Beranda / CEO / Tabir Misteri CEO / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Tabir Misteri CEO: Bab 1 - Bab 10

52 Bab

Bab 1: Tragedi Naas

Dhuaarrr!!! Bummm!!!Suara ledakan dan dentuman yang begitu keras berhasil memekakkan telinga seluruh penumpang kapal pesiar "The Eye of Ocean".Kapal yang sedang melakukan pelayaran wisata dari Queenstown menuju ke New York ini rupanya mengalami kebakaran hebat.Semua penumpang dari masing-masing deck kian berhamburan tak tentu arah."Daddy …! Dad …! Mommy! Daddy! Mommy!" Matthew yang masih berusia tujuh tahun berteriak-teriak dengan sekuat tenaga yang ia miliki. Berharap dengan begitu kedua orang tuanya bisa mendengar suaranya."Mommy! Daddy! Tolong Matthew! Matthew takut, Mommy! Daddy!" tak henti-hentinya Matthew berteriak meskipun suara polosnya teredam oleh hiruk-pikuk ribuan orang yang berlalu-lalang demi bisa menyelamatkan nyawanya sendiri.Asap tebal dan api yang menyambar-nyambar sudah menguasai sebagian besar kapal."Cepat minta sekoci! Kita harus bisa dapatkan sekoci supaya bisa selamat!" Matthew mendengar seruan orang-orang di sekelilingnya yang sudah dikuasai kepanikan.
Baca selengkapnya

Bab 2: Mimpi

"Mommy …! Daddy …! Mommy …!"Matthew melihat ayahnya sedang berusaha tetap berada di permukaan laut seraya memeluk tubuh istrinya.Tetapi mirisnya ayah Matthew sama sekali tidak melihat ke arahnya, melainkan ke arah ibu Matthew yang sedang terpejam dan tubuhnya tampak memucat."Mirabeth! Mirabeth, jangan pergi! Please, jangan tinggalkan aku dan Matthew!" seru Althan, ayah Matthew, seraya mengguncang tubuh istrinya.Mendengar seruan sang ayah, membuat Matthew menduga bahwa sang ibu sudah tidak lagi bernapas."Mommy …!" seru Mathew dengan air mata yang kembali berlinang."Mommy …!" seru Matthew lagi. Tapi kali ini ia merasakan sunyi di sekitarnya.Hening. Sepi.Matthew kini mendapati dirinya sedang terduduk di meja kerja yang sengaja ia buat di mansion pribadinya.Napasnya terengah dan sepasang netranya perlahan menyisir seisi ruangan menggunakan tatapannya."Sial! Sudah dua puluh tahun tapi mimpi itu masih datang lagi!" umpat Matthew kesal. Ternyata lagi-lagi ia memimpikan peristiwa dua
Baca selengkapnya

Bab 3: Meremehkan Matthew

"Hahaha! Can't wait to see you, Baby!" gumam Lisya begitu sambungan telepon dengan pihak Matthew berakhir.Terlalu dini memang, tetapi bibir tipis Lisya sudah menyunggingkan senyum kemenangan, seolah ia sudah bisa memastikan bahwa hati Matthew akan berada dalam genggaman tangannya."Bagaimana? Apa dia setuju untuk menunda pertemuan sampai nanti malam?" tanya Bernard berwajah serius."Hahaha! Astaga, Bernard … tenanglah sedikit! Kenapa tegang begitu? Kita tidak sedang menghadapi penyihir kejam ataupun binatang buas yang bisa mencelakai kita …," tutur Lisya terjeda. Ia bangkit meninggalkan meja kerjanya untuk berjalan ke arah Bernard, kakak kandungnya."Kita hanya sedang menghadapi Matthew Xaverius Lutof, CEO tunggal dari sebuah perusahaan shipping line Marine Lighthouse. Dia tidak jauh beda dengan kita!" ujar Lisya seraya bersedekap di hadapan Bernard."Tapi Marine Lighthouse adalah perusahaan shipping line terbesar di seluruh Swiss, Lisya! Aku ingatkan kalau kau lupa!" entah mengapa Be
Baca selengkapnya

Bab 4: Pertemuan Pertama (Ciuman Tak Terduga)

Norin dan Bernard sama-sama terperanjat begitu mendengar pintu diketuk. Tentulah saat ini sedang ada seseorang yang berdiri di balik pintu ruang kerja Norin, pikir mereka.“Kamu gila, Bernard!” desis Norin sambil melirik tajam ke arah CEO yang juga merupakan kekasihnya.Sedangkan Bernard, ia hanya terdiam dan mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadaran yang sedari tadi tertutup oleh kabut amarah.“No-Norin … aku … maafkan aku …,”Tok ! Tok! Tok!Norin serta Bernard serentak menoleh ke arah pintu yang kembali diketuk.“Ya, tunggu sebentar!” teriakan Norin kepada seseorang di balik pintu membuat Bernard tidak melanjutkan permintaan maafnya.Norin tidak peduli. Setelah merapikan pakaiannya, ia bergegas menyambar jas serta tas kerjanya, lalu melangkah ke arah pintu dan membuka kuncinya.“Maaf membuat kalian menunggu, tadi ada pembicaraan sangat penting yang disampaikan Tuan Bernard,” ucap Norin setelah membuka pintu dan mendapati ada dua orang dari bagian maintenance berdiri di b
Baca selengkapnya

Bab 5: Pertemuan Kedua (Wanita Gila)

Matthew yang awalnya berniat tulus untuk menolong gadis mabuk itu, kini justru merasa terkejut oleh perlakuan gadis yang sedang tidak sadarkan diri itu.Bagaimana tidak? Gadis itu tiba-tiba menindih tubuh Matthew di atas tempat tidur, lalu tanpa ragu mencium pria itu tepat di bibirnya.Bukan hanya ciuman biasa! Dari cara gadis itu mencium bibir Matthew, pria itu bisa menduga bahwa gadis itu tentu sudah sangat sering memanjakan pria dengan bibirnya.‘Shit!’Matthew mengumpat dalam hati. Bukan karena Matthew tidak menyukai ciuman itu, bukan! Tetapi karena gadis itu mencium Matthew dalam kondisi tidak sadar.Matthew bukanlah pria psikopat yang mau memanfaatkan situasi untuk kesenangannya saja.Sembari mengimbangi ciuman intens dari gadis itu, Matthew berusaha memaksa pikirannya agar tetap waras.“Eum … sorry …,” tutur Matthew begitu berhasil melepaskan bibirnya dari gadis mabuk itu.“Hahah! Itu kan yang kamu mau? Menguasaiku! Menguasai hatiku! Menguasai tubuhku! Kau ingin menguasai hidup
Baca selengkapnya

Bab 6: "Bagaimana bisa?"

"Ah, Itu dia! Sekretaris kami sudah datang!" seru Lisya yang seketika menatap ke arah pintu masuk ruang VVIP.Matthew seketika tercengang setelah menoleh ke belakang, tepatnya melihat ke arah pintu masuk. "Kamu …," gumamnya lirih tanpa mengalihkan tatapannya dari sekretaris keluarga Gregorius."Hah? Bag-bagaimana bisa?!" tak kalah tercengangnya dengan Matthew, sekretaris itu juga terhenyak saat melihat kehadiran Matthew di momen makan malam ini.Seolah tak peduli pada sekeliling, keduanya kembali saling bertukar tatap. Manik mata berwarna biru terang milik gadis itu lagi-lagi terperangkap pada manik mata hijau kecoklatan milik Matthew."Kalian … kalian sudah saling kenal?" tanya Lisya sedikit tergagap.Pertanyaan dari Lisya berhasil menginterupsi perhatian Matthew dan sekretaris itu."Ya!" jawab Matthew tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis di hadapannya.Tiba-tiba bibir Matthew menyunggingkan sebuah senyum smirk yang menjadi ciri khasnya.Berbeda dengan Norin yang justru tampak pa
Baca selengkapnya

Bab 7: Mengurai Benang Kusut

Kurang dari tiga puluh menit yang lalu, Matthew keluar restoran bersama Aiden."Tuan?" panggil Aiden yang berjalan di sisi kiri Matthew dan berjarak sekitar satu langkah di belakang."Hm?" gumam Matthew merespon tanpa menghentikan langkah."Saya rasa Anda tanpa sadar sudah membuat kakak-beradik Gregorius panas hati," ujar Aiden apa adanya.Masih tetap melanjutkan langkah, Matthew hanya melirik sekilas ke arah Aiden. "Maksudmu?""Sepanjang makan malam, saya mengamati dengan teliti bagaimana gelagat Tuan Bernard dan Nona Lisya. Mereka tampak tidak suka melihat cara Anda mencuri-curi pandang ke arah Nona Norin," kata Aiden menjelaskan."Benarkah?" tanya Matthew memastikan."Saya rasa seperti itu. Tapi keduanya berhasil menutupi dan menjaga sikap di depan Anda," Aiden menyampaikan asumsinya."Apa mungkin mereka takut aku mendekati Norin dengan tujuan mencari informasi perusahaan?" tanya Matthew meminta pendapat dari orang kepercayaannya."Itu kemungkinan yang pertama, Tuan. Kemungkinan ke
Baca selengkapnya

Bab 8: Ketakutan Bernard

Sepasang sepatu pantofel hitam mengkilap yang dipakai Matthew, mengetuk-ngetuk lantai marmer di perusahaan The Royal Shipping Club.Di belakangnya ada Aiden yang selalu setia mengiringi kemanapun Matthew beranjak.Keduanya tampak berjalan santai namun tetap penuh wibawa ketika mengikuti seorang resepsionis yang hendak mengantarkan mereka bertemu Bernard."Hai, Norin. Seperti yang aku sampaikan di telepon tadi, ada yang ingin bertemu Tuan Bernard," Clara, sang resepsionis di perusahaan itu sengaja meminta izin kepada Norin yang merupakan sekretaris pribadi Bernard."Oke. Kedatangan Tuan Lutof memang sudah ditunggu-tunggu oleh Tuan Bernard. Thank you, Clara. Kamu bisa kembali ke depan," jawab Norin sopan.Senyum ramah tampak mengawali percakapan yang terjadi antara Norin dan Matthew.“Senang bertemu denganmu lagi, Nona Norin!” Matthew sengaja menyapa Norin dengan lembut, lengkap dengan senyum manisnya yang menampilkan lesung tipis di kedua pipinya.Bukannya segera menjawab sapaan dari M
Baca selengkapnya

Bab 9: "Siapa pria itu?"

“Kalau begitu, sekalian saja buatkan reservasi untuk kita berdua, Norin!” ucap Bernard tanpa ragu. Pria itu hanya ingin menunjukkan di hadapan Matthew bahwa Norin itu miliknya seorang!Matthew sempat saling bertukar tatap dengan Aiden. Sampai di titik ini ia paham apa yang diinginkan oleh Lisya serta Bernard, maka Matthew sengaja mengikuti aturan mainnya.“Atau kita bisa sekalian makan malam berempat saja! Benar kan, Nona Norin?”Deg!Ucapan Matthew seketika membuat suasana kian memanas.Tidak ada yang mau memberi jawaban lebih dulu. Baik Lisya maupun Bernard sama-sama keberatan dengan usulan Matthew.“Kenapa? Apa ada yang keberatan dengan usul saya?” Matthew kembali melanjutkan pertanyaannya.“Oh, tentu tidak! Kami tentu tidak keberatan. Iya kan, Bernard?” sahut Lisya berusaha menutupi ketidaksukaannya.Mendengar ucapan yang terlontar dari bibir adiknya, mau tidak mau Bernard harus mengiyakan ucapan itu.“Tentu. Tidak ada masalah dengan usulan Anda, Tuan Lutof,” ujar Bernard, kali in
Baca selengkapnya

Bab 10: Rahasia Norin

Driver yang diandalkan Matthew berhasil mengejar mobil Bernard meskipun spek mobil yang dikendarai mereka bukanlah spek mobil sport seperti milik Bernard.Berkat skill mengemudi sang driver, kini Matthew sudah berada tidak terlalu jauh dari apartemen tempat tinggal Norin.“Aiden, aku berhasil membuntuti Bernard dan Norin. Aku berada di dekat apartemen gadis itu sekarang,” ujar Matthew sedikit berbisik pada Aiden melalui sambungan telepon.CEO Marine Lighthouse itu bahkan sampai tak segan untuk keluar dari mobil dan mengendap perlahan ke salah satu balik dinding bangunan yang bisa dijadikannya sebagai tempat persembunyian untuk mengamati Norin dari jarak tertentu.“Apa saya perlu menyusul ke sana, Tuan? Apa yang bisa saya bantu sekarang?” usul Aiden menawarkan diri.“No! No! Tidak perlu. Sebentar lagi aku juga pulang,” sahut Matthew cepat.“Eh? Tapi tunggu! Siapa pria itu?”Tanpa sadar Matthew meracau sendiri dalam gumamannya saat kedua netranya menangkap ada seorang pria yang tiba-tiba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status