“Cindy, kamu kok lama banget sih?” rengek Sebastian manja memanggil Cindy. Cindy terkesiap mendengar rintihan Sebastian. Ia pun segera kembali ke dalam kamar.
“I-Iya sebentar,” jawab Cindy sambil berjalan hendak masuk kembali ke kamar. Sebastian yang tidak mengubah posisi tidurnya memanggil Cindy untuk mendekat.
“Masih sakit perutku, Yang,” rajuk Sebastian makin manja. Ia berharap Cindy makin mendekat padanya. Cindy juga mengambil minyak kayu putih yang selalu dibawanya jika bepergian.
“Itu apa?” tanya Sebastian melihat sebuah botol kecil minyak kayu putih di tangan Cindy.
“Ini minyak kayu putih, Mas. Mungkin bisa membuat perut kamu jadi lebih hangat,” ujar Cindy lembut. Cindy tersenyum tipis dan membuka tutup botolnya lalu membauinya pada hidung Sebastian. Sebastian mengerutkan keningnya. Seumur hidup ia belum pernah mencium bau minyak menyengat seperti itu.
“Baunya kayak mentol dan
Cindy mengernyit tak mengerti saat mendengar kalimat Edward. Apa Edward merasa jika Cindy mencoba melakukan hal buruk pada Sebastian?“Apa maksud Bapak bicara seperti itu?” tanya Cindy saat keluar dari lift. Ia tidak berjalan mengikuti Edward. Edward menarik satu kali napas panjang lalu mendekat. Wajahnya dingin tanpa senyuman sama sekali.“Aku sudah pernah bilang kalau Pak Sebastian menyukai kamu. Jadi kalau kamu mau selamat, sebaiknya kamu berbuat baik sama dia. Jangan melakukan hal yang membahayakan nyawanya,” ujar Edward seperti sedang menuduh Cindy. Cindy makin mengernyit. Sekarang ia paham maksud Edward yang secara tidak langsung menuduhnya mencelakakan Sebastian.“Saya gak pernah terpikir berbuat hal seperti itu sama Pak Sebastian. Apa Bapak pikir saya akn meracuni dia?” Edward masih belum mengubah sikapnya pada Cindy. Ia tak mau membela atau menyalahkan Cindy sebelum ada buktinya.“Kamu gak mencintai dia k
Sebastian membalikkan tubuhnya langsung melingkarkan kedua lengannya pada Cindy tanpa perduli sebelah tangannya sedang diinfus. Ia memiringkan wajahnya hingga menyentuh bagian dada Cindy. Dan Cindy hanya bisa membeku. Ia melebarkan mata, menaikkan alis dan nafasnya tercekat.“Aku pengen kamu, Baby doll. Cuma kamu obatku,” gumam Sebastian pelan di dada Cindy. Sepertinya ia sudah dalam keadaan sadar. Cindy mencoba menunduk melihat Sebastian yang terus memeluknya erat. Ia cuma menelan ludah berkali-kali dan masih tercekat. Jantungnya terus menerus berdegup kencang.“Kenapa aku jadi ingin memeluk dia? dia kan bukan suamiku,” gumam Cindy dalam hatinya.Mata Cindy masih menunduk melihat rambut kecokelatan Sebastian yang terlihat lembut dan halus. Perlahan tercium wangi shampo yang digunakannya bercampur dengan wangi parfum tubuhnya yang seksi. Dalam keadaan sakit pun Sebastian Arson masihlah pria yang sangat menarik. Ia memakai piyama
Mobil yang membawa Cindy berhenti di ujung sebuah gang. Cindy memilih untuk menginap di rumah Naomi daripada kembali ke rumah mertuanya. Ia bahkan tidak menghubungi Melvin seperti yang sudah dijanjikannya. “Nona, kita gak bisa berhenti di sini,” ujar pengawal Sebastian yang mengantarkan Cindy. Cindy menunduk menoleh ke dalam mobil. “Rumahnya gak jauh dari ujung sini kok. Atau besok jemput saya saja di sini. Saya janji ga akan kabur,” jawab Cindy memberikan alternatif. Pengawal itu menghela napas panjang. Ia hanya diperintahkan untuk mengantarkan Cindy tapi bukan berarti ia boleh melepaskan begitu saja. “Begini saja, saya antar ke dalam ....” Mata Cindy langsung membesar dan ia menggeleng dengan cepat. “Gak apa. Saya janji akan tunggu di sini jam tujuh pagi terus kita langsung ke rumah sakit,” potong Cindy panik. Pengawal itu menatap Cindy beberapa saat. Ia masih ragu dengan kejujuran Cindy. Cindy masih terus menatap dengan pandangan memelas. ia sangat
“Kamu gak pulang ke rumah? Maksudku kamu tinggal di mana sama suami kamu sekarang,” tanya Naomi setelah beberapa menit mereka bicara.“Di rumah mertua. Tapi aku sedang gak mau ke sana dulu, deh,” ujar Cindy menjawab seraya tersenyum getir. Naomi menangkap senyuman getir itu tapi ia tak mau bertanya lebih jauh karena Cindy pasti sulit menceritakannya.“Hmm, kamu uda ngasih tahu suami kamu?” Cindy tersenyum aneh lagi dan mengangguk.Naomi dan Cindy pun bersiap untuk tidur. Hari sudah sangat larut dan besok Cindy juga harus bangun pagi-pagi untuk ke rumah sakit. Berbagai pertanyaan tentang perilaku aneh Cindy berubah menjadi rasa penasaran bagi Naomi. Kehidupan Cindy yang misterius berhasil menyita perhatiannya.Cindy dan Naomi tidur satu ranjang meski tak terlalu lega tapi tak terlalu sempit.“Maaf ya, Nao. Aku jadi bikin tempat tidur kamu makin sempit,” ujar Cindy pelan. Naomi tersenyum dan menggeleng.
Sebastian Arson terbangun tepat pukul tujuh pagi di ruang perawatan di salah satu rumah sakit internasional. Ketika ia bangun, tangannya langsung meraba di sekitarnya. Seingatnya semalam ia bersama Cindy dan memeluknya semalaman. Tapi kini Sebastian belum membuka penuh matanya harus mengerutkan keningnya dan kesal. Cindy ternyata tidak ada di ranjangnya.“Baby? Sayang ... Cindy?” panggil Sebastian menggerang. Ia menoleh ke samping tapi tak menemukan siapa pun. Sebastian masih pusing tapi tangannya dengan cepat menemukan tombol panggil darurat.“Lefrant! Edward!” panggil Sebastian setengah berteriak sambil menekan tombol tersebut. Tak lama, Lefrant dan Edward masuk bersama perawat yang berjaga khusus untuk Sebastian. Perawat itu dengan sigap memeriksa Sebastian karena dipanggil.“Ya pak, selamat pagi,” ujarnya sambil memandang Sebastian yang baru saja bangun. Sebastian lantas duduk dan melihat ke seluruh ruangan.“
“Memangnya suami kamu masuk rumah sakit lagi ya?” Naomi kembali bertanya setelah Cindy bersiap-siap akan pergi. Cindy tersenyum dan mengangguk lagi. Naomi masih menghela napas panjang sambil memandang Cindy. Cindy membereskan barang-barang serta koper yang akan dibawanya.“Terus kamu ke rumah sakit pakai apa?” Cindy diam sejenak lalu berbalik tersenyum pada Naomi.“Kayaknya dijemput sama sopir.” Naomi mengatupkan bibirnya lalu mengangguk paham.“Kalau begitu, aku anterin sampe depan gang ya ....”“Gak usah, Nao. Aku bisa jalan sendiri kok. Makasih, aku uda diijinin nginep di sini.” Naomi tersenyum lalu mendekat pada Cindy. Ia mengusap sisi lengan Cindy mencoba memberikan dukungan padanya.“Jangan bicara begitu. Aku kan sahabat kamu. aku pasti bantuin kamu kok. Lagi pula dulu, kamu uda bantuin aku banget.” Cindy tersenyum lalu memeluk Naomi lagi. senyumannya memudar saat memeluk
Begitu Cindy tiba di ujung gang, mobil yang mengantarkannya semalam berhenti di depannya. Pengawal yang mengantarkannya semalam keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Raut Cindy berubah tak enak.“Maaf ....” pengawal itu mengangguk pada permintaan Cindy. Cindy pun masuk ke dalam mobil dan koper dibawa oleh pengawal tersebut masuk ke bagasi. Ia bergegas menuju balik kemudi dan pergi.“Saya sudah lima kali bolak balik dan menunggu, Nona belum datang.” Pengawal itu mengeluh pada Cindy. Cindy makin merasa tak enak. Ia pun kembali meminta maaf.“Maaf ya. Saya ketiduran lagi.”“Apa Nona sudah sarapan pagi?” Cindy menggelengkan kepalanya. Pengawal itu menengok jam tangan dan ia mendengus kesal.“Kita sudah sangat terlambat. Nanti di rumah sakit saja Nona bisa sarapan. Nanti saya belikan,” ujar pengawal itu memperhatikan Cindy. Ia masih menyetir.“Gak apa-apa. Terima kasih.&
Usai menyelesaikan masalah aneh di mobil, Cindy separuh berlari masuk ke lift yang membawanya ke ruang perawatan Sebastian. Ia terengah mengatur napas lalu menoleh pada pengawal yang membawakan kopernya. Pengawal itu juga terengah mengatur napas. Nasibnya berada di tangan Cindy. Ia sudah sangat terlambat mengantarkan Cindy ke rumah sakit meski bukan kesalahannya tapi ia bisa dipecat.“Tolong jangan bilang sama Pak Sebastian kalau tadi telepon saya sibuk karena dihubungi sama suami saya Melvin,” pinta Cindy pada pengawal yang menemaninya ke lantai atas. Pengawal itu menghela napas panjang lalu mengangguk.“Tapi apa Nona bisa mengatakan sama Pak Lefrant agar jangan memecat saya?” kening Cindy mengernyit tak mengerti sampai pengawal itu melanjutkan kalimatnya.“Saya sudah terlambat mengantarkan Nona ke rumah sakit.” Cindy tersenyum lalu mengangguk.“Tentu saya akan bertanggung jawab. jangan khawatir.” Pengawal
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a