"Ah, Itu dia! Sekretaris kami sudah datang!" seru Lisya yang seketika menatap ke arah pintu masuk ruang VVIP.
Matthew seketika tercengang setelah menoleh ke belakang, tepatnya melihat ke arah pintu masuk. "Kamu …," gumamnya lirih tanpa mengalihkan tatapannya dari sekretaris keluarga Gregorius."Hah? Bag-bagaimana bisa?!" tak kalah tercengangnya dengan Matthew, sekretaris itu juga terhenyak saat melihat kehadiran Matthew di momen makan malam ini.Seolah tak peduli pada sekeliling, keduanya kembali saling bertukar tatap. Manik mata berwarna biru terang milik gadis itu lagi-lagi terperangkap pada manik mata hijau kecoklatan milik Matthew."Kalian … kalian sudah saling kenal?" tanya Lisya sedikit tergagap.Pertanyaan dari Lisya berhasil menginterupsi perhatian Matthew dan sekretaris itu."Ya!" jawab Matthew tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis di hadapannya.Tiba-tiba bibir Matthew menyunggingkan sebuah senyum smirk yang menjadi ciri khasnya.Berbeda dengan Norin yang justru tampak panik.“Norin, kemana saja kau ini? Kenapa terlambat?!” tegur Bernard meminta atensi Norin.Di hadapan semua orang, Norin terpaksa harus memberi sikap hormat pada Bernard dan melupakan kejadian tadi siang.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak akan mengulanginya lagi,” jawab Norin lembut seraya membungkukkan badan ke arah Bernard."Jadi ternyata kamu ini sekretaris Tuan Gregorius?" tanya Matthew yang tetap memandang intens ke arah Norin.Norin hanya bisa mengeraskan rahangnya mendengar pertanyaan Matthew.“Jelaskan padaku, Norin, dari mana kau mengenal Tuan Lutof?” tanya Bernard yang mulai curiga.Sebagaimana dengan Lisya, adiknya, Bernard pun merasakan panas yang sama dalam hatinya.“Kami tidak sengaja bertemu tadi saat di toilet, Tuan,” jawab Norin tidak sepenuhnya berdusta."Sudah, lupakan! Kemari, Norin! Cepat duduk! Jangan membuat Tuan Lutof menunggu lebih lama!" Bernard sengaja menghampiri Norin dan meraih pergelangan tangan sekretarisnya itu agar duduk di bangku pada sisi kirinya."Baik, Tuan Bernard!" jawab Norin patuh.Semua orang di meja makan ini kembali duduk pada tempatnya masing-masing. Mereka membuka pembicaraan perihal afiliasi ini dengan menyantap hidangan yang sudah tersaji.Beberapa saat berlalu, Matthew mencoba mencairkan suasana yang sempat menegang akibat topik pembicaraan yang terjadi sebelum ini."Aiden, tolong serahkan berkas profile perusahaan kita kepada Tuan Gregorius!" titah Matthew di akhir makan malam.Aiden mengikuti titah Matthew dan segera menyerahkan map berisi profile perusahaan kepada Norin. "Silakan," ucapnya santun.Gadis itu pun dengan sigap menerima berkas yang disodorkan kepadanya. "Baik, terima kasih, Tuan Smith!""Norin!" panggil Bernard."Ya, Tuan?" "Serahkan poin-poin afiliasi yang sudah kita susun kepada Tuan Smith!" tutur Bernard dengan lembut.Norin melaksanakan perintah atasannya. Ia menyerahkan berkas itu kepada Aiden, orang kepercayaan Matthew."Terima kasih, Tuan Gregorius! Kami akan mempelajarinya lebih dulu," ucap Matthew to the point."Ya! Tentu saja, Tuan Lutof! Hubungi kami setelah Anda selesai mempelajari dokumennya," sahut Bernard merespon ucapan Matthew.Di akhir pertemuan mereka, Matthew menyempatkan diri untuk berpamitan juga pada Norin, gadis yang sedari tadi berhasil menarik perhatiannya."Norin!"Tiba-tiba suara Matthew terdengar menginterupsi situasi.Pria itu lantas beranjak menghampiri gadis bermata biru terang itu."Ya, Tuan Lutof?" sahutan Norin terdengar sedikit canggung saat berbicara dengan Matthew di hadapan para atasannya."Senang bertemu denganmu hari ini, Nona Norin!” ujar Matthew dengan senyum di salah satu sudut bibirnya.Norin paham betul apa makna dari kalimat sarkas yang baru saja terlontar dari bibir Matthew.“Begitupun dengan saya, Tuan Lutof!” jawab Norin berdusta setelah menghela napas.Matthew sengaja menjabat tangan Norin di pertemuan kali ini sebelum akhirnya dia beranjak pergi bersama Aiden.Norin sempat menatap punggung Matthew yang berbalutkan jas berbahan premium berwarna grey. Tatapannya terus menatap kepergian pria itu hingga tak lagi terlihat."Norin!"Tiba-tiba Norin mendengar suara Lisya memanggilnya dengan kasar."Ya, Nona?" jawab Norin memberikan atensi."Sejak kapan kamu mengenal Tuan Lutof? Kenapa kamu tidak pernah menyampaikan apa pun ke kami?" tanya Lisya menyelidik. Tatapannya begitu tajam seakan hendak menelan Norin bulat-bulat."Kami baru berkenalan tadi saat tidak sengaja bertemu di depan toilet, Nona!" jawaban Norin tetap sama.Perlahan Norin melihat ke arah Lisya untuk memastikan bagaimana ekspresi wajah atasannya itu.Dan sesuai dengan apa yang ia duga, Lisya kini tengah memberikan tatapan tajam ke arahnya."Lalu kenapa kalian bisa tampak begitu akrab?" Lisya tak sungkan untuk menunjukkan ketidaksukaannya atas keakraban Norin dengan Matthew."Maafkan saya, Nona Lisya, tetapi memang saya baru bertemu dengannya hari ini,” Norin tetap berkata apa adanya."Sudahlah, Lisya! Untuk apa memarahi Norin?" Bernard tampak tak suka melihat Lisya terus-terusan menyudutkan Norin."Untuk apa? Ya jelas untuk kelancaran urusan kita lah! Perusahaan kita harus bisa bersikap profesional dengan semua kolega bisnis perusahaan. Apalagi kita baru saja mengenal Tuan Lutof, jangan sampai Norin terlalu dekat dengannya dan justru mengumbar rahasia perusahaan ke Tuan Lutof!" tukas Lisya tak beralasan.Ucapannya tentu membuat Norin tersentak, hal ini sampai tertangkap oleh pandangan mata Bernard."Jangan berlebihan, Lisya!" tukas Bernard berusaha menjaga perasaan Norin."Justru kamu yang berlebihan dalam memperlakukan Norin, Bernard! Norin itu sekretaris pribadimu. Dia tahu semua urusan perusahaan yang kamu percayakan padanya!" tandas Lisya lagi tanpa ragu, sekalipun perkataan itu ia ucapkan di hadapan Norin langsung."Jangan lengah, Brother! Kita justru harus waspada dengan orang-orang yang ada di sekeliling kita. Itu yang selalu diucapkan Daddy ke kita sampai detik ini!" ujar Lisya lagi di akhir perdebatan ini sebelum melenggang pergi."Maafkan saya, Tuan Bernard! Saya sama sekali tidak bermaksud membuat Anda bertengkar dengan Nona Lisya," Norin segera meminta maaf atas keributan yang terjadi karenanya.Bernard melirik tajam ke arah sekretaris pribadinya itu. "Ayo, pulang!" ucapnya dingin.Norin mengernyit heran karena sikap Bernard yang menurutnya aneh. Tetapi ia tidak punya pilihan selain segera menyusul langkah Bernard yang sudah beberapa langkah meninggalkannya."Tu-Tuan …!" panggil Norin seraya berlari kecil agar bisa menyamai langkah Bernard."Ma-maaf, Tuan! Tapi … ummm … tapi saya bisa pulang sendiri!" ujar Norin di sela-sela napasnya yang tersengal karena berlari kecil.Sontak Bernard menghentikan langkahnya mendengar ucapan Norin. Ditatapnya wajah cantik itu tepat di kedua manik mata."Kamu kekasihku, sudah tanggung jawabku untuk mengantarmu pulang dengan selamat. Cepat, kita sudah ditunggu sopir!" tandas Bernard yang lantas kembali berjalan.Tetapi kali ini ia tidak berjalan sendiri, sebab tangan kanannya sudah meraih pergelangan tangan kiri Norin yang membuat gadis itu mau tak mau harus mengikuti langkahnya.Tanpa disadari oleh Bernard dan Norin, ada yang sedang mengawasi mereka ketika keduanya sedang keluar dari restoran dan memasuki mobil pribadi Bernard."Ternyata kamu benar. Norin memang memiliki tempat spesial di hati Bernard," ucapnya disertai dengan senyum smirk.BersambungKurang dari tiga puluh menit yang lalu, Matthew keluar restoran bersama Aiden."Tuan?" panggil Aiden yang berjalan di sisi kiri Matthew dan berjarak sekitar satu langkah di belakang."Hm?" gumam Matthew merespon tanpa menghentikan langkah."Saya rasa Anda tanpa sadar sudah membuat kakak-beradik Gregorius panas hati," ujar Aiden apa adanya.Masih tetap melanjutkan langkah, Matthew hanya melirik sekilas ke arah Aiden. "Maksudmu?""Sepanjang makan malam, saya mengamati dengan teliti bagaimana gelagat Tuan Bernard dan Nona Lisya. Mereka tampak tidak suka melihat cara Anda mencuri-curi pandang ke arah Nona Norin," kata Aiden menjelaskan."Benarkah?" tanya Matthew memastikan."Saya rasa seperti itu. Tapi keduanya berhasil menutupi dan menjaga sikap di depan Anda," Aiden menyampaikan asumsinya."Apa mungkin mereka takut aku mendekati Norin dengan tujuan mencari informasi perusahaan?" tanya Matthew meminta pendapat dari orang kepercayaannya."Itu kemungkinan yang pertama, Tuan. Kemungkinan ke
Sepasang sepatu pantofel hitam mengkilap yang dipakai Matthew, mengetuk-ngetuk lantai marmer di perusahaan The Royal Shipping Club.Di belakangnya ada Aiden yang selalu setia mengiringi kemanapun Matthew beranjak.Keduanya tampak berjalan santai namun tetap penuh wibawa ketika mengikuti seorang resepsionis yang hendak mengantarkan mereka bertemu Bernard."Hai, Norin. Seperti yang aku sampaikan di telepon tadi, ada yang ingin bertemu Tuan Bernard," Clara, sang resepsionis di perusahaan itu sengaja meminta izin kepada Norin yang merupakan sekretaris pribadi Bernard."Oke. Kedatangan Tuan Lutof memang sudah ditunggu-tunggu oleh Tuan Bernard. Thank you, Clara. Kamu bisa kembali ke depan," jawab Norin sopan.Senyum ramah tampak mengawali percakapan yang terjadi antara Norin dan Matthew.“Senang bertemu denganmu lagi, Nona Norin!” Matthew sengaja menyapa Norin dengan lembut, lengkap dengan senyum manisnya yang menampilkan lesung tipis di kedua pipinya.Bukannya segera menjawab sapaan dari M
“Kalau begitu, sekalian saja buatkan reservasi untuk kita berdua, Norin!” ucap Bernard tanpa ragu. Pria itu hanya ingin menunjukkan di hadapan Matthew bahwa Norin itu miliknya seorang!Matthew sempat saling bertukar tatap dengan Aiden. Sampai di titik ini ia paham apa yang diinginkan oleh Lisya serta Bernard, maka Matthew sengaja mengikuti aturan mainnya.“Atau kita bisa sekalian makan malam berempat saja! Benar kan, Nona Norin?”Deg!Ucapan Matthew seketika membuat suasana kian memanas.Tidak ada yang mau memberi jawaban lebih dulu. Baik Lisya maupun Bernard sama-sama keberatan dengan usulan Matthew.“Kenapa? Apa ada yang keberatan dengan usul saya?” Matthew kembali melanjutkan pertanyaannya.“Oh, tentu tidak! Kami tentu tidak keberatan. Iya kan, Bernard?” sahut Lisya berusaha menutupi ketidaksukaannya.Mendengar ucapan yang terlontar dari bibir adiknya, mau tidak mau Bernard harus mengiyakan ucapan itu.“Tentu. Tidak ada masalah dengan usulan Anda, Tuan Lutof,” ujar Bernard, kali in
Driver yang diandalkan Matthew berhasil mengejar mobil Bernard meskipun spek mobil yang dikendarai mereka bukanlah spek mobil sport seperti milik Bernard.Berkat skill mengemudi sang driver, kini Matthew sudah berada tidak terlalu jauh dari apartemen tempat tinggal Norin.“Aiden, aku berhasil membuntuti Bernard dan Norin. Aku berada di dekat apartemen gadis itu sekarang,” ujar Matthew sedikit berbisik pada Aiden melalui sambungan telepon.CEO Marine Lighthouse itu bahkan sampai tak segan untuk keluar dari mobil dan mengendap perlahan ke salah satu balik dinding bangunan yang bisa dijadikannya sebagai tempat persembunyian untuk mengamati Norin dari jarak tertentu.“Apa saya perlu menyusul ke sana, Tuan? Apa yang bisa saya bantu sekarang?” usul Aiden menawarkan diri.“No! No! Tidak perlu. Sebentar lagi aku juga pulang,” sahut Matthew cepat.“Eh? Tapi tunggu! Siapa pria itu?”Tanpa sadar Matthew meracau sendiri dalam gumamannya saat kedua netranya menangkap ada seorang pria yang tiba-tiba
Norin menatap punggung empat orang penting yang sedang berjalan menjauh, menuju ke luar gedung office. Tepatnya ke arena pelabuhan.Keempat orang itu ialah Bernard, Lisya, Matthew serta Aiden.Hari ini memang para petinggi perusahaan itu ada schedule untuk membawa Matthew serta Aiden berkeliling melihat kondisi lapangan, sesuai permintaan Matthew.Kesempatan ini dimanfaatkan Norin untuk melaksanakan misinya. Sebelumnya, gadis pirang bermata biru terang itu menyempatkan diri untuk bertukar pesan dengan pria bernama William.Norin: Siang ini aku bisa leluasa mencari file-file yang kita perlukan di ruang kerja Bernard.William: Kau yakin? Biasanya ruang gerakmu terbatas oleh Bernard.Norin: Dia ada jadwal mendampingi kolega bisnisnya melihat kondisi lapangan. William: Kalau begitu kau harus bergerak cepat.Norin: Shit! Aku tau apa yang harus aku lakukan.William: Oke. Aku tidak sabar menunggu kabar baik darimu.Norin: Aku tidak sabar melepaskan diri dari status umpan seperti ini!Willia
Matthew membawa harapan besar dalam dirinya ketika memutuskan untuk kembali mendatangi kota Queenstown.Bukan hal mudah baginya untuk menyusuri setiap jengkal dari jalanan kota ini.Tempat ini memiliki berjuta kenangan di setiap sudutnya. Entah kenangan menyenangkan maupun menyakitkan.Dengan secarik kertas yang telah diberikan kepada driver, Matthew berharap bisa mendatangi lagi rumah di mana ia dulu tinggal, tepatnya ketika ia masih kanak-kanak. Sebelum peristiwa naas yang merenggut nyawa kedua orang tuanya itu terjadi.Tapi apa yang dilihatnya kini?Bibirnya menganga seakan tak percaya tatkala mendapati lokasi di hadapannya itu tidak lagi memperlihatkan bangunan rumah megah yang dimiliki keluarganya dulu.“Tapi … tapi … ini …,”Matthew tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Pemandangan yang tersaji di hadapannya kini membuat CEO dari Marine Lighthouse itu kehilangan perbendaharaan kata dalam dirinya.“Tuan? Yang mana rumah masa kecil Anda? Kenapa seperti ini?” Aiden tidak bisa menyembu
Ternyata Bernard tidak serta merta meloloskan Norin dari pertanyaan setelah ia membebaskannya tadi siang.Sore ini, tepatnya sebelum jam kerja usai, Bernard sengaja memanggil Norin ke ruangannya.Tujuannya tentu saja cuma satu, yaitu mencari jawaban atas kecurigaannya terhadap Norin.Dengan desakan yang cukup kuat, Bernard berhasil membuat Norin mau mengatakan alasan sesungguhnya yang membuat gadis itu diam-diam memasuki ruang kerjanya tanpa izin dan mengobrak-abrik beberapa file.“Apa alasanmu?” tanya Bernard di sela napasnya yang kian menderu.“Tapi janji tidak marah?” Gadis itu merasa harus terus merajuk demi keberlangsungan nasibnya.Bahkan Norin sengaja membiarkan tubuhnya menggelayut manja dalam dekapan pria itu, sementara tangan kirinya bergerak menyusuri dada bidang Bernard dengan lembut.“Ck! Cepat katakan, Norin!” Bernard semakin tidak sabar.“Janji?” rajuk Norin tidak mau kalah.Menatap wajah manis Norin yang tampak seperti anak kucing, pada akhirnya pria itu mengalah, “Ok
Jantung Norin serasa hampir merosot dari tempatnya, saat tiba-tiba merasakan tubuhnya terdorong kuat dari luar pintu.Baru saja ia hendak masuk ke apartemennya, Matthew seketika hadir dan memaksa masuk dengan menyudutkan gadis itu hingga menempel dinding ruangan.“Kamu?”Perasaan takut seketika menyeruak dalam diri Norin ketika merasakan kuncian tangan Matthew pada kedua lengannya.“Kamu …? Gimana bisa kamu …,” napas Norin kian memburu. Ia tidak bisa memastikan apa motivasi Matthew mendatanginya dengan cara yang terbilang brutal seperti ini.“Hai, Baby!”Sapa Matthew lengkap dengan senyum smirk yang kerap kali ia tampilkan.“Mau apa kamu?”Mendengar suara Norin yang sedikit bergetar, Matthew bisa menangkap ketakutan dalam diri gadis itu.Sejujurnya ia tidak tega melihatnya. Bukan itu tujuannya mendatangi Norin.Tapi hal ini justru dipandang baik bagi Matthew, karena ia bisa memanfaatkan ketakutan itu untuk memberikan sedikit ancaman agar misinya ini berjalan lancar.“Hahah! Kenapa, Bab
“What the hell!!” Bernard merasakan keanehan-keanehan saat berada di apartemen Norin. Bermula dari suara pecahan benda dari kamar sebelah, disusul dengan suara gaduh dari pantry. “Ada apa sebenarnya ini!?” Racau pria itu saat berbalik arah dari kamar ke pantry. “Ya Tuhan, bebaskan aku dari situasi mencekam ini, please!” desis Norin kesal. “Astaga, kenapa tempat sampah di pantry bisa jatuh berantakan?” pekik Bernard sambil menuju ke tempat sampah yang tergeletak di lantai. Norin, Sissy, dan semua orang yang bersembunyi di apartemen itu merasa tenggorokannya tercekat saat Bernard melangkah menuju pantry. “Tuan, biar saya yang periksa!” Sissy buru-buru menghentikan langkah Bernard. “Lebih baik Anda temani Nona Norin. Biar saya yang bereskan sampahnya.” Brak!! Pintu kamar terbuka, lalu tertutup dalam sekejap. “Astaga, maaf aku telah menjatuhkan lampu tidur!” pekik Nancy seraya keluar kamar. Dengan begitu, perhatian Bernard serta yang lain teralihkan ke arah Nancy. “Nancy? Are y
“Apa!?”Matthew dan yang lainnya tersentak mendengar informasi yang baru saja diucapkan Norin.“Astaga kita harus bagaimana!?” tanya Norin panik.“Cepat sembunyi!” celetuk William ikut panik.“Sissy, Nancy, cepat singkirkan semua gelas ini ke pantry. Jangan sampai Bernard melihatnya!” ucap Norin sedikit gemetar melihat belasan gelas dan botol wine yang tersaji di ruang tengah.Mendengar itu, Sissy dan Nancy bergerak cepat membereskan perkakas itu.“Semuanya masuk ke ruangan lain. Kosongkan kamar Norin!” ujar Matthew memimpin yang lain.“Hanya ada dua kamar di sini, sekarang ditempati Sissy dan Nancy selama mereka tinggal di sini,” tutur Norin menjelaskan.“Tidak apa-apa, sembunyi saja di sana, ayo!” Matthew bergerak menuju ke kamar Sissy dan Nancy, diikuti yang lain.“Norin, kau ke depan sekarang dan temui Bernard. Usahakan keberadaannya di sini tidak lama,” ujar Matthew kepada Norin.Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!Di luar, Bernard semakin tidak sabar menunggu pintu dibukakan un
Di kediaman mewah keluarga Gregorius, Draco, orang kepercayaan Vincent Gregorius, tanpa ragu mengetuk pintu ruang pribadi atasannya.“Masuk!” teriak Vincent dari dalam ruangan.“Permisi, Tuan! Ada kabar terkini dari para anak buah yang saya tugaskan untuk mengusut kasus kemarin,” ujar Draco tanpa ragu.“Sudah puluhan tahun kau bekerja denganku, Draco. Kau paham kan informasi seperti apa yang bisa aku terima?” balas Vincent memperingati.“Informasi ini sudah valid, Tuan. Mereka sudah menemukan siapa pelaku penembakan tempo hari.”Ucapan Draco berhasil memantik keingintahuan Vincent. “Siapa mereka? Siapa yang telah berani berurusan denganku?”“Masuklah, kalian!” seru Draco kepada anak buahnya yang masih menunggu di luar ruangan.BRAKKK!!!Seorang pria babak belur dengan kedua tangannya yang terborgol tiba-tiba jatuh tersungkur memasuki ruangan di mana ada Vincent serta Draco di dalamnya.“Bangun, Bodoh!” bentak salah satu anak buah Draco sambil menarik paksa tubuh pria itu agar berjalan
Mendengar fakta buruk tentang kebusukan perilaku Vincent Gregorius di masa lalu, telah sukses memupuk kebencian yang telah tertanam di dalam benak Matthew selama puluhan tahun.Ia mengepal geram membayangkan kelakuan biadab Vincent kala itu.Namun, satu notifikasi tanda pesan masuk telah mampu membuat pria yang tengah menginterogasi Orland Xef itu kehilangan konsentrasi.“Kita pulang sekarang!” titah Matthew kepada Aiden dan Bryan.“Siap, Tuan! Saya siapkan armada sekarang,” sahut Aiden yang lantas segera menghubungi pilot pribadi Matthew.Kedua anak buah Matthew berjalan mengikuti atasannya keluar.“Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” pekik Orland Xef yang sontak membuat langkah Matthew terhenti.Putra tunggal keluarga Anderson itu menoleh. “Kembali ke Queenstown dan bekerja untukku. Aku butuh bantuanmu untuk memberi Vincent terapi moral.”“Tapi … aku sedang melarikan diri darinya. Aku yakin cepat atau lambat, dia pasti tahu kalau akulah orang di balik kekacauan yang terjadi tempo ha
WELLINGTON, NEW ZEALAND“Siapa kalian!?”Seorang pria memekik terkejut karena tempat tinggalnya tiba-tiba didatangi oleh tamu tak diundang.Aiden menatap wajah pria itu lebih cermat, lalu mengangkat selembar potret wajah di tangannya hingga keduanya tampak sejajar.“Benar dia orangnya, Tuan,” ujar Aiden setelah memastikan bahwa mereka tidak salah orang.“Brengsek! Siapa kalian!? Kenapa sembarangan masuk ke rumah orang!?” Komplain sang pemilik kamar.“Seandainya kedatangan kami disambut dengan baik, kami tidak mungkin bersikap arogan semacam ini,” tutur Matthew tanpa sesal sedikit pun!CEO itu memberi kode kepada Bryan agar menutup serta mengunci pintu utama.Setelah mengangguk paham, Bryan melakukan perintah seperti yang diinginkan Matthew.“Jadi … ini tempat tinggal Anda sekarang, Tuan Orland Xef?” Tatapan Matthew tampak begitu tajam saat menuturkan pertanyaannya.“Ap-apa maksudmu!? Siapa kalian ini? Kenapa kemari!?” Orland Xef sampai terbata saat berucap. Ia memperhatikan Matthew
Hugo sama sekali tidak menyangka kalau El Jova berada di pihak musuh yang telah berhasil menewaskan pemimpinnya.“Apa maumu?” tanyanya kepada El Jova.“Jawab pertanyaan Matthew. Katakan yang sejujurnya. That’s it.”“Kau dan Tuan Zif sudah sepakat untuk tidak saling mengusik satu sama lain. Tapi kenapa kau berdiri di pihak lawan kami dan melakukan penyerangan?” ujar Hugo kesal.“Kelompokmu yang lebih dulu menyerang! Kenapa kalian melakukan penembakan di acara peresmian keluarga Vincent Gregorius?” tanya Matthew menginterupsi.“Ada urusan apa kau dengan keluarga Gregorius? Kami menyerang mereka, bukan kau!” hardik Hugo kepada Matthew.Plak!Tamparan keras kembali diberikan Matthew untuk tawanannya itu. “Kau melukai orang-orang tidak bersalah, Bodoh!”“Aku tidak tahu! Aku hanya melaksanakan perintah. Tuan Zif memberi perintah kepadaku, Max, dan juga George untuk melakukan penembakan beruntun itu!” teriak Hugo membela diri.“Untuk apa Zif memberi perintah itu?” sela El Jova penasaran. “Ap
Bryan serta Jarvis yang masing-masing sedang kepayahan melawan lima orang anggota mafia Eagle Snake, seketika tercengang manakala suara desingan peluru menggema di tepian danau Wakatipu, Queenstown, New Zealand.Keduanya menyadari, pasalnya, mereka datang menemui sekelompok mafia ini hanya bertiga dengan Matthew. Sisanya adalah para lawan, termasuk Max yang sempat mereka tawan.“Tuan Matthew,” gumam Jarvis dan Bryan bersamaan. Pandangan semua orang terarah pada Matthew yang sedang dikekang oleh lima orang lain anggota Eagle Snake, anak buah Zif Bayyer.“Tuan Zif!” pekik Hugo tercengang!“Tu-tuan!” gumam para anggota Eagle Snake yang lain.“Argh …! Brengsek! Bangsat!” Zif mengerang kesakitan, diikuti dengan umpatan-umpatan kekesalan saat ia merasakan tangan kanannya menjadi tempat bersarang sebuah timah panas.Pistol glock yang semula diarahkan Zif untuk menembakkan peluru ke dada Matthew pun terjatuh begitu saja.Pimpinan Eagle Snake itu menoleh ke sisi kanan untuk mengetahui siapa y
“Siapkan Max dan jaga baik-baik. Jangan lepaskan dia sebelum aku mendapatkan apa yang aku mau dari Zif Bayyer.”Terdengar suara Matthew memberikan koordinasi kepada El Jova melalui sambungan telepon.“Oke. Sepuluh menit lagi kami berangkat,” jawab El Jova sebelum menutup telepon.El Jova menyimpan kembali ponselnya ke saku jaket yang dipakainya.“Taylor, keamanan markas aku percayakan padamu,” ujar El Jova pada salah satu member El Warrior yang berjaga di pintu utama markas.“Dengan senang hati, Tuan! Walaupun sebenarnya saya lebih senang jika bisa ikut berpesta dengan Anda malam ini,” sahut Taylor menyemangati.“Hahah! Jangan lupa, kau masih punya luka bekas tusukan di perutmu,” ucap El Jova sambil menunjuk perut Taylor memakai dagunya.Taylor tertawa kecil mendengar ucapan pemimpinnya. “Hahah! Baru minggu lalu kita berpesta membasmi musuh. Sekarang Tuan sudah harus berpesta menghadapi musuh yang lain. Ternyata musuh kita ada di mana-mana, Tuan.”“Tentu saja! Selama masih ada kubu-kub
Bernard merasa sedikit janggal saat berjalan menuju ruang IGD dan tidak lagi mendapati orang-orang yang ia kenal.Seharusnya, entah Matthew atau yang lainnya ada di depan ruangan itu seperti hari kemarin.“Ke mana mereka? Kenapa tidak ada yang menunggui Norin?”Sementara ini Bernard hanya bisa bermonolog sambil terus melangkah.Ceklek!Pria itu merasa antusias saat melihat salah seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD.“Permisi, saya ingin tahu perkembangan kondisi pasien atas nama Notin Nathania,” kata Bernard kepada sang perawat.“Norin Nathania?” ulang wanita di hadapannya.“Iya. Norin Nathania yang semalam dirawat di ruang IGD karena terkena luka tembak.”Bernard terus berusaha menyebutkan apapun yang berkaitan tentang Norin demi mendapatkan informasi.“Oh … pasien luka tembak yang semalam membutuhkan transfusi darah, ya?” “Nah! Iya, benar! Bagaimana kondisinya sekarang? Apa masih kritis di ruang IGD?”“Tidak, Tuan. Pasien itu sudah membaik. Beliau sudah dipindahkan k