“Enggak perlu senaif itu, Pak. Bapak perlu kerja dan aktivitas saya beda jauh dengan Bapak. Jangan korbankan pekerjaan, demi saya. Selama ini, saya udah biasa mandiri, meski punya suami sekali pun. Bapak tenang aja. Enggak perlu berlebihan mengkhawatirkan saya,” jelas Ambar perlahan agar bisa dimengerti oleh Sapto.Pria yang selalu berdandan rapi tersebut tersenyum tipis. Ada rasa khawatir mendera, dalam hatinya. Dia tetap tak bisa mengabaikan rasa tersebut. Imbas penyesalan semakin menghimpit rongga dada.“Harus bagaimana saya menebus dosa ini, Bu? Apalagi Ik sedang berada di luar. Kabari saya, jika perlu bantuan. Hanya itu yang mampu saya janjikan,” ucap Sapto bersungguh-sungguh.“Terima kasih, Pak. Saya gak tau meski ngomong apalagi atas kebaikan Bapak ini. Saya merasa kuat lagi, setelah tumbang sesaat. Teman karib, selalu bersama, bahkan di tangannya, saya percayakan anak. Berkhianat. Berasa dunia tak berpihak pada kami.” Setelah berucap, Ambar beberapa saat, menarik napas.Tak la
Baca selengkapnya