Saat Sebastian selesai membersihkan diri, giliran Cindy yang akan menggunakan kamar mandi. Cindy sudah bersiap hendak masuk, tapi Sebastian masih berdiri di depan pintu dengan lengan bersedekap ke depan dada dan hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya.
“Pak, saya ingin pakai kamar mandi.” Cindy meminta dengan sopan. Ia menjaga jarak dengan Sebastian yang menghalanginya masuk. Sebastian bergeming tak mau pindah. Matanya bahkan masih menatap tajam pada Cindy. Cindy tak berani menatap Sebastian yang menghalangi dengan tubuh tingginya dan besar. Beberapa jejak air masih jatuh di pundaknya dan itu menjadikannya makin tampan. Rona di wajah Cindy tak bisa hilang dan malah membuatnya jadi makin malu.
“Pak, saya minta ijin untuk memakai kamar mandi.” Cindy kembali meminta. Sebastian malah berjalan ke depan dan Cindy otomatis mundur.
“Mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini? Kamu panggil aku Pak terus! Aku muak dengernya!&rdq
Mungkin nasib Naomi akan berubah usai ia menyajikan berita yang akan menaikkan karier atau malah sebaliknya, ia bisa saja akan kehilangan nyawanya. Usai membacakan berita tentang Sebastian Arson, perasaan Naomi tak karuan dan malah resah. Rasanya tidak berani pulang mengingat ancaman yang diberikan padanya semalam.“Heh, ngelamun aja! Ini aku traktir!” ucap Madelo tersenyum memberikan kopi dingin dari salah satu gerai kopi terkenal pada Naomi. Naomi tersenyum mengambil gelas kopi latte tersebut. Ia menyeruput pelan tapi tak begitu menikmati. Rasanya seperti pahit yang aneh.“Berita dan informasi yang kamu berikan akan jadi perbincangan nanti, liat saja!” ujar Madelo sedikit menyeringai. Naomi hanya memperhatikan sekilas lalu menunduk lagi. Ia jadi makin tak nyaman.“Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama Cindy? Masalahnya ....” Madelo terus memperhatikan Naomi dan menunggu kelanjutan dari kalimatnya yang menggantung.&ldq
Setelah makan malam sendirian di kamar, Cindy meneruskan menyusun catatan serta laporannya tentang pembangunan pabrik baru hasil investasi dan kerja sama Moulson Corporation. Sebastian masih belum masuk ke dalam kamar sehingga Cindy bisa makan malam dengan tenang sendirian. Ia sudah duduk di depan laptop dan mengetikkan laporannya.Cindy sesungguhnya sangat tekun dengan pekerjaannya sebagai seorang sekretaris. Ia bisa mengerjakan semua hal yang diminta oleh Sebastian dengan sangat baik. Meskipun Sebastian kadang melakukan yang tidak seharusnya, tetapi Cindy tetap berkonsentrasi dengan pekerjaannya sebagai eksekutif sekretaris.“Hmm, ini ... kayaknya ke sini.” Cindy masih asyik dengan pekerjaannya. Ia menganalisis dan membuat diagram dengan baik. Sedang asyik mengerjakan pekerjaannya, sebuah kecupan tiba-tiba mendarat di pipinya.“Hah!” Cindy terkesiap kaget dan langsung berbalik. Sebastian tersenyum tenang separuh merangkul Cindy di kursi
“Aku minta maaf udah buat kamu melakukan pekerjaan ini. Sebenarnya aku ingin ngajak kamu liburan,” bisik Sebastian di depan bibir Cindy. Cindy tertegun hanya memandang mata Sebastian yang begitu dekat dengannya. Sesungguhnya bukan Sebastian yang membuatnya menangis tapi perasaan yang ia sudah lepaskan.“Aku gak bermaksud buat kamu menangis,” gumamnya sambil terus membelai pipi Cindy. Cindy hanya diam dan membiarkan Sebastian terus bicara. Sebastian kembali mencumbu lembut Cindy lagi dan ia hanya diam saja. Ciuman itu jadi makin liar dan sedikit agresif.“Apa yang sudah kamu lakukan sama aku, Cindy?” desah Sebastian sedikit menggeram di ujung kalimat. Cindy tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Sebastian. Jadi ia hanya diam saja dan tidak menjawab apa pun. Dan Sebastian sepertinya memang tidak membutuhkan jawaban Cindy. Ia hanya terus bicara perasaannya pada Cindy namun wanita itu tidak menyadarinya.“Kenapa jadi s
Cindy masih terdiam dan tidak bicara apa pun selain hanya melihat mata Sebastian. Dan Sebastian mulai mendekatkan bibirnya lagi dan mulai mencium. Sebastian selalu bertindak seperti apa yang ia inginkan, dan ia tidak pernah mencium dengan penuh perasaan dan perlakuan lembut sebelumnya pada wanita lain tapi Cindy bisa membuka sisi romantis lain dari Sebastian Arson.Sebastian masih terus mencium Cindy yang tak membalas mengulum bibirnya. Cindy di antara setengah sadar dan kebingungan mengalami yang bukan pertama kalinya itu. Namun kini rasanya berbeda, ada getaran aneh dalam hatinya yang tidak pernah ia rasa pada Sebastian sebelumnya.Ciuman Sebastian mulai pindah ke rahang Cindy begitu pula dengan tangannya yang semula berada di pipi. Tangan Sebastian kini pindah ke ujung kaos oversized yang tengah dipakai Cindy. Ia hendak menarik ke atas kaos yang dipakai Cindy. Namun baru sampai bagian atas perut Cindy mulai bicara hal yang membuat Sebastian berhenti.&l
Sebastian kembali merangkul pinggang Cindy dan menariknya lagi lebih dekat tapi dengan sikap yang lebih lembut. ia tidak menarik dengan kasar. Sebaliknya, Cindy berusaha mendorong bagian dada Sebastian dengan telapak tangannya yang mengepal.Dengan sebelah lengan kiri merangkul pinggang dan tangan kanan memegang tekuk Cindy, Sebastian tidak membiarkan wanitanya lepas darinya sama sekali. Akibatnya Sebastian mulai kehilangan kendalinya lagi, dan Cindy selalu membuat rantai kendali Sebastian pada hasratnya terus putus.“Jangan pernah melawan aku, kamu gak akan suka kalo aku marah. Hanya aku yang bisa melindungi kamu dari orang-orang seperti Melvin dan keluarganya. Jadi gak perlu melawanku lagi,” bisik Sebastian di depan wajah Cindy. Hembusan nafasnya menghangatkan ujung hidung Cindy perlahan.“Mulai sekarang kamu gak boleh pulang sama sekali ke rumah itu lagi. Kamu akan tinggal denganku, suka atau tidak!” Cindy dengan cepat m
Sebastian sudah terlihat lebih tenang dan tidak lagi marah. Kali ini Cindy tidak bisa berbuat apapun untuk menolak Sebastian. Ia akan menempuh resiko lebih besar dan kebebasannya akan semakin jauh jika ia terus melawan dengan cara berdebat dengannya.Terlebih Sebastian sudah setuju untuk memberikan kelonggaran pada Cindy membuktikan dirinya tak bersalah. Usai perdebatan itu, Sebastian mulai mendekatkan lagi wajahnya dan hendak mencium Cindy. Cindy yang menyadari bahwa Sebastian akan menciumnya tidak bisa berbuat apa pun untuk menolaknya saat ini. Dalam tangis yang diam ia harus pasrah. Cindy pun menutup matanya rapat-rapat seolah semua akan cepat berakhir jika matanya tertutup.Tapi tak sampai bibir Sebastian hendak menyentuh Cindy, tiba-tiba keningnya berkerut dan ia mulai meringis seolah kesakitan.“Aahh ... ahhk!” Sebastian meringis kesakitan melepaskan rangkulannya pada Cindy. Ia menunduk dan mulai meringkuk di sofa dengan napas yang tersengal. Cindy pun membuka matanya tiba-tiba
“Cindy, kamu kok lama banget sih?” rengek Sebastian manja memanggil Cindy. Cindy terkesiap mendengar rintihan Sebastian. Ia pun segera kembali ke dalam kamar.“I-Iya sebentar,” jawab Cindy sambil berjalan hendak masuk kembali ke kamar. Sebastian yang tidak mengubah posisi tidurnya memanggil Cindy untuk mendekat.“Masih sakit perutku, Yang,” rajuk Sebastian makin manja. Ia berharap Cindy makin mendekat padanya. Cindy juga mengambil minyak kayu putih yang selalu dibawanya jika bepergian.“Itu apa?” tanya Sebastian melihat sebuah botol kecil minyak kayu putih di tangan Cindy.“Ini minyak kayu putih, Mas. Mungkin bisa membuat perut kamu jadi lebih hangat,” ujar Cindy lembut. Cindy tersenyum tipis dan membuka tutup botolnya lalu membauinya pada hidung Sebastian. Sebastian mengerutkan keningnya. Seumur hidup ia belum pernah mencium bau minyak menyengat seperti itu.“Baunya kayak mentol dan
Cindy mengernyit tak mengerti saat mendengar kalimat Edward. Apa Edward merasa jika Cindy mencoba melakukan hal buruk pada Sebastian?“Apa maksud Bapak bicara seperti itu?” tanya Cindy saat keluar dari lift. Ia tidak berjalan mengikuti Edward. Edward menarik satu kali napas panjang lalu mendekat. Wajahnya dingin tanpa senyuman sama sekali.“Aku sudah pernah bilang kalau Pak Sebastian menyukai kamu. Jadi kalau kamu mau selamat, sebaiknya kamu berbuat baik sama dia. Jangan melakukan hal yang membahayakan nyawanya,” ujar Edward seperti sedang menuduh Cindy. Cindy makin mengernyit. Sekarang ia paham maksud Edward yang secara tidak langsung menuduhnya mencelakakan Sebastian.“Saya gak pernah terpikir berbuat hal seperti itu sama Pak Sebastian. Apa Bapak pikir saya akn meracuni dia?” Edward masih belum mengubah sikapnya pada Cindy. Ia tak mau membela atau menyalahkan Cindy sebelum ada buktinya.“Kamu gak mencintai dia k
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a