Semua Bab Obsesi Liar Mantan Bosku: Bab 91 - Bab 100

199 Bab

Bab 91. Dua Pria Satu Hati

Begitu Cindy tiba di ujung gang, mobil yang mengantarkannya semalam berhenti di depannya. Pengawal yang mengantarkannya semalam keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Raut Cindy berubah tak enak.“Maaf ....” pengawal itu mengangguk pada permintaan Cindy. Cindy pun masuk ke dalam mobil dan koper dibawa oleh pengawal tersebut masuk ke bagasi. Ia bergegas menuju balik kemudi dan pergi.“Saya sudah lima kali bolak balik dan menunggu, Nona belum datang.” Pengawal itu mengeluh pada Cindy. Cindy makin merasa tak enak. Ia pun kembali meminta maaf.“Maaf ya. Saya ketiduran lagi.”“Apa Nona sudah sarapan pagi?” Cindy menggelengkan kepalanya. Pengawal itu menengok jam tangan dan ia mendengus kesal.“Kita sudah sangat terlambat. Nanti di rumah sakit saja Nona bisa sarapan. Nanti saya belikan,” ujar pengawal itu memperhatikan Cindy. Ia masih menyetir.“Gak apa-apa. Terima kasih.&
Baca selengkapnya

Bab 92. Cinta Berubah Haluan

Usai menyelesaikan masalah aneh di mobil, Cindy separuh berlari masuk ke lift yang membawanya ke ruang perawatan Sebastian. Ia terengah mengatur napas lalu menoleh pada pengawal yang membawakan kopernya. Pengawal itu juga terengah mengatur napas. Nasibnya berada di tangan Cindy. Ia sudah sangat terlambat mengantarkan Cindy ke rumah sakit meski bukan kesalahannya tapi ia bisa dipecat.“Tolong jangan bilang sama Pak Sebastian kalau tadi telepon saya sibuk karena dihubungi sama suami saya Melvin,” pinta Cindy pada pengawal yang menemaninya ke lantai atas. Pengawal itu menghela napas panjang lalu mengangguk.“Tapi apa Nona bisa mengatakan sama Pak Lefrant agar jangan memecat saya?” kening Cindy mengernyit tak mengerti sampai pengawal itu melanjutkan kalimatnya.“Saya sudah terlambat mengantarkan Nona ke rumah sakit.” Cindy tersenyum lalu mengangguk.“Tentu saya akan bertanggung jawab. jangan khawatir.” Pengawal
Baca selengkapnya

Bab 93. Kesetiaan Teruji

“Kamu tidur di mana semalam?” tanya Sebastian sambil berbaring menatap Cindy. Cindy memperbaiki selimut Sebastian agar ia nyaman di dalam ruangan ber AC yang sejuk.“Di rumah teman.” Cindy menjawab singkat.“Teman yang mana?” Sebastian makin menyelidiki. Matanya mulai mengantuk karena pengaruh obat.“Teman perempuan ....”“Bukan Melvin, kan?” Cindy tertegun menatap Sebastian. Kini hidupnya seperti terbalik. Pria yang bukan suaminya bertingkah seperti memilikinya. Sedangkan pria yang menikahinya, justru tak dipedulikan. Cindy pun menggeleng lemah. Sebastian memegang sebelah tangan Cindy lalu menggenggamnya.“Jangan pernah kembali sama dia. Dia hanya akan menyakiti kamu.” Sebastian bicara tanpa ekspresi dan suara sedikit menyeret karena mengantuk. Cindy diam saja menundukkan pandangannya menatap tangannya yang digenggam Sebastian. Sebastian mendekatkan genggaman tangan itu ke bib
Baca selengkapnya

Bab 94. Bermuka Dua

“Apa kamu masih ingat?” Sebastian bertanya lagi. Cindy hanya bisa menatap tak mengerti. Ia mendengar gambaran pertemuan mereka di masa lalu tapi akhirnya Cindy hanya bisa menggeleng.“Tidak.” Cindy menjawab singkat dengan nada rendah lalu menundukkan pandangannya. Sebastian terus menatap Cindy. Ia ingin percaya tapi tak bisa. Sampai detik ini, Cindy tidak mau mengakui hubungan mereka di masa lalu sama sekali.“Terserah kamu mau terus berbohong. Suatu saat kamu akan menyesalinya ....”“Tapi aku gak berbohong, Mas. Sungguh, aku gak bisa mengingat apa pun dari masa lalu kita. Aku akan membuktikan jika itu memang benar, aku gak bersalah,” sahut Cindy bersikeras dengan keadaannya.Cindy terus teringat pada setiap kalimat yang diutarakan oleh Sebastian di rumah sakit beberapa jam lalu. Kini Cindy ikut penasaran dengan apa yang terjadi padanya dahulu. Ia harus mencari tahu apa yang terjadi padanya selama ini. Cindy
Baca selengkapnya

Bab 95. Meraih Simpati Kembali

“Hutang kita?” Cindy mengulang. Melvin segera mengatupkan bibirnya cepat. Ia jadi kelepasan sekaligus mendengus pelan tak enak. Langkah Melvin terlalu terburu-buru ingin menjadikan Cindy sebagai pion. Melvin lalu menggeleng cepat dengan raut tak enak.“Jangan salah sangka. Maksudku, itu utangku. Tapi aku memaksa kamu untuk ikut menanggungnya. Gak seharusnya aku berbuat seperti itu, Cin. Aku tahu aku salah.” Melvin berubah menjadi murung serta menyesali keadaan. Cindy masih diam memperhatikan. Ia mencoba menebak-nebak apa yang sesungguhnya sedang direncanakan oleh Melvin.“Aku sudah berusaha untuk kembali tapi keadaanku ....” Melvin memandangi kakinya. Ia jadi menundukkan kepalanya seperti sedang menangisi nasib. Cindy mulai terenyuh sekaligus merasa bersalah. Rasa curiga di benaknya seperti terkikis.“Mas, maafin aku. Aku gak bermaksud membuat kamu jadi sedih.” Cindy bertutur lembut lalu meraba tangan Melvin. Melvi
Baca selengkapnya

Bab 96. Tangan Pengacara Dingin

Sepeninggal Cindy, Lefrant masih harus menerima berita yang membuatnya kesal. Profil Sebastian kini muncul di media TV. Orang-orang akan mencari tahu tentang Sebastian. Setelah itu, semua gosip tentang masa lalunya akan muncul bersamaan termasuk soal catatan kriminalnya. Tidak ada yang mengetahui jika Sebastian pernah menjalani hukuman penjara di Amerika. Sekalipun ia kemudian dibebaskan dengan jaminan dan keputusan banding, tetap saja catatannya buruk.“Perempuan ini gak mempan dikasih tahu ternyata,” gerutu Lefrant pada sosok Naomi yang ia tuding sebagai dalang dari munculnya berita tersebut. Meski belum pernah bertemu, Lefrant sudah kesal setengah mati.Setelah berpikir beberapa saat, Lefrant menghubungi pemimpin redaksi dari stasiun televisi yang menayangkan liputan soal Sebastian sebelum berita menjadi tajuk utama. Lefrant begitu serius akan melayangkan somasi dan permintaan maaf serta ganti rugi jika berita itu diteruskan.“Aku gak mau ta
Baca selengkapnya

Bab 97. Di Bawah Utang

Cindy cemas saat dibawa ke salah satu kompleks apartemen mewah oleh Melvin. Melvin tak lagi memakai fasilitas dari orang tuanya dan mempertaruhkan hidupnya dengan bergantung sepenuhnya pada Cindy. Sedangkan Cindy tak lagi memiliki uang.“Mas, ngapain kita kemari?” tanya Cindy dengan wajah cemas. Melvin sedikit menaikkan alisnya lalu tersenyum.“Bukannya kita mau tinggal di apartemen? Jadi ya aku bawa kita ke sini. Aku kenal baik lho manajernya. Sebentar aku telepon dulu ....” tangan Cindy langsung memegang tangan Melvin yang sedang merogoh ponsel.“Bukan begitu, Mas. ini kan tempatnya mahal, aku gak sanggup bayar,” aku Cindy sejujurnya. Jujur ia tidak mengetahui besaran gaji yang akan didapatkannya selama bekerja di Moulson. Masalahnya Cindy tak sempat mempelajari apa pun di dalam kontrak kerja yang ditandatanganinya. Suasana saat itu sangat tak ingin diingat Cindy sama sekali.“Lho, kok kamu jadi berubah pikiran?
Baca selengkapnya

Bab 98. Membalikkan Permainan

“Sekarang aku tanya, apa ada satu rencana Bapak menaklukkan Cindy dan berhasil?” tanya Lefrant dengan nada menyindir yang sangat kentara. Mata Sebastian memicing tak suka dengan sikap Lefrant tapi ia tak bisa berbuat apa pun. Lefrant bisa membacanya dengan baik.Sedangkan Lefrant makin berada di atas angin. Ia tersenyum menyeringai kemenangan pada sikap Sebastian yang kalah.“Aku pasti akan menaklukkan dia. Apa sih yang gak bisa dibeli?” sahut Sebastian dengan angkuhnya. Lefrant menanggapi dengan anggukan dan senyuman tapi berupa olokan. Sebastian sampai membuang wajahnya ke samping karena Lefrant akan membuatnya mati kutu.“Nona Cindy mungkin bukan jenis wanita yang menyukai uang .... “ Sebastian dengan cepat mencebik sinis dan menggeleng.“Gak ada manusia di muka bumi ini yang gak menyukai uang, Lef!” pungkasnya memotong cepat. Lefrant tak mengiyakan. Ia berbalik mengambil salah satu kursi dan duduk di dek
Baca selengkapnya

Bab 99. Permintaan Menyakitkan

Malam pertama di apartemen baru tak terasa nyaman bagi Cindy. Melvin bahkan tak mau membayar makan malam dan menunggu Cindy yang menyiapkan semuanya. Alasannya adalah ia tak punya uang karena semuanya sudah habis. Cindy terpaksa menguras sisa uang yang ada di tabungan daruratnya. Padahal tabungan itu tak tersentuh cukup lama. Meski tak banyak, uang tunai itu sangat membantu karena Cindy tidak memiliki cadangan makanan apa pun.“Maaf ya, Sayang. Nanti kalau aku punya uang, aku yang akan traktir kamu makan,” ujar Melvin menyengir tanpa rasa malu. Cindy hanya tersenyum getir tanpa bicara menghabiskan makan malam yang tak disukainya. Hanya saja karena dari siang ia tak makan, Cindy pun menghabiskan makanan yang dipesannya melalui aplikasi online.“Oh iya, bisa gak bulan depan kamu ngajuin kredit pembelian mobil baru? Biar aku gampang ke rumah sakit buat jalanin pengobatan.” Cindy berhenti makan saat mendengar permintaan Melvin. Keningnya mengernyit.
Baca selengkapnya

Bab 100. Istri Tulang Punggung

Keesokan harinya Cindy bersiap berangkat ke rumah sakit untuk menemui Sebastian. Semalaman ia tak bisa tidur meski seranjang dengan Melvin di matras baru yang nyaman. Semalaman, Cindy tak berani menghidupkan ponselnya. Ia takut  tak tahu harus bicara apa saat Sebastian menghubungi dan marah karena ditinggal di rumah sakit.“Kamu sudah siap mau berangkat? Pagi amat!” erang Melvin yang baru membuka matanya. Cindy sudah rapi. Ia bahkan sudah membelikan sarapan untuk Melvin.“Iya, Mas. Aku punya pekerjaan yang harus diselesaikan pagi-pagi,” jawab Cindy tak mengaku jika Sebastian sedang sakit. Melvin mengusap mata dan duduk di tempat tidur.“Aku lapar ....” gerutu Melvin merengek manja.“Aku sudah siapkan sarapannya di meja ya, Mas ....” sahut Cindy bersiap pergi. Ia mengambil tas tangannya dan akan memakai sepatu. Tetapi Melvin malah merengek minta dilayani.“Ah, aku kan gak bisa jalan!”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
20
DMCA.com Protection Status