelah duduk dan memasang wajah serius, dia pun menunjukkan sesuatu yang membuatku terkejut."Kau akan menikah dalam waktu dekat?" tanyaku yang entah mengapa merasa bahagia. Frans mengangguk antusias, "kau suka?""Selamat Frans!" seruku gembira.James berdecak tak suka, "ayolah sayang, apakah menurutmu undangan dari Frans merupakan kado yang bagus?" Aku mengabaikan James. Frans lalu memberikan hadiah lain dari dalam sebuah paper bag bekas. "Terima kasih kau sudah menganggap undangan itu kado yang bagus, Alice. Aku terharu," ucap Frans dengan air mata buaya. "Tapi bukan itu kadonya," Tambah Frans seraya memberikanku sebuah kotak perhiasan."Pertama, ini dariku. Dan yang ini kau bisa melihat catatannya," "Oke, terima kasih Frans," gumamku terharu memeluk kotak perhiasan itu.Sebuah gelang perak cantik dengan berbagai bandul yang lucu. Aku ingat pernah menginginkan gelang ini saat kami
last updateLast Updated : 2024-01-29
Read more

50. kebenaran

"Bagaimana kabarmu?" tanyaku pada Luna yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.Sebenarnya aku masih merasa jijik melihatnya, tapi kutepis sebentar untuk menjenguknya. Setidaknya, persahabatan kami bukan kepalsuan. Entah bagi Luna begitu atau tidak.James berdiri tak sabar didekat jendela dengan wajah datar. Dia tampak tidak peduli sama sekali pada Luna yang masih memiliki luka lebam disekujur tubuhnya." Sudah lebih baik, Alice. Terima kasih masih mau menemui aku," jawab Luna dengan suara serak.Aku tidak tersenyum ataupun bersimpati. Mengingat pekerjaan yang Luna lakoni selama ini telah memakan banyak korban. Gadis-gadis yang memiliki orang-orang yang menyayangi mereka. Masa depan yang direngut secara paksa. Juga kebebasan yang dirampaa. "Ceritakan," pintaku langsung keintinya.Luna memejamkan mata seraya menghela nafas berat. Matanya mulai berkaca-kaca dengan alis yang turun. "Aku sebenarnya sangat bersyukur ada disini sekarang," kata Luna sedih, suaranya bergetar heb
last updateLast Updated : 2024-01-30
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status