All Chapters of Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan: Chapter 11 - Chapter 20

109 Chapters

Bab 11 # Obsesi Gila

PoV Lara Seseorang tiba-tiba mengetuk pintu. Orang itu adalah … Olivia!"Nyonya, bolehkah saya masuk?" tanya wanita itu dengan senyuman mencurigakan. Ia mengipaskan sebuah foto cabul yang memuat potret suamiku dengan seorang wanita—yang tentu saja dirinya!"Masuk!" perintahku dengan napas tersengal. Seno baru saja pulang, setelah seharian menemaniku, meski tidak diminta. Esok—pagi-pagi buta—Seno harus pergi ke luar kota untuk melanjutkan proses pembayaran untuk mengakuisisi perusahaan rekanan. Aku tidak terlalu memperhatikan detailnya, karena aku juga tidak peduli pada aktivitas Seno. "Apa maksudmu?!" Aku meninggikan suara. Aku merebut paksa potret tak senonoh itu dari tangan Olivia, kemudian merobeknya dengan kasar hingga tidak berbentuk apa-apa. Gadis itu tertawa licik dan mengatakan bahwa ia memiliki seribu potret telanjang Seno yang lebih menggemparkan dari yang dirusak olehku tadi. "Ceraikan dia.""K—kau!"Aku benar-benar marah dan tidak terima. Tapi, Olivia terus saja membua
last updateLast Updated : 2023-10-22
Read more

Bab 12 # Pengusiran

Aku sedang memikirkan dampak dari ancaman Olivia. Padahal—khas Olivia—yang tidak bisa berpikir terlalu dalam dan matang, ancaman itu hanyalah ancaman kosong yang dapat ia lakukan.Sepanjang pengamatanku, Olivia akan melihat responku yang terjepit dan tak bisa melakukan hal lain, selain menuruti keinginannya. "Dasar jalang rendahan .…" bisikku yang sudah kehabisan suara. Aku tak bisa lagi berteriak dan didera syok yang hebat. Aku benar-benar tidak mengetahui, bagaimana cara mengatasi situasi ini. Kepalaku terasa sakit, hatiku nyeri dan tubuhku seolah tak berdaya, bahkan hanya untuk menyangga tulang-tulang rapuh ini. Apakah, aku benar-benar harus menceraikan Seno?“Tidak!” Aku menolak kuat ide itu. Aku bahkan mendongakkan kepala, menahan tangis yang mulai merebak dari kedua mata ini. Aku tidak ingin terlihat lemah dan tak berdaya. Aku akan menjadi wanita yang lebih tegar, dan siap menghadapi konsekuensi dari pilihan yang ada: tidak akan bercerai, apapun alasannya. "Bagaimana? Kau setu
last updateLast Updated : 2023-10-24
Read more

Bab 13 # Perpisahan Pahit

Aku kemudian menangis kembali, kebencian dan rasa sakit ini tidak mudah pupus begitu saja. Lambat laun, tubuhku mulai terasa lemah. Mataku bahkan mulai meredup, dan anehnya, kepalaku terasa pusing.Aku mencoba berpegangan pada tiang infus yang ada di sebelahku ketika kabel monitor janin masih membelit tubuh ini. Sedari tadi, kebencian dan rasa sakit yang memenuhi rongga diri terasa menyesakkan dada sehingga tidak menyisakan ketenangan sama sekali untukku. Aku menjadi semakin lemah dan tak berdaya. Kedamaian yang baru saja kurasakan, tak sebanding dengan akumulasi kepedihan yang sekian lama terpendam. Aku kembali digerogoti energi negatif yang menghisap kuat, seolah tak ingin membiarkanku pergi begitu saja."Hah…" Napasku mulai melemah. Titik-titik hitam mulai mengaburkan pandangan. Kepalaku seketika berputar-putar, seperti pusaran yang menghisap semua pikiran dan perasaan. Rasa sakit yang mendera kepalaku semakin intens, merayap melalui tulang-tulang di tengkukku kemudian mengepung
last updateLast Updated : 2023-10-24
Read more

Bab 14 # Kecurigaan Sang Suami

Suara bariton seorang pria mengejutkan Andre. Sontak ia menoleh ke belakang, dan menjumpai suami Lara sedang berdiri di hadapannya. Pria berjas hitam dengan penampilan formal itu, begitu mengejutkan Andre. Rambut hitamnya yang klimis tampak mengkilat ketika terkena sinar lampu yang ada di atas kepala mereka. Kebalikan dari Seno, penampilan Andre tampak kacau. Sang dokter yang biasanya terlihat formal, kali ini tampak kusut dan seperti kurang tidur, Seno menjadi bertanya-tanya, ada urusan apa dokter itu di kamar Lara. Bahkan, jadwal kunjungan rutin pun seharusnya belum dimulai. Hal ini menambah kecurigaannya. 'Berhati-hatilah dengan dokter Andre. Aku melihatnya bersama istrimu, tadi malam' begitu pesan Olivia, ketika mengirimkan pesan kepadanya. Seno mengurungkan niat untuk pergi ke luar kota, dan memutuskan untuk mengunjungi Lara terlebih dahulu. Jadwal bisnisnya bisa ditunda, namun rasa penasaran dan kecurigaannya harus terkonfirmasi terlebih dahulu. Jika saja pria yang mengaku d
last updateLast Updated : 2023-10-25
Read more

Bab 15 # Tunangan Dokter Andre

Lara tak menoleh sedikit pun, sebaliknya, ia malah mempercepat langkahnya. "Mohon maaf, Anda bisa menunggu di luar," ucap dokter Miriam dengan senyuman. Jika saja yang melontarkan kalimat tersebut adalah dokter Andre, niscaya Seno tidak akan menurut. Namun, dokter Miriam berbeda. Wanita itu memiliki aura dominan yang elegan, membuat pria dapat dihipnotis dengan suaranya tanpa sadar. "Ta—tapi, dok…""Agar pasien nyaman, Pak," lanjut sang dokter sambil mengantar Seno pergi dari kamar perawatan. Seno hanya menelan ludah, tak ingin lagi berdebat, atau semakin menjauhkan Lara darinya. Ia menurut meski dengan hati yang berat. Suara sepatu Seno terdengar lirih dan seketika hilang dalam beberapa saat kemudian. Pria itu benar-benar sedang berada di luar kamar Lara. Dokter Miriam kembali ke ranjang Lara—lagi-lagi sambil melemparkan senyuman—dan memeriksa keadaan pasien itu dengan seksama secara lebih nyaman. "Ibu, lain kali tolong beritahu perawat jika ingin mencopot kabel-kabel monitor ini
last updateLast Updated : 2023-10-26
Read more

Bab 16 # Kenikmatan Terlarang

Suasana ruangan yang hening itu tiba-tiba menjadi tegang, dengan sindiran dari Miriam. Andre yang sempat tertidur, kini membeliak dan menatap Miriam lekat. Wanita berambut sebahu itu hanya terlihat mengatupnya bibirnya dengan jengkel, atau malah… cemburu? "Untuk apa kau menanyakannya?" tanya Andre malas. Ia tidak merasa harus menjelaskan semuanya, terutama kepada tunangan yang tidak diakui olehnya. "A—aku….""Sudahlah, kembali lah bekerja, dokter. Kita harus membedakan hal-hal profesional dan personal. Ini bukan saat yang tepat untuk membahasnya," tukas Andre dingin sambil membelakangi Miriam yang masih terpaku menatapnya. Dada Andre bergemuruh ketika Miriam mengungkit-ungkit tentang Lara. Ia bahkan telah diusir dan kini? Topik tentang gadis itu seakan dikorek paksa atas dasar rasa penasaran Miriam yang tidak mengetahui apa-apa. "Aku tunanganmu, Andre! Aku seharusnya mengetahui masa lalumu," ucap Miriam dengan suara lirih. Wanita itu memang seakan tak pernah bisa menggapai cinta An
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more

Bab 17 # Tiga Hati Yang Tersakiti

Lara tidak akan pernah menyangka bahwa Seno—suami yang konon telah berubah itu—kembali bermain api di belakangnya. Lara masih beristirahat di rumah sakit, ketika Seno pamit pulang untuk kembali bekerja. Lara tersenyum ketika melepas kepergian Seno, setelah sore panas yang mereka habiskan berdua. Hanya tinggal menunggu hari, Lara akan diperbolehkan pulang kembali ke rumahnya, setelah observasi terakhir dari dokter berakhir baik dan Lara telah pulih seperti sedia kala. ***"Selamat pagi, Bu. Bagaimana perasaanmu?" tanya Dokter Miriam ketika melakukan pemeriksaan pagi ini. Ia dan seorang asisten serta dua orang perawat tampak masuk ke dalam kamarku pada jam yang sama, pukul 9 pagi. Aku tersenyum cerah. Aku merasa berkali-kali lipat lebih baik daripada sebelumnya. Tidak ada rasa sakit yang kurasakan dan secara umum, aku merasa bugar. "Saya merasa baik-baik saja, Dok," sahutku dengan cepat.Mentari pagi sudah meninggi, bahkan semburat sinarnya membuat jendela yang ada di sisiku mengant
last updateLast Updated : 2023-10-28
Read more

Bab 18 # Ancaman Kosong Miriam

Langit semakin menggelap, sedangkan Seno belum tampak akan datang untuk menjemputku. Bagaimana mungkin ia akan menjemput? Jika panggilanku saja tertolak oleh kotak suara yang mengundang untuk meninggalkan sebuah pesan. Aku tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. "Hhh …" Aku menghela napas panjang. Aku benar-benar kebingungan. Semburat jingga menambah rasa cemas di dadaku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku menatap nanar air mancur yang ada di taman. Untuk sesaat, aku tiba-tiba teringat ibu. Dulu, ketika aku masih kecil, aku juga pernah dalam fase bimbang seperti ini. Sepulang sekolah, ibuku tak kunjung menjemput. Aku terus saja meneleponnya namun Ibu tak bisa dihubungi, beruntung aku masih memiliki ayah—sebelum pria itu kabur dengan wanita lain. Aku kemudian menelepon ayah dan pria gagah itu dengan sigap menjemputku. Siapa lagi yang bisa diandalkan di waktu sulit seperti itu, jika bukan ayah dan ibu? Aku merasa sangat beruntung kala itu. Sekolahku—ketika masih di jenjang SD d
last updateLast Updated : 2023-10-29
Read more

Bab 19 # Orang Kaya Baru

Aku melongo mendengar perkataan Ibu Mertua. Dia memang seperti itu, tetapi aku tak suka mendebatnya. Pertengkaran kami tidak akan menguntungkan siapa-siapa. Aku harus bersabar, demi janin yang ada di perutku. "Kalau udah tau hamil tuh, dijaga badannya. Jangan sembrono! Ngerepotin orang aja!"Ibu masih mengomel tanpa memandangku. Ia bahkan hanya melirik sekilas, kemudian kembali merapikan riasannya dengan bedak kecil yang selalu dibawa kemana-mana. Saat ini, kami sudah berada di mobil untuk menuju ke rumah. Rumahku, mungkin? Atau rumah ibu mertua? Aku juga belum menanyakannya."Ma, kita mau ke rumah siapa?" tanyaku penasaran. "Dasar kamu itu! Tadi diomelin, diem aja, sekarang malah nanya-nanya."Aku terdiam. Sulit sekali berbicara kepadanya. Aku menjadi serba salah. "Kita mau ke rumah utama. Memangnya di rumahmu ada yang mengurusmu? Pelayan aja ngga ada, suamimu kan juga dinas luar terus.""Tapi, Ma—""Udah! Jangan ngeyel! Kalau bukan Nenek yang nyuruh, aku juga malas jemput kamu! M
last updateLast Updated : 2023-11-02
Read more

Bab 20 # Petaka Kasur Lantai

“Ada apa, Bu?” Pelayan di sebelahku turut terkejut ketika melongok ke dalam kamar itu. Perabotnya biasa saja hanya saja, ranjangnya tidak ada! “Loh! Kemana ya ranjangnya?” pelayan itu juga kebingungan. Ia mencoba mengecek ke dalam dan mencari-cari jejak ranjang yang seharusnya ada di sana. “Loh, kok nggak ada, ya?” Suasana kamar Seno tak ubahnya kamar anak kost yang begitu minimalis, sangat berbeda jauh dengan kamar lain yang terhias mewah. “Ba–bagaimana aku bisa tidur di sana?” Aku bertanya pada diriku sendiri, tidak bermaksud menanyakannya pada pelayan. Dia pasti tidak mengetahui apa pun. “Sebentar, Bu. Biar saya tanyakan ke Bu Narsih.” “Iya, tolong cepat. Aku sudah lelah, Mbak,” ucapku sambil masuk ke dalam kamar tersebut. Tidak ada sofa, tidak ada kursi, benar-benar harus lesehan, padahal perutku sudah membesar begini. Aku bisa saja duduk di bawah, akan tetapi bangkit kembali pasti akan susah. Kudengar, pelayan tadi tampak bercakap-cakap dengan seseorang yang disebutnya seba
last updateLast Updated : 2023-11-03
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status