Home / Romansa / Obsesi Liar Mantan Bosku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Obsesi Liar Mantan Bosku: Chapter 71 - Chapter 80

199 Chapters

Bab 71. Surat Kaleng

PRANG – Naomi kaget saat terdengar kaca jendela yang pecah. Segera ia bangun dari tidur dan mengecek. Naomi sedang tidur dan ia kaget saat melihat ada pecahan kaca di ruang depan. Beberapa batu terlihat di lantai. Naomi pun berjalan mendekat lalu menyibakkan sedikit gorden dan mengecek keluar.“Siapa yang lemparin kaca rumahku?” gumam Naomi dengan bola mata melirik ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa pun di luar membuat Naomi makin curiga. Jantungnya berdegup makin kencang. Naomi jadi takut. Tiba-tiba suara dering ponselnya mengejutkan Naomi. Ia sampai memekik.“Oh, Tuhan! Aku pikir apa.” Naomi menggerutu dengan jantung yang masih melompat-lompat. Rasanya seperti baru saja dibom. Ia kembali ke kamar dan mengecek ponsel. Kening Naomi mengernyit dalam melihat nomor asing yang menghubunginya. Naomi pun mengangkat panggilan tersebut.“Naomi Jingga?” sebut suara dari ponsel.“Iya? Ini siapa ya?” tanya Naomi
Read more

Bab 72. Masih Adakah Pilihan?

Naomi tersentak kaget karena ketiduran setelah semalam ia mencoba berjaga. Ia sampai kaget mengurut dadanya lalu menarik napas panjang dan lega. Tidak terjadi apa pun lagi sampai pagi. Setelah mengurut kepala beberapa saat, Naomi bangun dari tempat tidur menyeret kakinya dengan malas ke kamar mandi.“Ah, pegel banget!” keluhnya sebelum membungkuk mencuci muka.Setelah membersihkan wajah, Naomi keluar dari kamarnya dan melihat ke arah pecahan kaca di lantai. Pecahan itu belum dibersihkan. Naomi menghela napas panjang lalu mengambul sapu dan tempat sampah. Ia terpaksa harus mengganti kaca jendela depan hari ini.“Aku lapor dulu sama Bapak kos deh,” gumam Naomi usai membersihkan sisa beling. Ponselnya berdering keras tak lama kemudian. Naomi kembali ke kamar dan langsung mengangkat panggilan dari Madelo Jafarel.“Halo?”“Kamu di mana?” kening Naomi sedikit mengernyit. Apa Madelo tidak tahu jam berapa sek
Read more

Bab 73. Bisakah Kita Bersama?

Cindy harus mengurus semua keperluan Sebastian seperti layaknya seorang istri. Sebastian mengatakan jika ia akan pergi bermain golf di sebuah resor. Jadilah Cindy mempersiapkan pakaian serta peralatan golf. Hanya saja, Cindy tidak mengetahui letak peralatan tersebut.“Kamu cari apa, Sayang?” tegur Sebastian yang melihat Cindy kebingungan mencari sesuatu di walk in closet.“Itu ... peralatan golf.” Cindy menjawab dengan lembut seraya menegakkan tubuhnya. Sebastian mengangguk dengan wajah datar menghampiri Cindy lalu menekan tombol panggil interkom di salah satu dinding.“Siapkan peralatan golfku. Masukkan ke bagasi!” perintah Sebastian singkat.“Baik, Pak.” Suara balasan dari interkom terdengar. Cindy melepaskan napas panjang lalu sedikit menunduk. harusnya dari tadi Sebastian melakukannya jadi Cindy tidak perlu membuang banyak waktu untuk mencari peralatan golf tersebut.“Sekarang kamu
Read more

Bab 74. Kencan Di Akhir Pekan

“Gak, Mas. Aku belum bisa pulang dulu. Hari ini aku masih harus kerja,” ujar Cindy menjelaskan dengan nada rendah. Sebastian masih melirik sinis pada Cindy yang terus bicara pada Melvin. Ia sudah malah melihat tingkah Melvin yang pura-pura perhatian pada Cindy.“Hari ini kan Sabtu? Apa kamu gak dapet libur?” tanya Melvin lagi. Cindy menundukkan pandangannya. Ia jadi merasa bersalah tapi juga bingung harus bersikap seperti apa.“Iya.”“Kapan kamu selesai? Biar aku jemput.” Melvin menawarkan diri lagi. sikapnya sangat baik dan perhatian membuat Cindy jadi iba. Cindy jadi melupakan sikap Melvin yang tidak membelanya saat kejadian malam itu.“Gak apa, Mas. Aku bisa pulang sendiri, kamu kan sedang sakit gak bisa keluar.”“Aku bisa kok kalo cuma sekedar jemput kamu. Aku bisa minta tolong sopir Papa buat nganterin aku. Mau kan?” bujuk Melvin lagi. Cindy tertegun sedikit membuka mulutn
Read more

Bab 75. Mata-Mata

“Ahh!” Cindy tak sengaja melemparkan stik golf yang ia ayunkan jauh ke depan. Edward dan Lefrant sudah cekikikan melihat tingkah lugu Cindy. Sebastian sedikit mengurut keningnya meski sesungguhnya ia nyaris tidak bisa menahan senyuman pada sikap Cindy yang menggemaskan.“Aduh susah, Pak. Aku gak bisa,” keluh Cindy merengek hendak menyerah.“Yang dipukul bolanya, Cantik. Bukan rumputnya.” Sebastian membalas dengan sebutan sayang pada Cindy di depan semua orang. Edward sampai memipihkan bibirnya mengangguk paham.“Mereka menginap berdua?” celetuk Edward pada Lefrant.“Dari kemarin berdua terus.” Lefrant menjawab.“Apa dia gak diberi ijin pulang?” Lefrant menggeleng.“Gue bilang, dia ga akan mau cerai kalau begini caranya,” ujar Lefrant melepaskan napas panjang.“Gue gak ngerti sama dia. Bukannya ini hanya akan tambah masalah kalau sampai bocor ke m
Read more

Bab 76. Tak Sama Rencana Semula

Keyla akhirnya kembali ke bawah setelah tidak memperoleh apa pun di atas. Lebih baik ia menunggu Cindy di restoran bawah saja. Butuh dua jam sampai Sebastian Arson dan rombongannya keluar. Beruntungnya bagi Keyla, Sebastian sempat berdiri sesaat untuk bicara dengan salah seorang pria yang juga merupakan pengusaha.Banyak orang yang ingin bertemu dengan Sebastian Arson. Investasi yang dilakukan Moulson bukanlah investasi biasa. Moulson ingin menjadi partner ditingkat bisnis multilateral dengan Indonesia. Itulah mengapa Moulson dianggap sebagai perusahaan raksasa yang akan sangat menguntungkan.“Moulson berencana membangun dua pabrik baru. Satu produksi dan satu lagi perakitan. Keduanya akan dibangun dalam waktu satu bulan ini, aku mau kamu menyiapkan semuanya yang aku butuhkan,” ujar Sebastian pada Cindy yang terus menyimak pembicaraan bisnis di sela makan siang dan permainan golf hari ini.Cindy mengangguk sigap. Ia sudah memiliki bayangan akan peker
Read more

Bab 77. Menutup Dengan Tirai

Saat Sebastian selesai membersihkan diri, giliran Cindy yang akan menggunakan kamar mandi. Cindy sudah bersiap hendak masuk, tapi Sebastian masih berdiri di depan pintu dengan lengan bersedekap ke depan dada dan hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya.“Pak, saya ingin pakai kamar mandi.” Cindy meminta dengan sopan. Ia menjaga jarak dengan Sebastian yang menghalanginya masuk. Sebastian bergeming tak mau pindah. Matanya bahkan masih menatap tajam pada Cindy. Cindy tak berani menatap Sebastian yang menghalangi dengan tubuh tingginya dan besar. Beberapa jejak air masih jatuh di pundaknya dan itu menjadikannya makin tampan. Rona di wajah Cindy tak bisa hilang dan malah membuatnya jadi makin malu.“Pak, saya minta ijin untuk memakai kamar mandi.” Cindy kembali meminta. Sebastian malah berjalan ke depan dan Cindy otomatis mundur.“Mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini? Kamu panggil aku Pak terus! Aku muak dengernya!&rdq
Read more

Bab 78. Telinga-Telinga Yang Penasaran

Mungkin nasib Naomi akan berubah usai ia menyajikan berita yang akan menaikkan karier atau malah sebaliknya, ia bisa saja akan kehilangan nyawanya. Usai membacakan berita tentang Sebastian Arson, perasaan Naomi tak karuan dan malah resah. Rasanya tidak berani pulang mengingat ancaman yang diberikan padanya semalam.“Heh, ngelamun aja! Ini aku traktir!” ucap Madelo tersenyum memberikan kopi dingin dari salah satu gerai kopi terkenal pada Naomi. Naomi tersenyum mengambil gelas kopi latte tersebut. Ia menyeruput pelan tapi tak begitu menikmati. Rasanya seperti pahit yang aneh.“Berita dan informasi yang kamu berikan akan jadi perbincangan nanti, liat saja!” ujar Madelo sedikit menyeringai. Naomi hanya memperhatikan sekilas lalu menunduk lagi. Ia jadi makin tak nyaman.“Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama Cindy? Masalahnya ....” Madelo terus memperhatikan Naomi dan menunggu kelanjutan dari kalimatnya yang menggantung.&ldq
Read more

Bab 79. Es Krim Cinta

Setelah makan malam sendirian di kamar, Cindy meneruskan menyusun catatan serta laporannya tentang pembangunan pabrik baru hasil investasi dan kerja sama Moulson Corporation. Sebastian masih belum masuk ke dalam kamar sehingga Cindy bisa makan malam dengan tenang sendirian. Ia sudah duduk di depan laptop dan mengetikkan laporannya.Cindy sesungguhnya sangat tekun dengan pekerjaannya sebagai seorang sekretaris. Ia bisa mengerjakan semua hal yang diminta oleh Sebastian dengan sangat baik. Meskipun Sebastian kadang melakukan yang tidak seharusnya, tetapi Cindy tetap berkonsentrasi dengan pekerjaannya sebagai eksekutif sekretaris.“Hmm, ini ... kayaknya ke sini.” Cindy masih asyik dengan pekerjaannya. Ia menganalisis dan membuat diagram dengan baik. Sedang asyik mengerjakan pekerjaannya, sebuah kecupan tiba-tiba mendarat di pipinya.“Hah!” Cindy terkesiap kaget dan langsung berbalik. Sebastian tersenyum tenang separuh merangkul Cindy di kursi
Read more

Bab 80. Cinta Yang Nyata

“Aku minta maaf udah buat kamu melakukan pekerjaan ini. Sebenarnya aku ingin ngajak kamu liburan,” bisik Sebastian di depan bibir Cindy. Cindy tertegun hanya memandang mata Sebastian yang begitu dekat dengannya. Sesungguhnya bukan Sebastian yang membuatnya menangis tapi perasaan yang ia sudah lepaskan.“Aku gak bermaksud buat kamu menangis,” gumamnya sambil terus membelai pipi Cindy. Cindy hanya diam dan membiarkan Sebastian terus bicara. Sebastian kembali mencumbu lembut Cindy lagi dan ia hanya diam saja. Ciuman itu jadi makin liar dan sedikit agresif.“Apa yang sudah kamu lakukan sama aku, Cindy?” desah Sebastian sedikit menggeram di ujung kalimat. Cindy tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Sebastian. Jadi ia hanya diam saja dan tidak menjawab apa pun. Dan Sebastian sepertinya memang tidak membutuhkan jawaban Cindy. Ia hanya terus bicara perasaannya pada Cindy namun wanita itu tidak menyadarinya.“Kenapa jadi s
Read more
PREV
1
...
678910
...
20
DMCA.com Protection Status