Usai menyelesaikan masalah aneh di mobil, Cindy separuh berlari masuk ke lift yang membawanya ke ruang perawatan Sebastian. Ia terengah mengatur napas lalu menoleh pada pengawal yang membawakan kopernya. Pengawal itu juga terengah mengatur napas. Nasibnya berada di tangan Cindy. Ia sudah sangat terlambat mengantarkan Cindy ke rumah sakit meski bukan kesalahannya tapi ia bisa dipecat.
“Tolong jangan bilang sama Pak Sebastian kalau tadi telepon saya sibuk karena dihubungi sama suami saya Melvin,” pinta Cindy pada pengawal yang menemaninya ke lantai atas. Pengawal itu menghela napas panjang lalu mengangguk.
“Tapi apa Nona bisa mengatakan sama Pak Lefrant agar jangan memecat saya?” kening Cindy mengernyit tak mengerti sampai pengawal itu melanjutkan kalimatnya.
“Saya sudah terlambat mengantarkan Nona ke rumah sakit.” Cindy tersenyum lalu mengangguk.
“Tentu saya akan bertanggung jawab. jangan khawatir.” Pengawal
“Kamu tidur di mana semalam?” tanya Sebastian sambil berbaring menatap Cindy. Cindy memperbaiki selimut Sebastian agar ia nyaman di dalam ruangan ber AC yang sejuk.“Di rumah teman.” Cindy menjawab singkat.“Teman yang mana?” Sebastian makin menyelidiki. Matanya mulai mengantuk karena pengaruh obat.“Teman perempuan ....”“Bukan Melvin, kan?” Cindy tertegun menatap Sebastian. Kini hidupnya seperti terbalik. Pria yang bukan suaminya bertingkah seperti memilikinya. Sedangkan pria yang menikahinya, justru tak dipedulikan. Cindy pun menggeleng lemah. Sebastian memegang sebelah tangan Cindy lalu menggenggamnya.“Jangan pernah kembali sama dia. Dia hanya akan menyakiti kamu.” Sebastian bicara tanpa ekspresi dan suara sedikit menyeret karena mengantuk. Cindy diam saja menundukkan pandangannya menatap tangannya yang digenggam Sebastian. Sebastian mendekatkan genggaman tangan itu ke bib
“Apa kamu masih ingat?” Sebastian bertanya lagi. Cindy hanya bisa menatap tak mengerti. Ia mendengar gambaran pertemuan mereka di masa lalu tapi akhirnya Cindy hanya bisa menggeleng.“Tidak.” Cindy menjawab singkat dengan nada rendah lalu menundukkan pandangannya. Sebastian terus menatap Cindy. Ia ingin percaya tapi tak bisa. Sampai detik ini, Cindy tidak mau mengakui hubungan mereka di masa lalu sama sekali.“Terserah kamu mau terus berbohong. Suatu saat kamu akan menyesalinya ....”“Tapi aku gak berbohong, Mas. Sungguh, aku gak bisa mengingat apa pun dari masa lalu kita. Aku akan membuktikan jika itu memang benar, aku gak bersalah,” sahut Cindy bersikeras dengan keadaannya.Cindy terus teringat pada setiap kalimat yang diutarakan oleh Sebastian di rumah sakit beberapa jam lalu. Kini Cindy ikut penasaran dengan apa yang terjadi padanya dahulu. Ia harus mencari tahu apa yang terjadi padanya selama ini. Cindy
“Hutang kita?” Cindy mengulang. Melvin segera mengatupkan bibirnya cepat. Ia jadi kelepasan sekaligus mendengus pelan tak enak. Langkah Melvin terlalu terburu-buru ingin menjadikan Cindy sebagai pion. Melvin lalu menggeleng cepat dengan raut tak enak.“Jangan salah sangka. Maksudku, itu utangku. Tapi aku memaksa kamu untuk ikut menanggungnya. Gak seharusnya aku berbuat seperti itu, Cin. Aku tahu aku salah.” Melvin berubah menjadi murung serta menyesali keadaan. Cindy masih diam memperhatikan. Ia mencoba menebak-nebak apa yang sesungguhnya sedang direncanakan oleh Melvin.“Aku sudah berusaha untuk kembali tapi keadaanku ....” Melvin memandangi kakinya. Ia jadi menundukkan kepalanya seperti sedang menangisi nasib. Cindy mulai terenyuh sekaligus merasa bersalah. Rasa curiga di benaknya seperti terkikis.“Mas, maafin aku. Aku gak bermaksud membuat kamu jadi sedih.” Cindy bertutur lembut lalu meraba tangan Melvin. Melvi
Sepeninggal Cindy, Lefrant masih harus menerima berita yang membuatnya kesal. Profil Sebastian kini muncul di media TV. Orang-orang akan mencari tahu tentang Sebastian. Setelah itu, semua gosip tentang masa lalunya akan muncul bersamaan termasuk soal catatan kriminalnya. Tidak ada yang mengetahui jika Sebastian pernah menjalani hukuman penjara di Amerika. Sekalipun ia kemudian dibebaskan dengan jaminan dan keputusan banding, tetap saja catatannya buruk.“Perempuan ini gak mempan dikasih tahu ternyata,” gerutu Lefrant pada sosok Naomi yang ia tuding sebagai dalang dari munculnya berita tersebut. Meski belum pernah bertemu, Lefrant sudah kesal setengah mati.Setelah berpikir beberapa saat, Lefrant menghubungi pemimpin redaksi dari stasiun televisi yang menayangkan liputan soal Sebastian sebelum berita menjadi tajuk utama. Lefrant begitu serius akan melayangkan somasi dan permintaan maaf serta ganti rugi jika berita itu diteruskan.“Aku gak mau ta
Cindy cemas saat dibawa ke salah satu kompleks apartemen mewah oleh Melvin. Melvin tak lagi memakai fasilitas dari orang tuanya dan mempertaruhkan hidupnya dengan bergantung sepenuhnya pada Cindy. Sedangkan Cindy tak lagi memiliki uang.“Mas, ngapain kita kemari?” tanya Cindy dengan wajah cemas. Melvin sedikit menaikkan alisnya lalu tersenyum.“Bukannya kita mau tinggal di apartemen? Jadi ya aku bawa kita ke sini. Aku kenal baik lho manajernya. Sebentar aku telepon dulu ....” tangan Cindy langsung memegang tangan Melvin yang sedang merogoh ponsel.“Bukan begitu, Mas. ini kan tempatnya mahal, aku gak sanggup bayar,” aku Cindy sejujurnya. Jujur ia tidak mengetahui besaran gaji yang akan didapatkannya selama bekerja di Moulson. Masalahnya Cindy tak sempat mempelajari apa pun di dalam kontrak kerja yang ditandatanganinya. Suasana saat itu sangat tak ingin diingat Cindy sama sekali.“Lho, kok kamu jadi berubah pikiran?
“Sekarang aku tanya, apa ada satu rencana Bapak menaklukkan Cindy dan berhasil?” tanya Lefrant dengan nada menyindir yang sangat kentara. Mata Sebastian memicing tak suka dengan sikap Lefrant tapi ia tak bisa berbuat apa pun. Lefrant bisa membacanya dengan baik.Sedangkan Lefrant makin berada di atas angin. Ia tersenyum menyeringai kemenangan pada sikap Sebastian yang kalah.“Aku pasti akan menaklukkan dia. Apa sih yang gak bisa dibeli?” sahut Sebastian dengan angkuhnya. Lefrant menanggapi dengan anggukan dan senyuman tapi berupa olokan. Sebastian sampai membuang wajahnya ke samping karena Lefrant akan membuatnya mati kutu.“Nona Cindy mungkin bukan jenis wanita yang menyukai uang .... “ Sebastian dengan cepat mencebik sinis dan menggeleng.“Gak ada manusia di muka bumi ini yang gak menyukai uang, Lef!” pungkasnya memotong cepat. Lefrant tak mengiyakan. Ia berbalik mengambil salah satu kursi dan duduk di dek
Malam pertama di apartemen baru tak terasa nyaman bagi Cindy. Melvin bahkan tak mau membayar makan malam dan menunggu Cindy yang menyiapkan semuanya. Alasannya adalah ia tak punya uang karena semuanya sudah habis. Cindy terpaksa menguras sisa uang yang ada di tabungan daruratnya. Padahal tabungan itu tak tersentuh cukup lama. Meski tak banyak, uang tunai itu sangat membantu karena Cindy tidak memiliki cadangan makanan apa pun.“Maaf ya, Sayang. Nanti kalau aku punya uang, aku yang akan traktir kamu makan,” ujar Melvin menyengir tanpa rasa malu. Cindy hanya tersenyum getir tanpa bicara menghabiskan makan malam yang tak disukainya. Hanya saja karena dari siang ia tak makan, Cindy pun menghabiskan makanan yang dipesannya melalui aplikasi online.“Oh iya, bisa gak bulan depan kamu ngajuin kredit pembelian mobil baru? Biar aku gampang ke rumah sakit buat jalanin pengobatan.” Cindy berhenti makan saat mendengar permintaan Melvin. Keningnya mengernyit.
Keesokan harinya Cindy bersiap berangkat ke rumah sakit untuk menemui Sebastian. Semalaman ia tak bisa tidur meski seranjang dengan Melvin di matras baru yang nyaman. Semalaman, Cindy tak berani menghidupkan ponselnya. Ia takut tak tahu harus bicara apa saat Sebastian menghubungi dan marah karena ditinggal di rumah sakit.“Kamu sudah siap mau berangkat? Pagi amat!” erang Melvin yang baru membuka matanya. Cindy sudah rapi. Ia bahkan sudah membelikan sarapan untuk Melvin.“Iya, Mas. Aku punya pekerjaan yang harus diselesaikan pagi-pagi,” jawab Cindy tak mengaku jika Sebastian sedang sakit. Melvin mengusap mata dan duduk di tempat tidur.“Aku lapar ....” gerutu Melvin merengek manja.“Aku sudah siapkan sarapannya di meja ya, Mas ....” sahut Cindy bersiap pergi. Ia mengambil tas tangannya dan akan memakai sepatu. Tetapi Melvin malah merengek minta dilayani.“Ah, aku kan gak bisa jalan!”
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a