“Acieeeeh, Pak Saka udah berani peluk Aya. Tapi, kita, kan nggak kelihatan, Pak di mata manusia?” Aya senang bukan main dipeluk Saka. “Oh, iya lupa.” Saat itu juga Saka melepaskan pelukannya. “Tahu gitu, nggak dikasih tahu biar dipeluk agak lama.” Kecewa sang putri jadinya. “Sudah, ayo pergi dari sini. Sudah cukup 10 ekor ayam kita tangkap.” Saka mengikat ayam dengan ikat kepalanya. Lalu dia mengajak gadis bermata biru itu kembali. “Pak Sakaa, gendong.” Kumat manja si Aya. “Malas, bisa terbang padahal.” “Pelit!” “Lihatlah aku sedang bawa ayam.” “Eh, tunggu, emang udah tahu di mana tempat tinggal Astina?” tanya Aya. “Oh, iya, di mana, ya? Tuan Putri tunggu di sini, aku akan bertanya pada guru dulu, dia pasti tahu jawabannya.” “Eh, Pak Saka, nggak usah, mending cari tahu sendiri deh. Duduk, tenangkan pikiran, pasti ketemu. Feeling Aya Astina tinggal di dalam gunung. Percaya sama calon istrimu yang cantik jelita dan imut-imut ini.” Sejenak Saka memandang Aya. Dari cara berbica
Read more