PRANG – Naomi kaget saat terdengar kaca jendela yang pecah. Segera ia bangun dari tidur dan mengecek. Naomi sedang tidur dan ia kaget saat melihat ada pecahan kaca di ruang depan. Beberapa batu terlihat di lantai. Naomi pun berjalan mendekat lalu menyibakkan sedikit gorden dan mengecek keluar.
“Siapa yang lemparin kaca rumahku?” gumam Naomi dengan bola mata melirik ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa pun di luar membuat Naomi makin curiga. Jantungnya berdegup makin kencang. Naomi jadi takut. Tiba-tiba suara dering ponselnya mengejutkan Naomi. Ia sampai memekik.
“Oh, Tuhan! Aku pikir apa.” Naomi menggerutu dengan jantung yang masih melompat-lompat. Rasanya seperti baru saja dibom. Ia kembali ke kamar dan mengecek ponsel. Kening Naomi mengernyit dalam melihat nomor asing yang menghubunginya. Naomi pun mengangkat panggilan tersebut.
“Naomi Jingga?” sebut suara dari ponsel.
“Iya? Ini siapa ya?” tanya Naomi
Naomi tersentak kaget karena ketiduran setelah semalam ia mencoba berjaga. Ia sampai kaget mengurut dadanya lalu menarik napas panjang dan lega. Tidak terjadi apa pun lagi sampai pagi. Setelah mengurut kepala beberapa saat, Naomi bangun dari tempat tidur menyeret kakinya dengan malas ke kamar mandi.“Ah, pegel banget!” keluhnya sebelum membungkuk mencuci muka.Setelah membersihkan wajah, Naomi keluar dari kamarnya dan melihat ke arah pecahan kaca di lantai. Pecahan itu belum dibersihkan. Naomi menghela napas panjang lalu mengambul sapu dan tempat sampah. Ia terpaksa harus mengganti kaca jendela depan hari ini.“Aku lapor dulu sama Bapak kos deh,” gumam Naomi usai membersihkan sisa beling. Ponselnya berdering keras tak lama kemudian. Naomi kembali ke kamar dan langsung mengangkat panggilan dari Madelo Jafarel.“Halo?”“Kamu di mana?” kening Naomi sedikit mengernyit. Apa Madelo tidak tahu jam berapa sek
Cindy harus mengurus semua keperluan Sebastian seperti layaknya seorang istri. Sebastian mengatakan jika ia akan pergi bermain golf di sebuah resor. Jadilah Cindy mempersiapkan pakaian serta peralatan golf. Hanya saja, Cindy tidak mengetahui letak peralatan tersebut.“Kamu cari apa, Sayang?” tegur Sebastian yang melihat Cindy kebingungan mencari sesuatu di walk in closet.“Itu ... peralatan golf.” Cindy menjawab dengan lembut seraya menegakkan tubuhnya. Sebastian mengangguk dengan wajah datar menghampiri Cindy lalu menekan tombol panggil interkom di salah satu dinding.“Siapkan peralatan golfku. Masukkan ke bagasi!” perintah Sebastian singkat.“Baik, Pak.” Suara balasan dari interkom terdengar. Cindy melepaskan napas panjang lalu sedikit menunduk. harusnya dari tadi Sebastian melakukannya jadi Cindy tidak perlu membuang banyak waktu untuk mencari peralatan golf tersebut.“Sekarang kamu
“Gak, Mas. Aku belum bisa pulang dulu. Hari ini aku masih harus kerja,” ujar Cindy menjelaskan dengan nada rendah. Sebastian masih melirik sinis pada Cindy yang terus bicara pada Melvin. Ia sudah malah melihat tingkah Melvin yang pura-pura perhatian pada Cindy.“Hari ini kan Sabtu? Apa kamu gak dapet libur?” tanya Melvin lagi. Cindy menundukkan pandangannya. Ia jadi merasa bersalah tapi juga bingung harus bersikap seperti apa.“Iya.”“Kapan kamu selesai? Biar aku jemput.” Melvin menawarkan diri lagi. sikapnya sangat baik dan perhatian membuat Cindy jadi iba. Cindy jadi melupakan sikap Melvin yang tidak membelanya saat kejadian malam itu.“Gak apa, Mas. Aku bisa pulang sendiri, kamu kan sedang sakit gak bisa keluar.”“Aku bisa kok kalo cuma sekedar jemput kamu. Aku bisa minta tolong sopir Papa buat nganterin aku. Mau kan?” bujuk Melvin lagi. Cindy tertegun sedikit membuka mulutn
“Ahh!” Cindy tak sengaja melemparkan stik golf yang ia ayunkan jauh ke depan. Edward dan Lefrant sudah cekikikan melihat tingkah lugu Cindy. Sebastian sedikit mengurut keningnya meski sesungguhnya ia nyaris tidak bisa menahan senyuman pada sikap Cindy yang menggemaskan.“Aduh susah, Pak. Aku gak bisa,” keluh Cindy merengek hendak menyerah.“Yang dipukul bolanya, Cantik. Bukan rumputnya.” Sebastian membalas dengan sebutan sayang pada Cindy di depan semua orang. Edward sampai memipihkan bibirnya mengangguk paham.“Mereka menginap berdua?” celetuk Edward pada Lefrant.“Dari kemarin berdua terus.” Lefrant menjawab.“Apa dia gak diberi ijin pulang?” Lefrant menggeleng.“Gue bilang, dia ga akan mau cerai kalau begini caranya,” ujar Lefrant melepaskan napas panjang.“Gue gak ngerti sama dia. Bukannya ini hanya akan tambah masalah kalau sampai bocor ke m
Keyla akhirnya kembali ke bawah setelah tidak memperoleh apa pun di atas. Lebih baik ia menunggu Cindy di restoran bawah saja. Butuh dua jam sampai Sebastian Arson dan rombongannya keluar. Beruntungnya bagi Keyla, Sebastian sempat berdiri sesaat untuk bicara dengan salah seorang pria yang juga merupakan pengusaha.Banyak orang yang ingin bertemu dengan Sebastian Arson. Investasi yang dilakukan Moulson bukanlah investasi biasa. Moulson ingin menjadi partner ditingkat bisnis multilateral dengan Indonesia. Itulah mengapa Moulson dianggap sebagai perusahaan raksasa yang akan sangat menguntungkan.“Moulson berencana membangun dua pabrik baru. Satu produksi dan satu lagi perakitan. Keduanya akan dibangun dalam waktu satu bulan ini, aku mau kamu menyiapkan semuanya yang aku butuhkan,” ujar Sebastian pada Cindy yang terus menyimak pembicaraan bisnis di sela makan siang dan permainan golf hari ini.Cindy mengangguk sigap. Ia sudah memiliki bayangan akan peker
Saat Sebastian selesai membersihkan diri, giliran Cindy yang akan menggunakan kamar mandi. Cindy sudah bersiap hendak masuk, tapi Sebastian masih berdiri di depan pintu dengan lengan bersedekap ke depan dada dan hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya.“Pak, saya ingin pakai kamar mandi.” Cindy meminta dengan sopan. Ia menjaga jarak dengan Sebastian yang menghalanginya masuk. Sebastian bergeming tak mau pindah. Matanya bahkan masih menatap tajam pada Cindy. Cindy tak berani menatap Sebastian yang menghalangi dengan tubuh tingginya dan besar. Beberapa jejak air masih jatuh di pundaknya dan itu menjadikannya makin tampan. Rona di wajah Cindy tak bisa hilang dan malah membuatnya jadi makin malu.“Pak, saya minta ijin untuk memakai kamar mandi.” Cindy kembali meminta. Sebastian malah berjalan ke depan dan Cindy otomatis mundur.“Mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini? Kamu panggil aku Pak terus! Aku muak dengernya!&rdq
Mungkin nasib Naomi akan berubah usai ia menyajikan berita yang akan menaikkan karier atau malah sebaliknya, ia bisa saja akan kehilangan nyawanya. Usai membacakan berita tentang Sebastian Arson, perasaan Naomi tak karuan dan malah resah. Rasanya tidak berani pulang mengingat ancaman yang diberikan padanya semalam.“Heh, ngelamun aja! Ini aku traktir!” ucap Madelo tersenyum memberikan kopi dingin dari salah satu gerai kopi terkenal pada Naomi. Naomi tersenyum mengambil gelas kopi latte tersebut. Ia menyeruput pelan tapi tak begitu menikmati. Rasanya seperti pahit yang aneh.“Berita dan informasi yang kamu berikan akan jadi perbincangan nanti, liat saja!” ujar Madelo sedikit menyeringai. Naomi hanya memperhatikan sekilas lalu menunduk lagi. Ia jadi makin tak nyaman.“Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama Cindy? Masalahnya ....” Madelo terus memperhatikan Naomi dan menunggu kelanjutan dari kalimatnya yang menggantung.&ldq
Setelah makan malam sendirian di kamar, Cindy meneruskan menyusun catatan serta laporannya tentang pembangunan pabrik baru hasil investasi dan kerja sama Moulson Corporation. Sebastian masih belum masuk ke dalam kamar sehingga Cindy bisa makan malam dengan tenang sendirian. Ia sudah duduk di depan laptop dan mengetikkan laporannya.Cindy sesungguhnya sangat tekun dengan pekerjaannya sebagai seorang sekretaris. Ia bisa mengerjakan semua hal yang diminta oleh Sebastian dengan sangat baik. Meskipun Sebastian kadang melakukan yang tidak seharusnya, tetapi Cindy tetap berkonsentrasi dengan pekerjaannya sebagai eksekutif sekretaris.“Hmm, ini ... kayaknya ke sini.” Cindy masih asyik dengan pekerjaannya. Ia menganalisis dan membuat diagram dengan baik. Sedang asyik mengerjakan pekerjaannya, sebuah kecupan tiba-tiba mendarat di pipinya.“Hah!” Cindy terkesiap kaget dan langsung berbalik. Sebastian tersenyum tenang separuh merangkul Cindy di kursi
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a