Malam pertama di apartemen baru tak terasa nyaman bagi Cindy. Melvin bahkan tak mau membayar makan malam dan menunggu Cindy yang menyiapkan semuanya. Alasannya adalah ia tak punya uang karena semuanya sudah habis. Cindy terpaksa menguras sisa uang yang ada di tabungan daruratnya. Padahal tabungan itu tak tersentuh cukup lama. Meski tak banyak, uang tunai itu sangat membantu karena Cindy tidak memiliki cadangan makanan apa pun.
“Maaf ya, Sayang. Nanti kalau aku punya uang, aku yang akan traktir kamu makan,” ujar Melvin menyengir tanpa rasa malu. Cindy hanya tersenyum getir tanpa bicara menghabiskan makan malam yang tak disukainya. Hanya saja karena dari siang ia tak makan, Cindy pun menghabiskan makanan yang dipesannya melalui aplikasi online.
“Oh iya, bisa gak bulan depan kamu ngajuin kredit pembelian mobil baru? Biar aku gampang ke rumah sakit buat jalanin pengobatan.” Cindy berhenti makan saat mendengar permintaan Melvin. Keningnya mengernyit.
Keesokan harinya Cindy bersiap berangkat ke rumah sakit untuk menemui Sebastian. Semalaman ia tak bisa tidur meski seranjang dengan Melvin di matras baru yang nyaman. Semalaman, Cindy tak berani menghidupkan ponselnya. Ia takut tak tahu harus bicara apa saat Sebastian menghubungi dan marah karena ditinggal di rumah sakit.“Kamu sudah siap mau berangkat? Pagi amat!” erang Melvin yang baru membuka matanya. Cindy sudah rapi. Ia bahkan sudah membelikan sarapan untuk Melvin.“Iya, Mas. Aku punya pekerjaan yang harus diselesaikan pagi-pagi,” jawab Cindy tak mengaku jika Sebastian sedang sakit. Melvin mengusap mata dan duduk di tempat tidur.“Aku lapar ....” gerutu Melvin merengek manja.“Aku sudah siapkan sarapannya di meja ya, Mas ....” sahut Cindy bersiap pergi. Ia mengambil tas tangannya dan akan memakai sepatu. Tetapi Melvin malah merengek minta dilayani.“Ah, aku kan gak bisa jalan!”
Saat Cindy masuk ke kamar Sebastian, bosnya itu tak ada. Cindy jadi kebingungan sampai ia mendengar pintu terbuka dan ia menarik napas lega. Sebastian keluar dari kamar mandi dengan santai melipat jubah yang ia kenakan. Begitu melihat Cindy, Sebastian tak berhenti atau terkejut. Ia cuek saja seolah Cindy tak ada. Melihat sikap seperti itu, Cindy jadi merasa bersalah.“Selamat pagi, Mas.” Cindy menyapa pelan dan lembut sambil mendekat. Sebastian tak membalas sama sekali bahkan tak mau melihat pada Cindy. Ia malah kembali ke tempat tidur dan kembali duduk seraya bersandar. Cindy makin merasa canggung. Ia pun mendekat dan hendak membantu.“Kamu sudah gak di infus lagi, Mas?” Cindy masih mencoba bicara.“Kamu masih bertanya?” Sebastian dengan ketus menyindir. Cindy diam lalu menarik napas panjang. Ia masih mendekat lalu menundukkan kepalanya.“Aku minta maaf, Mas. Baru datang dan terlambat ....”“Ha
Untuk saat ini, bagi Cindy besaran gaji yang disebutkan oleh Sebastian sangatlah besar. Ia bisa menyewa rumah sederhana yang layak huni dengan gaji sebesar itu. Bahkan untuk apartemen yang dihuninya sekarang, Cindy pun bisa menyewanya tanpa masalah. Hanya saja saat mendengar jika gajinya dipotong total untuk melunasi utang, Cindy jadi kembali kecewa. Ia jadi merasa seperti b udak yang diperas keringatnya tanpa ada kepastian untuk bekerja tanpa henti.“Mas, bolehkah aku meminta separuh dari gajiku? Aku juga membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari,” ujar Cindy memberanikan diri. Dengan wajah datar tanpa ekspresi, Sebastian memiringkan wajahnya melihat Cindy. Ia seperti keheranan sekaligus mengernyit tak mengerti.“Memangnya ke mana Melvin? Apa dia gak memberikan kamu uang lagi?” sahut Sebastian menyindir. Cindy menundukkan pandangannya pilunya sejenak.“Ini hanya sementara, Mas. Mas Melvin sedang sakit ....”“
Sebastian mendekat pada Cindy. Ini adalah kesempatannya mengunci Cindy seperti yang diinginkannya. Cindy sedang tak punya pilihan selain pasrah.“Aku punya penawaran buat kamu. dengarkan aku dengan baik,” ujar Sebastian dengan suara husky dan nada rendah. Cindy tak menjawab. Ia menatap mata Sebastian dengan jantung yang berdegup kencang. Wajah tampan Sebastian begitu dekat dengannya.“Kalau kamu mau kencan denganku selama seminggu, aku akan kurangi lima persen dari seluruh utangnya. Tapi kamu harus mau melayani aku sampai aku puas, gak boleh pulang atau kembali pada Melvin sampai kencan kita selesai,” sambung Sebastian mengunci Cindy.Cindy melongo terperangah mendengar penawaran Sebastian. Tanpa malu Sebastian malah menyeringai kemenangan. Ia tahu jika Cindy pasti akan menyerah. Cindy menggeleng kecil terperangah tak percaya.“M-Maksud kamu apa menawarkan aku seperti itu, Mas?” ucap Cindy separuh terbata-bata. Bibir Se
“Apa Anda Naomi Jingga?” Naomi menatap keheranan pada ketiga pria yang sedang berhadapan dengannya. Pandangannya lalu terpaku pada satu orang. Seorang pria yang mengenakan kacamata dengan sorot mata tajam, alis yang sedikit lebih tebal serta sedikit jambang.“Iya ....” belum selesai Naomi menjawab, seorang pria menarik lengannya ke arah pintu.“Buka pintunya!” perintahnya galak. Naomi jadi ketakutan. Terlebih keadaan sedang sepi.“Kalian siapa?”“Buka pintunya!” pria itu mengulang lagi perintahnya dengan mata mendelik tajam. Naomi terpaksa membuka kunci pintu rumahnya. Pria itu mendorong Naomi sampai masuk ke dalam.“Kalian mau apa?” hardik Naomi makin keras. Ia melihat tiga pria itu satu persatu. Lefrant masuk dan pria di belakangnya menutup serta mengunci pintu. Naomi kini terdesak di dalam rumahnya, terkurung dengan pria-pria yang tak ia kenal.“Apa Anda gak kap
“Nao! Nao!”Madelo mengejar Naomi yang marah padanya usai pengakuannya. Ia mengaku sudah memposting berita tentang Sebastian Arson yang tak jadi ditayangkan oleh televisi. Oleh karena itu, Naomi hanya membawakan berita soal profil Sebastian Arson semata, dan itu pun jadi masalah sekarang.“Tunggu dulu!”“Kok bisa Mas Delo tega kayak gitu ke aku!?” pungkas Naomi menyemburkan kekesalannya. Madelo mencebik sekalian berkacak pinggang menghadapi Naomi.“Kamu kan gak ngerti bagaimana capeknya mencari berita investigasi soal Sebastian Arson. Dia itu licin dan misterius. Kalau kita gak mencari tahu soal dia dan ternyata dia berbahaya, negara ini juga bisa dalam bahaya, Nao!” Madelo mengurai alasannya. Naomi langsung mengernyitkan keningnya.“Maksud Mas Delo apa?”“Begini, Sebastian Arson itu adalah pengusaha asal Amerika, tapi dia punya darah keturunan Indonesia. Dia berinvestasi sang
“Kamu meminta aku untuk memanfaatkan Pak Sebastian, Mas?” Cindy berujar seakan tak percaya. Melvin yang semula mendekatkan wajahnya lalu sedikit mundur. Matanya masih menatap Cindy. Ia merasa jika Cindy mulai sedikit berubah. Dia tak lagi se penurut seperti dulu.“Aku gak bilang seperti itu, tapi kan kamu tahu persis seperti apa kesulitan kita. Aku gak bisa bernegosiasi apa pun sama dia dan hanya kamu yang selama ini bekerja buat dia. Jadi ....”“Mas, kamu yang memaksaku bekerja di sana untuk melunasi utang-utang kita. Sekarang ... semuanya masih belum cukup. Aku bahkan gak tahu lagi apa yang harus aku lakukan untuk keluar dari situasi seperti ini,” jawab Cindy penuh kepedihan. Matanya berkaca-kaca tak percaya mendengar kalimat Melvin.Melvin pun tertegun mendengar serta menatap Cindy. Kalimatnya yang menusuk membuat Melvin terdiam. Rasa kemanusiaannya seakan tercambuk. Masalahnya, keegoisannya lebih tinggi dari apa pun. Cindy yang sudah lelah pada hari ini, tak mau berbicara lebih la
“Gak mungkin, Peter.”“Aku akan memeriksa soal ini, Dan. Yang penting Komandan tenang dulu, jangan langsung bertindak ....”“Bagaimana aku gak cemas? Sebastian membuka jaringan Moulson di Indonesia. Dia pasti mengincar Cindy!”Napas Dion Juliandra terengah dan sangat cemas. Kabar tentang kepulangan Sebastian di media sosial terlambat sampai padanya. Itu karena selama ini ia menganggap semuanya aman saja setelah pria itu masuk penjara.“Atau ... mungkin Ayu tahu sesuatu, Dan?” usul Peter dari ujung telepon. Dion memejamkan mata dengan tarikan napas panjang serta berat.“Aku akan hubungi Ayu. Tolong cari tahu yang terjadi lebih lengkap, Peter.”Sambungan telepon itu diputuskan tak lama kemudian. Dion masih resah memegang ponsel lalu melihat lagi pada potongan liputan berita tersebut. Ia mencoba mencari sumber berita pertama namun tak menemukan. Media yang menurunkan berita itu sebelum
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a