All Chapters of Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan: Chapter 21 - Chapter 30

109 Chapters

Bab 21 # Belum Beracun

Pagi itu aku terbangun dengan kondisi yang lebih baik. Seno telah memindahkanku ke kamar tamu yang ada di lantai bawah. Aku tidak lagi kesulitan untuk pergi ke kamar dan suasana di lantai bawah juga cukup nyaman. Perabot dan kasur di kamar ini terlihat normal, bahkan tampak mewah. Semua berhiaskan nuansa emas, sampai aku silau dengan pantulan sinar yang terkadang menusuk mata. "Selamat pagi, Sayang," sapa Seno sambil tersenyum ke arahku. "Pagi, Sayang."Aku menyambut senyumnya dengan balasan serupa. Seno kemudian bangkit dari ranjang dan membantuku berdiri. Padahal, aku bisa berdiri sendiri karena punggung dan pinggangku tidak sakit lagi. "Aku mandikan ya?""E—eh? Tidak usah," tolakku malu. Mengapa aku harus dimandikan oleh suamiku? Aku bisa mandi sendiri. "Kau yakin?" Seno masih mendesakku. Kali ini, ia bahkan menanggalkan jubah tidur yang tadi kukenakan. Pakaian dalam tanpa lengan pun mendadak tampak. Aku reflek menutupinya dengan kedua tangan. "Ayolah, kita kan suami-istri,"
last updateLast Updated : 2023-11-06
Read more

Bab 22 # Rencana Licik

Aku yang tidak pernah merasa mual di pagi hari, mendadak ingin muntah karena ocehan dari ibu mertua. Bahkan, itu juga bukan karena nasi goreng yang keasinan. Aku ingin mengeluarkan isi perutku karena ibu mertua membahas soal racun. Tidak apa-apa, katanya? Makananku belum beracun? Lalu apakah ia berniat untuk memberiku racun jika ada kesempatan? “HOEK!” Sukses. Semua isi perutku yang mayoritas berisi air itu keluar semua. “HOEK!” Aku tidak bisa menahan diri. Kulihat, nenek dan ibu terperangah dan menutup mulut serta hidung mereka. Sedangkan aku masih menunduk sambil terus memuntahkan isi perutku. Aku benar-benar muak dengan segala perkataan ibu yang tidak pernah baik kepadaku. “Oh My God! Kakak!” Setelah puas dan tidak ada lagi tenaga untuk muntah, aku melongok ke arah suara yang memanggilku. Sebuah suara wanita. “Selly?” gumamku dengan lemah. Sellly—adik ipar—yang duduk di sekolah menengah itu, tampak cantik dengan seragam sekolahnya: kemeja putih dengan rok yang terlalu pende
last updateLast Updated : 2023-11-07
Read more

Bab 23 # Pasang Umpan

Keesokan paginya, ketika membuka mata, betapa terkejutnya aku karena Seno sudah merapikan barang-barang kami ke dalam koper. “Kita mau pulang?” tebakku. Semoga saja tebakanku benar. Cicit burung turut menemani pagi yang cerah ini. Seno juga hanya memakai kaos polo berwarna hijau, tidak sedang memakai jas atau pun kemeja kerja. Sepertinya, ia libur. “Iya, kita pulang hari ini,” ucapnya seraya tersenyum kepadaku. Aku sangat bahagia. Akhirnya, aku bisa pergi dari rumah ini. Aku tidak suka di sini. Seno terlihat menarik koper kami hingga ke ujung pintu. Kamar ini tidak terlalu luas karena sebenarnya hanya kamar tamu. Dalam hati, aku senang karena tidak perlu repot harus mencari barangku yang tercecer di ruangan yang kecil ini. “Mau pergi?” Selly tiba-tiba menyapa ketika Seno membuka pintu kamar kami. Kali ini, ia mengenakan kaos ketat berwarna keunguan dengan celana training senada. Sepertinya, Selly akan mengikuti pelajaran olahraga di jam pertama. “Iya, Kakak kamu minta pulang,”
last updateLast Updated : 2023-11-08
Read more

Bab 24 # Mahya, Sang Reporter

Asap rokok mengepul, bergelung-gelung, saat Mahya menerawang di atas rooftop kantor Channel Insight–kantor berita tempatnya bekerja. Ia sedang menunggu kedatangan sang editor untuk berdiskusi sebelum mulai bertindak. Mahya sedang mempersiapkan diri untuk naik jabatan, setelah tiga tahun menjadi reporter investigasi junior tanpa promosi apa pun. “Kau sudah datang?” sapanya pada wanita berambut hitam sebahu yang baru saja keluar dari pintu darurat. “Yah. Gimana? Sudah ada ide mau liputan apa?” tanyanya menyelidik. Bola mata cokelatnya membulat seakan menuntut jawaban yang memuaskan dari sang lawan bicara. Mahya tersenyum miring. Dua perempuan berusia akhir 20-an itu pun saling tatap dalam keheningan. Mahya tentu memiliki sesuatu untuk ditawarkan pada sang editor. Sebelum itu, ia ingin memancing keingintahuan sang editor lebih dalam. “Kau ingat, kan? Pebisnis medis yang di sampul majalah SOWA? Aku mengendus sesuatu yang tak beres padanya.” “SOWA? Edisi kapan, woy!” “Bulan lalu. Huh
last updateLast Updated : 2023-11-09
Read more

Bab 25 # Sugar Daddy

“Ganti rugi?” Mahya mengernyit. Ia tidak mengerti apa maksud dari sang penelepon. Memangnya apa yang dia lakukan? “Halo?!” Suara itu terus memanggil, kali ini, nadanya sedikit tinggi. Mahya yang memiliki kesabaran setipis tissue tentu saja marah. “Salah sambung!” ketusnya lalu menutup telepon itu secara sepihak. Kantor Channel Insight sudah cukup sepi, waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Mahya–yang kebetulan tidak ada tugas lembur–tentu akan bersiap pulang, sebelum sebuah panggilan telepon, lagi-lagi, menganggunya. “Halo?!” Kali ini, suara Mahya yang meninggi. Ia tidak ingin kalah dalam pertarungan kedua ini. “Ini aku, Seno Adhijaya. Kau bilang, tadi akan memberiku ganti rugi!” “Se–seno?” Mahya menutup mulutnya secara reflek. “Astaga!” gumamnya dengan segera. Mahya benar-benar lupa telah merancang skenario seperti itu. Otaknya terlalu berpikir rumit untuk proposal investigasi. Ia melupakan hal yang sangat penting: narasumber. “Pak Seno! Ya, maaf saya pikir anda adalah
last updateLast Updated : 2023-11-11
Read more

Bab 26 # Mangsa Baru

"Mengapa Anda bicara seperti itu, Pak?" tanya Mahya, mencoba bersikap sabar. ia tidak terima jika Lara dijelek-jelekkan oleh suaminya sendiri. "Bicara apa?""Istri sama dengan simpanan.""Yah. Bukankah mereka itu tersembunyi? Istri-istri konglomerat tidak ditampakkan supaya tidak terkena skandal.""A—apa?"Mahya menyorot tajam perkataan Seno dengan amarah yang terpendam. Namun, sepertinya ia tak bisa menahan diri lebih lama. “Kau tidak tahu ya?”“Be—benarkah Anda berpikir seperti itu?”“Itu kenyataannya.”Mahya melongo, alih-alih marah, ia kini justru merasa kasihan dengan mental sang pengusaha baru itu. Benar-benar tidak bisa dibiarkan. Mahya segera mengambil segelaa air mineral yang belum sempat disentuh oleh si empunya—Seno—dan sekonyong-konyong menyiramkannya kepada si pemilik, tanpa berpikir panjang. “Sepertinya, otak Anda perlu didinginkan!” seru Mahya kasar. “KAU!” Seno tentu saja marah. Ia tak menyangka gadjs yang hendak dirayunya itu mah berakhir mempermalukannya seperti
last updateLast Updated : 2023-11-12
Read more

Bab 27 # Kesepian

Aku terkejut. Tidak ada siapa pun di rumah besar ini. Seno sudah mewanti-wanti agar aku tidak mencari siapa pun dan menemaniku masuk ke rumah ini sebentar, untuk meletakkan barang-barang kami. Sesuai perkataannya, ia harus pergi untuk rapat penting. Entah rapat apa itu. Aku tidak tahu. “Bi Yani mana?” tanyaku, tepat sebelum Seno melangkah ke luar rumah kami. Suara derap dari pantofelnya tampak membisu, menandakan bahwa lelaki itu sedikit merenungkan sesuatu. Kulihat, wajahnya mengernyit, seakan sedang berpikir terlebih dahulu untuk memberika sebuah jawaban yang kutunggu-tunggu. “Bi Yani masih libur. Besok baru kembali,” katanya sambil tersenyum kepadaku. Aku sedikit curiga tapi tidak ada alasan untuk memarahinya. Toh, sesuai perkataannya, bisa saja, Bi Yani memang sedang beristirahat di kediamannya. Besok aku baru akan mengetahui kebenarannya. *** Malam berangsur turun, kegelapan telah merajai kediaman ini. Seno belum tampak akan pulang pada jam-jam seperti ini. Berkali-kali
last updateLast Updated : 2023-11-13
Read more

Bab 28 # Formula Balas Dendam

Alasan dibalik ketiadaan Seno di rumahnya adalah karena lelaki itu saat ini bersama Olivia. Cumbuan mesra, pelukan panas dan erangan penuh kenikmatan sedang mereka rasakan berdua. Tidak ada sehelai kain pun yang menjadi pembatas di antara keduanya. Dan, saat ini, baik Seno maupun Olivia sama-sama terkulai lemas, tanpa daya. “Sialan,” rutuk Olivia, setelah ia melepaskan kondom yang berisi penuh cairan itu dari kejantanan milik Seno. Mengapa mereka menggunakan kondom? Bahkan ketika Olivia saja tidak akan pernah bisa mengandung–setidaknya, Seno harus berhati-hati. Ia tak ingin ada anak haram yang tercipta lewat hubungan ini. Olivia mendecih tatkala menatap Seno yang tertidur pulas dalam buaian mimpi, dan beberapa persen kadar alkohol yang merajai tubuhnya. Gadis itu sebetulnya tidak ada niatan untuk menghabiskan malam bersama dengan suami Lara. Hanya saja, bartender kelab yang biasa mereka datangi berdua, tiba-tiba menghubunginya. “Pria anda mabuk berat, Nona,” ucap sang bartender k
last updateLast Updated : 2023-11-15
Read more

Bab 29 # Lara Menghilang!

Sinar matahari mulai meninggi, kepala Seno terasa pusing. Ia mengernyit, kala cahaya terang mengenai wajahnya. “Di mana aku?” Seno bergumam. Ia tidak mengingat apa pun. Kemarin malam, ia sangat mabuk. Penolakan Mahya membuat harga dirinya terluka. Entah mengapa, Seno akhirnya melampiaskan kekecewaannya pada alkohol dan inilah hasilnya. “Selamat pagi, Sayang,” sapa Olivia dengan senyuman nakalnya. Jemarinya menarik selimut Seno yang masih ada separuh menutupi tubuhnya, membuat siluet menggairahkan baginya. “Olivia?” Seno membeliak. Bagaimana ia bisa berada di apartemen Olivia? “Katakan, apa yang telah terjadi?” Seno mulai bangkit dari ranjang dan berusaha mengenakan pakaiannya, sementara Olivia tampak terkekeh melihat reaksi dari kekasih gelapnya itu. “Mengapa kau sangat terkejut, Sayang? Bukankah kau sudah terbiasa di sini?” ejek Olivia. Ia bahkan tidak berniat menjawab pertanyaan Seno dan ingin bermain-main dengan sang suami Lara. “Sial!” Seno menggeram. Ia segera memakai celana d
last updateLast Updated : 2023-11-17
Read more

Bab 30 # Bi Yani Dalam Bahaya

“Aww ….” Lagi-lagi, aku tergelincir. Kerikil di gang ini memang cukup tajam. Sudah seharian aku berjalan di pasar, namun rumah Bi Yani tidak juga kutemukan. “Di mana ya, rumahnya?” Aku menerka-nerka, tapi tidak ada hasilnya. Aku kembali mengeja alamat yang kulihat di formulir pendaftaran Bi Yani saat melamar menjadi pelayanku. Seharusnya benar ada di sini, kampung Duku. Entah kenapa, rumah yang tertera malah tidak ada. “Memangnya bi yani itu hantu?” Aku menggumam. Rumah no.40 yang ditulisnya di formulir itu adalah rumah kosong. Rumah itu bahkan dirambati tanaman gulma dan temboknya juga sepertinya lapuk dimakan lumut dan jamur. Matahari perlahan naik, suasana menjadi cukup terik. Bayanganku hampir tidak ada, artinya, mungkin sekarang ini sudah hampir tengah hari. “Hhhh ….” Aku menghela napas. Merasa putus asa. Aku juga tidak memberitahu siapa-siapa bahwa aku sedang mencari rumah Bi Yani, agar Seno tak curiga. Pria itu bahkan kemarin tidak pulang. Aku bahkan bisa mengira, di mana
last updateLast Updated : 2023-11-18
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status