Semua Bab Obsesi Liar Mantan Bosku: Bab 81 - Bab 90

199 Bab

Bab 81. Inilah Aku

Cindy masih terdiam dan tidak bicara apa pun selain hanya melihat mata Sebastian. Dan Sebastian mulai mendekatkan bibirnya lagi dan mulai mencium. Sebastian selalu bertindak seperti apa yang ia inginkan, dan ia tidak pernah mencium dengan penuh perasaan dan perlakuan lembut sebelumnya pada wanita lain tapi Cindy bisa membuka sisi romantis lain dari Sebastian Arson.Sebastian masih terus mencium Cindy yang tak membalas mengulum bibirnya. Cindy di antara setengah sadar dan kebingungan mengalami yang bukan pertama kalinya itu. Namun kini rasanya berbeda, ada getaran aneh dalam hatinya yang tidak pernah ia rasa  pada Sebastian sebelumnya.Ciuman Sebastian mulai pindah ke rahang Cindy begitu pula dengan tangannya yang semula berada di pipi. Tangan Sebastian kini pindah ke ujung kaos oversized yang tengah dipakai Cindy. Ia hendak menarik ke atas kaos yang dipakai Cindy. Namun baru sampai bagian atas perut Cindy mulai bicara hal yang membuat Sebastian berhenti.&l
Baca selengkapnya

Bab 82. Mencari Kebenaran

Sebastian kembali merangkul pinggang Cindy dan menariknya lagi lebih dekat tapi dengan sikap yang lebih lembut. ia tidak menarik dengan kasar. Sebaliknya, Cindy  berusaha mendorong bagian dada Sebastian dengan telapak tangannya yang mengepal.Dengan sebelah lengan kiri merangkul pinggang dan tangan kanan memegang tekuk Cindy, Sebastian tidak membiarkan wanitanya lepas darinya sama sekali. Akibatnya Sebastian mulai kehilangan kendalinya lagi, dan Cindy selalu membuat rantai kendali Sebastian pada hasratnya terus putus.“Jangan pernah melawan aku, kamu gak akan suka kalo aku marah. Hanya aku yang bisa melindungi kamu dari orang-orang seperti Melvin dan keluarganya. Jadi gak perlu melawanku lagi,” bisik Sebastian di depan wajah Cindy. Hembusan nafasnya menghangatkan ujung hidung Cindy perlahan.“Mulai sekarang kamu gak boleh pulang sama sekali ke rumah itu lagi. Kamu akan tinggal denganku, suka atau tidak!” Cindy dengan cepat m
Baca selengkapnya

Bab 83. Gara-Gara Es Krim

Sebastian sudah terlihat lebih tenang dan tidak lagi marah. Kali ini Cindy tidak bisa berbuat apapun untuk menolak Sebastian. Ia akan menempuh resiko lebih besar dan kebebasannya akan semakin jauh jika ia terus melawan dengan cara berdebat dengannya.Terlebih Sebastian sudah setuju untuk memberikan kelonggaran pada Cindy membuktikan dirinya tak bersalah. Usai perdebatan itu, Sebastian mulai mendekatkan lagi wajahnya dan hendak mencium Cindy. Cindy yang menyadari bahwa Sebastian akan menciumnya tidak bisa berbuat apa pun untuk menolaknya saat ini. Dalam tangis yang diam ia harus pasrah. Cindy pun menutup matanya rapat-rapat seolah semua akan cepat berakhir jika matanya tertutup.Tapi tak sampai bibir Sebastian hendak menyentuh Cindy, tiba-tiba keningnya berkerut dan ia mulai meringis seolah kesakitan.“Aahh ... ahhk!” Sebastian meringis kesakitan melepaskan rangkulannya pada Cindy. Ia menunduk dan mulai meringkuk di sofa dengan napas yang tersengal. Cindy pun membuka matanya tiba-tiba
Baca selengkapnya

Bab 84. Bos Yang Pingsan

“Cindy, kamu kok lama banget sih?” rengek Sebastian manja memanggil Cindy. Cindy terkesiap mendengar rintihan Sebastian. Ia pun segera kembali ke dalam kamar.“I-Iya sebentar,” jawab Cindy sambil berjalan hendak masuk kembali ke kamar. Sebastian yang tidak mengubah posisi tidurnya memanggil Cindy untuk mendekat.“Masih sakit perutku, Yang,” rajuk Sebastian makin manja. Ia berharap Cindy makin mendekat padanya. Cindy juga mengambil minyak kayu putih yang selalu dibawanya jika bepergian.“Itu apa?” tanya Sebastian melihat sebuah botol kecil minyak kayu putih di tangan Cindy.“Ini minyak kayu putih, Mas. Mungkin bisa membuat perut kamu jadi lebih hangat,” ujar Cindy lembut. Cindy tersenyum tipis dan membuka tutup botolnya lalu membauinya pada hidung Sebastian. Sebastian mengerutkan keningnya. Seumur hidup ia belum pernah mencium bau minyak menyengat seperti itu.“Baunya kayak mentol dan
Baca selengkapnya

Bab 85. Kasih Sayang

Cindy mengernyit tak mengerti saat mendengar kalimat Edward. Apa Edward merasa jika Cindy mencoba melakukan hal buruk pada Sebastian?“Apa maksud Bapak bicara seperti itu?” tanya Cindy saat keluar dari lift. Ia tidak berjalan mengikuti Edward. Edward menarik satu kali napas panjang lalu mendekat. Wajahnya dingin tanpa senyuman sama sekali.“Aku sudah pernah bilang kalau Pak Sebastian menyukai kamu. Jadi kalau kamu mau selamat, sebaiknya kamu berbuat baik sama dia. Jangan melakukan hal yang membahayakan nyawanya,” ujar Edward seperti sedang menuduh Cindy. Cindy makin mengernyit. Sekarang ia paham maksud Edward yang secara tidak langsung menuduhnya mencelakakan Sebastian.“Saya gak pernah terpikir berbuat hal seperti itu sama Pak Sebastian. Apa Bapak pikir saya akn meracuni dia?” Edward masih belum mengubah sikapnya pada Cindy. Ia tak mau membela atau menyalahkan Cindy sebelum ada buktinya.“Kamu gak mencintai dia k
Baca selengkapnya

Bab 86. Belaian Kesembuhan

Sebastian membalikkan tubuhnya langsung melingkarkan kedua lengannya pada Cindy tanpa perduli sebelah tangannya sedang diinfus. Ia memiringkan wajahnya hingga menyentuh bagian dada Cindy. Dan Cindy hanya bisa membeku. Ia melebarkan mata, menaikkan alis dan nafasnya tercekat.“Aku pengen kamu, Baby doll. Cuma kamu obatku,” gumam Sebastian pelan di dada Cindy. Sepertinya ia sudah dalam keadaan sadar. Cindy mencoba menunduk melihat Sebastian yang terus memeluknya erat. Ia cuma menelan ludah berkali-kali dan masih tercekat. Jantungnya terus menerus berdegup kencang.“Kenapa aku jadi ingin memeluk dia? dia kan bukan suamiku,” gumam Cindy dalam hatinya.Mata Cindy masih menunduk melihat rambut kecokelatan Sebastian yang terlihat lembut dan halus. Perlahan tercium wangi shampo yang digunakannya bercampur dengan wangi parfum tubuhnya yang seksi. Dalam keadaan sakit pun Sebastian Arson masihlah pria yang sangat menarik. Ia memakai piyama
Baca selengkapnya

Bab 87. Lolos

Mobil yang membawa Cindy berhenti di ujung sebuah gang. Cindy memilih untuk menginap di rumah Naomi daripada kembali ke rumah mertuanya. Ia bahkan tidak menghubungi Melvin seperti yang sudah dijanjikannya. “Nona, kita gak bisa berhenti di sini,” ujar pengawal Sebastian yang mengantarkan Cindy. Cindy menunduk menoleh ke dalam mobil. “Rumahnya gak jauh dari ujung sini kok. Atau besok jemput saya saja di sini. Saya janji ga akan kabur,” jawab Cindy memberikan alternatif. Pengawal itu menghela napas panjang. Ia hanya diperintahkan untuk mengantarkan Cindy tapi bukan berarti ia boleh melepaskan begitu saja. “Begini saja, saya antar ke dalam ....” Mata Cindy langsung membesar dan ia menggeleng dengan cepat. “Gak apa. Saya janji akan tunggu di sini jam tujuh pagi terus kita langsung ke rumah sakit,” potong Cindy panik. Pengawal itu menatap Cindy beberapa saat. Ia masih ragu dengan kejujuran Cindy. Cindy masih terus menatap dengan pandangan memelas. ia sangat
Baca selengkapnya

Bab 88. Segurat Kenangan Masa Lalu

“Kamu gak pulang ke rumah? Maksudku kamu tinggal di mana sama suami kamu sekarang,” tanya Naomi setelah beberapa menit mereka bicara.“Di rumah mertua. Tapi aku sedang gak mau ke sana dulu, deh,” ujar Cindy menjawab seraya tersenyum getir. Naomi menangkap senyuman getir itu tapi ia tak mau bertanya lebih jauh karena Cindy pasti sulit menceritakannya.“Hmm, kamu uda ngasih tahu suami kamu?” Cindy tersenyum aneh lagi dan mengangguk.Naomi dan Cindy pun bersiap untuk tidur. Hari sudah sangat larut dan besok Cindy juga harus bangun pagi-pagi untuk ke rumah sakit. Berbagai pertanyaan tentang perilaku aneh Cindy berubah menjadi rasa penasaran bagi Naomi. Kehidupan Cindy yang misterius berhasil menyita perhatiannya.Cindy dan Naomi tidur satu ranjang meski tak terlalu lega tapi tak terlalu sempit.“Maaf ya, Nao. Aku jadi bikin tempat tidur kamu makin sempit,” ujar Cindy pelan. Naomi tersenyum dan menggeleng.
Baca selengkapnya

Bab 89. Berlututlah Padaku

Sebastian Arson terbangun tepat pukul tujuh pagi di ruang perawatan di salah satu rumah sakit internasional. Ketika ia bangun, tangannya langsung meraba di sekitarnya. Seingatnya semalam ia bersama Cindy dan memeluknya semalaman. Tapi kini Sebastian belum membuka penuh matanya harus mengerutkan keningnya dan kesal. Cindy ternyata tidak ada di ranjangnya.“Baby? Sayang ... Cindy?” panggil Sebastian menggerang. Ia menoleh ke samping tapi tak menemukan siapa pun. Sebastian masih pusing tapi tangannya dengan cepat menemukan tombol panggil darurat.“Lefrant! Edward!” panggil Sebastian setengah berteriak sambil menekan tombol tersebut. Tak lama, Lefrant dan Edward masuk bersama perawat yang berjaga khusus untuk Sebastian. Perawat itu dengan sigap memeriksa Sebastian karena dipanggil.“Ya pak, selamat pagi,” ujarnya sambil memandang Sebastian yang baru saja bangun. Sebastian lantas duduk dan melihat ke seluruh ruangan.“
Baca selengkapnya

Bab 90. Tamu Tak Disangka

“Memangnya suami kamu masuk rumah sakit lagi ya?” Naomi kembali bertanya setelah Cindy bersiap-siap akan pergi. Cindy tersenyum dan mengangguk lagi. Naomi masih menghela napas panjang sambil memandang Cindy. Cindy membereskan barang-barang serta koper yang akan dibawanya.“Terus kamu ke rumah sakit pakai apa?” Cindy diam sejenak lalu berbalik tersenyum pada Naomi.“Kayaknya dijemput sama sopir.” Naomi mengatupkan bibirnya lalu mengangguk paham.“Kalau begitu, aku anterin sampe depan gang ya ....”“Gak usah, Nao. Aku bisa jalan sendiri kok. Makasih, aku uda diijinin nginep di sini.” Naomi tersenyum lalu mendekat pada Cindy. Ia mengusap sisi lengan Cindy mencoba memberikan dukungan padanya.“Jangan bicara begitu. Aku kan sahabat kamu. aku pasti bantuin kamu kok. Lagi pula dulu, kamu uda bantuin aku banget.” Cindy tersenyum lalu memeluk Naomi lagi. senyumannya memudar saat memeluk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
20
DMCA.com Protection Status