All Chapters of Istri Tiga Tahun CEO Arrogant: Chapter 91 - Chapter 100

111 Chapters

Sebelum mengatakan aku kejam, tanyakan berapa banyak pisau dan panah yang mereka tancapkan di jantung dan hatiku. Lalu katakan pantaskah mereka dikasihani?

Setelah selesai mengecek jumlah barang aku membawa Raka ke sebuah restoran cepat saji tak jauh dari apotik. Tak enak juga membiarkannya pulang begitu saja apalagi dia juga membawakan titipan Nathan. "Maaf, di sini pinggiran kota jadi, tak ada kafe atau resto mahal seperti di Jakarta." Merasa tak enak juga mengajaknya makan di restoran yang menunya kebanyakan favorit anak-anak. "Nggak papa. Asyik juga makan sambil menikmati pemandangan keluarga kecil yang bahagia. Berasa dikasih kode." Raka mengedipkan sebelah matanya. Kode? Kode apa maksudnya? Oh... aku memicingkan mataku. Sontak Raka tertawa renyah. "Astaga......" Aku menggelengkan kepalaku. Raka memang sedikit konyol. Raka adalah saudara sepupu Nathan tapi sifatnya berbeda dengan Nathan. Pria ini lebih ramah dan humoris ketimbang Nathan. "Duduklah, biarkan aku pesankan." Aku berjalan menuju meja pemesanan. "Dua paket ayam goreng," pesanku pada Mbak-mbak di bagian order lalu mengambil uang dari dalam tas. "Pakai
Read more

Pikirkan baik-baik, untuk kembali bersama Shilla

Pov Elgar Aku hanya bisa memandang punggung rapuh itu berjalan menjauh dan menghilang di tikungan jalan. Dadaku terasa sesak melihat sorot kebencian dimata Shilla. Aku tidak pernah membayangkan Shilla akan berubah begitu dingin. Dia juga sangat angkuh. Sama sekali tidak seperti Shilla yang aku kenal dulu. Meski pendiam tapi Shilla sangat hangat dan ramah. Begitu besar rasa kecewa dan marahnya padaku sampai merubah wanita baik hati menjadi sosok dingin yang tak tersentuh. Berita kematian Mommy pun tak membuatnya iba dan bersimpati. Justru dia terkesan cuek dan tak peduli. Bahkan dia tanpa ragu menginjak-injak pemberian Mommy. Benarkah itu murni karena kebenciannya padaku? Ataukah ada hal lain? Dari sikapnya seolah Shilla juga membenci Mommy. Tidak, itu tidak mungkin. Shilla dan Mommy sangat dekat. Dan setahuku Shilla tak tahu tentang alasan perpisahan orang tuanya. "Mister..." Putra menepuk lengan kiriku. Aku tersentak, reflek mengangkat satu alisku. Dengan dagunya
Read more

Kata orang, jangan pernah menyakiti orang tulus. Karena saat dia kecewa dia bisa menjadi orang yang paling jahat.

Setelah berbicara dengan Budhe aku bergegas menyusul Shilla. Kupikir istriku itu kan ke apotik miliknya. Namun ternyata dari foto yang Gerald kirim istriku sedang bersama pria di sebuh restoran. "Nona di dalam bersama seorang pria."Putra mengatakan jari telunjuknya ke sebuah Restoran cepat saji. "Sedang apa mereka?" tanyaku dengan pandangan tak lepas dari kedua mahluk yang berjenis kelamin berbeda itu. "Dari laporan Gerald, pria itu sedang berusaha menggoda Nona Shilla. Sepertinya dia menaruh hati pada Nona Shilla." Tanganku mengepal, menahan amarah yang sedang bergemuruh dalam dadaku. Hampir saja kupukul kaca jendela mobil untuk melampiaskan rasa panas yang menjalar di dada ini. "Mister tenang saja, dari pantauan Gerald Nona Shilla seperti enggan menanggapi pria itu. Nona bahkan tidak meladeni ataupun tertawa dengan lelucon yang pria itu buat." Sedikit lega, setidaknya Shilla masih sadar dengan statusnya yang masih istriku. "Maaf Mister, apakah tidak sebaiknya ki
Read more

"Cinta maupun benci itu ibarat api, terkadang memberi hangat namun tak jarang membuat hangus terbakar."

"Sejak kecil Shilla memang keras kepala," kata Budhe Siti setelah aku menyesap jahe madu yang dibawakannya beberapa menit yang lalu. Dari depan rumah Shilla aku dibawa ke rumah seorang ustadz yang cukup di segani di sini. Pria yaang nampak religius itu sangat baik dan ramah, tak segan meminjami pakaian ganti dan mengizinkan aku untuk menginap di rumahnya meski kami baru bertemu. "Apapun yang Shilla inginkan pasti akan dikejarnya sampai dapat. Hatinya sangat teguh namun hangat, perhatian dan baik ke semua orang." Sambung wanita dengan penutup kepala itu. Tak ada yang salah dari penuturan Budhe Siti tentang Shilla. Sejauh aku mengenalnya, Shilla memang seperti itu. Baik, pengertian dan ramah meski pendiam. "Budhe juga bingung, kenapa dia berubah angkuh dan sulit memaafkan seperti itu. Padahal kami tidak pernah mengajarinya menyimpan dendam. ... Mungkin, Shilla butuh waktu untuk menerima semua yang sudah dialaminya sebagai takdir dari yang maha kuasa." Kusimak setiap kata yan
Read more

Setiap masalah akan menemukan jalan keluarnya. Dan semua usaha tidak akan yang sia-sia jika dilakukan dengan ikhlas

"Semakin hari kondisi Shilla makin aneh. Tidak mau bicara juga tidak mau makan dan minum. Kerjanya hanya melamun saja, seperti orang depresi," tutur Budhe Siti dengan pandangan menerawang ke depan. Kuhirup dalam-dalam udara yang terasa semakin menyusut. Sesal itu rasanya berjejalan di dalam dadaku menindih jantung dan ulu hati membuat aku sulit bernafas. Ruang tamu yang cukup luas ini mendadak terasa pengap. "Atas saran Pak ustadz kami membawa Shilla ke pondok pesantren untuk meminta bimbingan Mbah Yai agar Shilla bisa menerima semua ketetapan Gusti Alloh atas hidupnya." Sambung Budhe Siti sambil menyusut air mata di sudut matanya. "Astaghfirullah......." Tak kuasa menahan sesal, air mataku pun tak kuasa lagi kubendung. Berulangkali aku mengusap kasar lelehan bening yang entah kenapa bisa kutahan. Bodoh.... bodoh....bodoh....., rutukku dalam hati ketika kalimat-kalimat kasar yang pernah aku ucapkan kembali terngiang di telingku. Ya Alloh betapa kejamnya aku padanya. Kemara
Read more

"Ingat, tugasmu meminta maaf! Dimaafkan atau tidak itu bukan hakmu dan urusanmu."

Di sebuah pondok pesantren di pinggiran kota surabaya kini aku tinggal. Di tempat ini hatiku merasa lebih tentram, jiwaku pun lebih damai. Udara yang segar dan suasana yang sepi jauh dari kebisingan kota membuat bisa berpikir lebih jernih. Merenungi semua peristiwa dalam hidupku dan mengambil hikmahnya. Di sini aku juga melakukan penebusan dosa dengan pertaubatan nasuhah. "Bebaskan Veronica dan kembalikan pekerjaan dan karirnya," perintahku pada Putra seminggu yang lalu saat pria itu datang untuk meminta tanda tanganku. "Untuk Olivia, bawa dia mansion. Biarkan dia tinggal di sana sampai akhir hayatnya." Suatu saat aku pasti akan menemuinya untuk meminta maaf. Dia bersalah padaku tapi aku membalasnya terlalu kejam. Kini aku sadar arti dari ucapan Shilla, 'Balaslah setimpal tapi akan lebih baik tidak membalas.' Saat sakit hati, orang cenderung lepas kendali dan tidak bisa mengontrol emosi sehingga membalas lebih sakit dari yang dirasakan. Hari demi hari berlalu dengan mendek
Read more

Ternyata seperti ini jadi orang kaya, sendiri dan kesepian.

"Nona Olivia ada di taman belakang," beritahu Putra setelah membukakan pintu mobil. "Saya akan menyuruh pelayanan untuk membawanya ke ruang tamu." Katanya lagi sambil mengekoriku. "Tidak perlu," Aku berjalan masuk, melewati lorong samping menuju ke taman belakang. Langkah demi langkah terasa berat, banyak kenangan bersama Shilla dan Mommy di setiap sudut mansion ini. Istana megah yang sengaja Papa bangun untuk mengurung Mommy, sebagai hukuman atas keegoisan Mommy. Seperti tujuannya, mansion ini terasa sangat sepi dan menyiksa. Sari kejauhan nampak seorang wanita duduk diatas kursi roda sambil menatap ke hamparan bunga yang sedang bermekaran. Sesaat aku menghentikan langkah, ingatan tentang kebersamaan bersama Shilla dan Mommy kembali membayang. Suasana dan wangi bunga seolah menarikku masuk ke dalam lorong waktu yang membawaku ke dimensi lain. Dari tempatku berdiri dengan jelas aku melihat Shilla dan Mommy sedang tertawa bersama diantar hamparan bunga-bunga. Dua wa
Read more

"Dia menolak dirawat karena ingin menebus dosa-dosanya dna mendapatkan pengampunan darimu."

Pov Shilla. "Maaf jika kedatanganku menyita waktumu." Pagi ini Devon datang bersama Natalia dan Raisa. Katanya ada yang perlu dibicarakan. Jika bukan karena dua sahabatku itu, aku tak akan menuruti permintaan pria ini untuk bicara berdua saja. Pria itu mengulurkan buku menu ke arahku, memintaku memesan minuman dan makan siang. Aku hanya melirik buku menu itu tanpa berniat membukanya apalagi memesan. Saat ini kami duduk di sebuah restoran dekat hotel tempat Natalia dan Raisa menginap. Dua hari yang lalu Raisa menelpon, katanya Natalia mengajak berlibur. Dan kota Surabaya tujuannya. "Kami akan datang berlibur sekalian menjengukmu," katanya melalui sambungan telpon dua hari yang lalu. Dan kini dua sahabatku itu duduk di meja lain tak jauh dari kami. Mereka sedang asyik berbincang berdua sedang bayi Raisa bersama pengasuhnya. "Setidaknya pesanlah segelas minuman." Devon melirik pramusaji yang masih setia berdiri di samping meja kami. "Katakan ada apa?" tanyaku tak pe
Read more

Menyusul ke Frankfurt.

Sampai di rumah pikiranku makin tidak tenang. Sejak tadi aku hanya duduk di atas kursi di depan jendela kamar. Apa benar yang dikatakan Devon? Puluhan kali pertanyaan itu muncul di dalam otakku. Namun tak sekalipun aku berniat membuka amplop coklat yang diberikan Devon tadi. Entah sudah berapa kali aku menghela nafas namun sesak di dada ini tak kunjung hilang. Semakin dipikirkan semakin membuat resah pikiran. "Berjanjilah kamu tidak akan meninggalkan Elgar apapun yang terjadi." Kembali permintaan Papa Leonard menggema di ingatan. Permintaan yang membuatku sampai hari ini tidak pernah mengajukan gugatan cerai. Janji yang berusaha aku tepati meski dalam keadaan terluka. Aku tidak pernah meninggalkan Elgar tapi pria itu yang mengusirku. Memintaku pergi menjauh darinya. Setelah pria itu tahu keberadaanku di sini aku juga tidak pernah mencoba pergi karena janji itu. Bahkan saat aku mengetahui jika mommy Rosa adalah alasan ketidakadilan yang aku dan Mamaku alami aku masih berusa
Read more

"Meski hanya untuk meminta cerai, setidaknya setelah sekian lama dia mencariku

Shilla tak lagi bertanya dimana Elgar saat ini. Wanita itu bergegas pergi setelah mendengar nama Olivia. Dia berpikir jika Elgar sudah kembali pada mantan kekasihnya itu. Buktinya security yang menjaga pintu gerbang menyebut wanita itu dengan sebutan Nyonya. Dengan tergesa-gesa Shilla berjalan menuju jalan utama. Rasa malu dan kecewa membuat wanita itu tak sekalipun menoleh. Meski security yang tadi berbicara dengannya berteriak memanggilnya berulang kali. "Bodoh....bodoh......bodoh..." Ucapnya sambil berjalan cepat. Kenapa dia datang jaih-jauh hanya untuk melihat kebahagiaan Elgar dan Olivia. Tak seharusnya dia datang ke sini untuk mempermalukan diri sendiri. Beruntung dirinya tak bertemu dengan Elgar juga Olivia sehingga dia tak perlu kehilangan muka di depan dua orang itu. Tak bisa dia bayangkan betapa malunya jika sampai bertemu dengan Elgar. Shilla mengusap wajahnya kasar. Entah kenapa ada air mata yang menetes di kedua pipinya. Tidak, dia tidak cemburu. Dia haru
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status