“Tuan Putri, bangun, Tuan Putri, bangun, hari sudah pagi, ayo kita bersiap.” Mei Mei mengguncang betis tuannya. Aya tidur memakai kain yang sangat tipis dan pendek, mungkin kepanasan, padahal di gunung sangat dingin. “Bentar, lagi, Ma, kan, libur sekolah.” Aya balik tengkurep. “Tuan Putri, nanti Gusti Prabu marah kalau putrinya bangun siang. Tak baik untuk anak gadis apalagi yang belum menikah,” bisik Mei Mei lagi. “Aya nikah sama Pak Saka aja.” Mendengkur lagi gadis bermata biru itu. “Tuan Putri pilihannya hanya tiga pangeran yang datang.” Mei Mei tak menyerah membangunkan tuannya. “Pangeran, Gusti Prabu,” ulang Aya sambil membuka mata perlahan. Lalu ia sadar sudah berada di dalam istana. Detik itu juga Aya duduk bersila. “Cepet banget waktu berjalan, perasaan baru kemarin main ultraman sama Pak Saka.” Aya garuk-garuk kepala. “Ayo, Tuan Putri, hamba bantu mandi.” “Pak Saka mana?” tanya gadis itu. “Tidak tahu, Tuan Putri, kami beda urusan dan pekerjaan. Kita harus cepat, sebab
Read more