Semua Bab Mencari Selingkuhan Suamiku: Bab 41 - Bab 50

299 Bab

Bab 41 Sumpah yang Tegas

Tindakan Taufan membuatku lagi-lagi tidak bisa menahan air mataku. Aku tidak sekuat itu, aku tidak tahu dari mana keberanianku untuk mengambil foto dengan tenang sebelum keluar dari rumah. Taufan ragu-ragu sejenak dan menepuk punggungku. Gerakannya sangat lembut dan sopan. Saat ini, penghiburan dari orang asing pun bagaikan penghiburan malaikat bagiku. Emosiku sontak kehilangan kendali. Layaknya anak kecil yang ditinggalkan oleh orang tua, aku tiba-tiba memeluk Taufan dan menangis lagi. Tidak disangka, aku terus-menerus bertemu dengannya hari ini dan bahkan memperlihatkan sisi yang begitu menyedihkan di depannya. Entah berapa lama kemudian, tangisanku mereda. Mungkin, air mataku sudah kering.Cahaya abu-abu menyingsing di cakrawala yang jauh dan menerangi langit yang gelap. Aku menyadari bahwa fajar akan segera tiba. "Terima kasih, Pak Taufan! Aku mau pergi ke rumah temanku! Di Godland Villa!" kataku. Dia memelukku dengan erat untuk sejenak dan mengangguk. Melihat penampilanku yang b
Baca selengkapnya

Bab 42 Tidak akan Memberi Ampun

Ini akan menjadi sumpahku. Aku akan hidup kembali sebagai diriku yang baru. Ketika menatap aku yang tampak garang, Fanny menggelengkan kepalanya tanpa daya dan membujukku dengan pelan, "Makan sesuatu dulu!"Aku menanggapinya dengan mengangguk. Fanny segera keluar dan menyiapkan makanan untukku. Setelah menenangkan hatiku dan merapikan penampilanku, aku baru keluar dari kamar. Usai makan, aku memberi tahu Fanny, "Aku mau jemput putriku.""Kamu sanggup nggak? Bagaimana kalau kamu tinggal di sini selama dua hari lagi? Kalau benar-benar sudah tenang, kamu baru pulang ke sana," ujar Fanny. Aku tahu dia khawatir denganku.Aku pun menatapnya seraya berkata dengan tegas, "Aku nggak akan menyerah begitu saja. Aku mau mendapatkan kembali semua milikku, semuanya!" "Terus, bagaimana kamu menjelaskan alasan kamu nggak pulang?" tanya Fanny dengan agak cemas.Aku menjawabnya dengan tenang, "Aku tahu caranya." Kemudian, aku berganti pakaian, mengambil tas, dan menghidupkan jaringan ponselku. Sebelum
Baca selengkapnya

Bab 43 Pertemuan yang Direncanakan

Malam itu, aku menahan rasa tidak nyaman untuk berbaring di ranjang yang kotor itu. Aku terus memberi tahu diriku bahwa melewati semua ini adalah langkah pertama untuk membalas dendam. Di malam hari, Harry mendekat dan ingin memelukku. Namun, aku langsung mendorongnya dan berujar, "Aku lagi mens, tolong jangan ganggu aku, menyebalkan!"Harry menjauh dengan kesal. "Aku tahu kamu lagi marah, semua ini salahku. Sayang, jangan marah lagi.""Tidurlah! Aku sangat khawatir dengan kondisi ayah di kampung, untuk apa aku marah padamu? Jangan terlalu banyak berpikir, oke?" ucapku tanpa serius di balik kegelapan.Harry sangat gembira ketika mendengar ucapanku. Dia menghampiriku dan menciumku. "Jangan khawatir, Tuhan pasti akan memberkati ayah!"Aku merasa jijik dan mengepalkan tanganku yang tertutup selimut. Di dalam hati, aku terus-menerus mengutuknya!Mengingat Harry yang begitu tidak tahu malu sampai meniduri adik perempuannya, aku benar-benar merasa jijik dan mual. Namun, aku harus mendapatka
Baca selengkapnya

Bab 44 Mengambil Hati Orang Lain

Setibanya di rumah, aku sengaja memberi tahu Harry tentang kejadian ini tanpa merahasiakan apa pun. Dia memujiku dengan gembira, "Sayang, kamu benar-benar istri yang baik dan pengertian, kamu pandai banget mengambil hati orang lain!""Aku nggak mengambil hati orang lain, tapi tulus pada orang lain, oke?" Aku mengoreksinya dan melanjutkan, "Selama bertahun-tahun ini, James benar-benar bekerja keras dan berkontribusi banyak pada keluarga kita. Wajar kalau pria sepertimu nggak memikirkan aspek-aspek ini. Seorang wanita paling senang dibantu dan diperlakukan dengan baik!"Sebenarnya, aku berbuat seperti itu untuk menghilangkan kecurigaan Harry. Pria licik ini pasti akan berwaspada jika tahu aku menyembunyikan beberapa hal darinya. Maka dari itu, aku harus membuat Harry berhenti mencurigaiku. Dengan adanya alasan ini, aku mulai mendekati istri klien untuk membangun fondasi masa depan. Bagi Harry, tindakanku hanyalah trik kecil seorang wanita. Bagaimanapun, aku hanya mengajak mereka makan a
Baca selengkapnya

Bab 45 Tidak Melewatkan Kesempatan yang Ada

Setelah mempertimbangkan hal itu, aku segera menelepon Fanny dan menanyakan tentang jaket itu. Ketika mendengar ucapanku, dia berseru kaget, "Astaga, aku lupa. Jaket itu masih ada di penatu!""Nggak apa-apa, aku akan mengambilnya sendiri!" Usai mengakhiri panggilan telepon dan hendak bangun, aku tiba-tiba teringat bahwa aku belum memiliki nomor Taufan. Jadi, aku duduk kembali, membuka laptop, dan mencari nomor telepon Taufan.Sayangnya, aku sama sekali tidak dapat menemukan informasi orang ini. Sepertinya, dia benar-benar bukan orang penting di Bright Celestial. Jika tidak, informasi kontaknya pasti bisa ditemukan.Aku mengingat kembali penampilan Taufan. Dia benar-benar memiliki citra dan aura yang luar biasa. Namun, hal ini tidak mengherankan. Bagaimanapun, karyawan di perusahaan besar seperti Bright Celestial pasti sangat terampil. Sebelum menemukan cara untuk mendapatkan kontak Taufan, Harry menelepon dan menyuruhku pergi ke kantornya. Aku pun bangkit dan berjalan keluar. Setibany
Baca selengkapnya

Bab 46 Asisten Ini Sombong Sekali

Sejujurnya, aku merasa terkejut dan canggung ketika berpapasan dengan tatapannya yang dingin. Bagaimanapun, aku masih ingat dengan adegan malam yang dingin itu. Lagi pula, kejadian itu belum lama. Jadi, dia pasti masih mengingatnya.Malam itu, aku terlihat histeris, bahkan menceburkan diri ke sungai. Penampilanku yang menyedihkan disaksikan olehnya secara langsung. Namun, saat ini aku malah terlihat mesra dengan Harry di sini. Rasanya sungguh memalukan. Berhubung ditatap oleh Taufan, aku tanpa sadar melepaskan tanganku dari lengan Harry dan tersenyum padanya. Ketika melihat Marvin, sekumpulan orang di sekelilingku langsung bergegas mendekat. Mereka berkumpul dan berebut untuk menyapa Marvin, termasuk Harry.Aku memandang kerumunan orang itu dengan tenang dan merasa sinis dengan "ketulusan" mereka. Aku juga mendapati mata Taufan yang tertuju pada Harry. Aku yakin bahwa ada sedikit rasa jijik di tatapannya. Marvin tidak memperkenalkan Taufan kepada semuanya, sementara Taufan juga tidak
Baca selengkapnya

Bab 47 Menanggung Penghinaan

Aku terkejut dan langsung mengepalkan tanganku. Ketika melihat Taufan pergi, jantungku tiba-tiba berdetak kencang. Kemudian, aku menyelipkan kertas itu ke dalam tas kecil yang kupegang. Ketika hendak pulang, aku masuk ke mobil terlebih dahulu, sementara Harry masih mengobrol dengan beberapa bos perusahaan. Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk mengeluarkan kertas dari tasku. Entah kenapa, tanganku agak gemetar. Nomor telepon Taufan beserta namanya tertulis di kertas itu. Tulisannya memberi kesan elegan dan tegas. Ternyata, Taufan memberiku informasi kontaknya. Aku tersenyum senang dan segera memasukkan kertas itu ke kantong dalam tas. Aku bersikap waspada karena khawatir Harry akan diam-diam memeriksa barang-barangku.Dalam perjalanan pulang, Harry mengomentari orang-orang di perjamuan hari ini dengan semangat. Ketika mendengar ucapannya, aku mencibir dan memarahinya dalam hatiku. Aku sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Harry katakan. Sebaliknya, aku sedang berpikir untuk mene
Baca selengkapnya

Bab 48 Waktu yang Tepat untuk Tanda Tangan

Aku tidak bergerak dan sedikit kebingungan. Perilakunya yang aneh membuatku bertanya-tanya. Mungkin inilah yang disebut air mata buaya? Beberapa saat kemudian, Harry berdiri dan berkata tanpa menunjukkan wajahnya, "Tunggu sebentar, aku akan membuatkanmu makanan!"Aku tidak tertarik untuk menebak pikiran Harry. Emosi yang jarang-jarang ditunjukkan olehnya tidak dapat mengubah sisinya yang kotor di dalam hatiku. Aku tidak bisa hidup bersama bajingan ini lagi. Aku harus menjalankan rencanaku secepat mungkin untuk melindungi diriku. Aku tidak akan membiarkan keinginan Harry tercapai. Saat makan, suasana hati Harry kembali normal. Dia berujar seraya tersenyum hangat, "Sayang, ayo makan selagi panas. Minum susunya dulu." Dia merawatku dengan perhatian, seolah-olah segalanya telah kembali seperti semula. Tingkah laku Harry membuatku sedikit bingung."Bagaimana kalau kamu istirahat saja hari ini? Aku rasa berat badanmu turun banyak waktu menggendongmu semalam," ucap Harry dengan lembut dan pe
Baca selengkapnya

Bab 49 Penemuan yang Tidak Terduga

Ketika panggilan terhubung, aku memberitahukan identitasku. Namun, Taufan langsung menjawab, "Aku sudah tahu."Aku terkejut dan kesulitan menebak emosi dari jawabannya. Beberapa saat kemudian, aku baru tersadar kembali. "Hmm ... aku mau mentraktirmu makan siang. Apa kamu senggang? Aku akan sekalian mengembalikan jaket Anda!""Lagi sibuk," ujar Taufan tanpa basa-basi. Aku merasa sangat canggung dan merasa Taufan adalah orang yang lugas. Ketika aku kebingungan untuk merespons, dia malah berkata, "Jam dua siang, kedai kopi di bawah Eagle Tower."Tiba-tiba, aku melihat ada kesempatan. Ternyata dia bukan menolak, melainkan ada bentrokan waktu."Oke, sampai jumpa sore nanti!" Setelah menutup telepon, aku mengangkat alis dan mengucapkan nama Bright Celestial di dalam hati.Ketika istirahat makan siang, aku menyadari bahwa Harry dan James tidak ada di perusahaan. Sepertinya, mereka pergi makan dengan klien. Aku berbalik dan pergi ke kamar mandi.Begitu memasuki bilik kamar mandi, aku mendenga
Baca selengkapnya

Bab 50 Sulit Ditebak

Di seberang jalan, terlihat dua sosok yang keluar dari sebuah restoran Italia. Seorang cewek sedang merangkul lengan seorang pria. Tampaknya, mereka baru selesai makan siang dan menghabiskan banyak waktu di sana. Setelah keluar, kedua orang itu berhenti di depan pintu seolah-olah sedang membicarakan sesuatu. Setelah selesai berbicara, wanita itu mencium pipi pria itu. Pria itu pun mengusap kepala wanita itu seraya tersenyum dengan penuh kasih sayang.Kemudian, dia memanggilkan sebuah taksi untuk wanita itu. Setelah wanita itu masuk ke mobil dan pergi, pria itu baru berbalik dan menuju ke sisi lain alun-alun. Kedua orang itu tidak lain adalah Harry dan Jasmine. Wajahku memanas karena merasa sangat malu. Aku tertawa kecil dan menatap langsung ke arah Taufan. "Maaf, situasi ini lucu sekali, 'kan?"Taufan menatapku dengan tatapan serius dan langsung menimpali, "Tidak lucu."Aku berusaha keras untuk mengendalikan rasa malu di dalam hatiku. Awalnya, aku mengira bahwa Harry dan James sedang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
30
DMCA.com Protection Status