"Hahaha! Can't wait to see you, Baby!" gumam Lisya begitu sambungan telepon dengan pihak Matthew berakhir.
Terlalu dini memang, tetapi bibir tipis Lisya sudah menyunggingkan senyum kemenangan, seolah ia sudah bisa memastikan bahwa hati Matthew akan berada dalam genggaman tangannya."Bagaimana? Apa dia setuju untuk menunda pertemuan sampai nanti malam?" tanya Bernard berwajah serius."Hahaha! Astaga, Bernard … tenanglah sedikit! Kenapa tegang begitu? Kita tidak sedang menghadapi penyihir kejam ataupun binatang buas yang bisa mencelakai kita …," tutur Lisya terjeda. Ia bangkit meninggalkan meja kerjanya untuk berjalan ke arah Bernard, kakak kandungnya."Kita hanya sedang menghadapi Matthew Xaverius Lutof, CEO tunggal dari sebuah perusahaan shipping line Marine Lighthouse. Dia tidak jauh beda dengan kita!" ujar Lisya seraya bersedekap di hadapan Bernard."Tapi Marine Lighthouse adalah perusahaan shipping line terbesar di seluruh Swiss, Lisya! Aku ingatkan kalau kau lupa!" entah mengapa Bernard tiba-tiba meninggikan nada bicaranya."So?" sepasang alis dan bahu Lisya terangkat serempak."Tetaplah waspada terhadapnya!" tatapan Bernard kian tajam terarah pada sepasang manik mata Lisya yang berwarna biru terang."Hahaha! Dia yang seharusnya waspada terhadapku, Bernard," balas Lisya masih menyunggingkan senyum lebar."Maksudmu?" Sepasang alis Bernard tampak mengernyit mendengarkan penuturan adik semata wayangnya.Bukannya langsung memberikan jawaban untuk pertanyaan Bernard, Lisya justru kembali membiarkan tawanya menggelegar ke seluruh ruang kerjanya."Hahaha …! Listen to me, Brother!" tutur Lisya sembari membalas tatapan Bernard yang menunjukkan keseriusan."Usia Matthew itu tidak jauh berbeda dengan kita. Dia bahkan masih lebih muda darimu. Tentunya kita paham kan bagaimana kehidupan para CEO muda di luaran sana? Mereka semua begitu gampang tergiur oleh wanita. Semua harta dan tahta yang mereka raih semata-mata hanya untuk mendapatkan pengakuan dari para wanita," sambung Lisya lagi."Dan ujung-ujungnya apa? Mereka memanfaatkan harta dan tahta yang mereka miliki hanya untuk bersenang-senang dengan para wanita yang mereka inginkan."Bernard terhenyak mendengar penuturan saudara perempuannya, "Lalu apa rencanamu?" tanyanya kemudian."Ck!" Lisya berdecak seraya merotasikan bola mata, seolah sedang mencibir pertanyaan sang kakak."Tentu saja menguasainya!" jawab Lisya penuh percaya diri, "Bayangkan jika aku sudah menggenggam hatinya. Tentu kita tidak hanya akan mendapat suntikan dana untuk The Royal Shipping Club, tapi kita juga akan menguasai Marine Lighthouse!""Ah, I see … tapi, apa menurutmu ini akan mudah?" Bernard masih tampak ragu."Hahaha! Bernard, Bernard …! Aku harap kau juga tidak lupa kalau sampai detik ini belum ada satu pria pun yang bisa menolak pesonaku," rasa percaya diri terpancar begitu jelas pada diri Lisya."Aku tahu itu, Lisya! Tapi ada baiknya kau tetap harus mempersiapkan strategi yang lebih matang untuk bisa menggenggam hatinya," ujar Bernard memberikan insight."Serahkan urusan Matthew padaku, Bernard! Dan kamu … urus saja reputasi perusahaan! Pastikan kita memiliki jawaban yang tepat jika nanti Matthew mempertanyakan tentang para kolega bisnis yang berhasil kita kuasai kekayaannya," bak pinang dibelah dua, kakak-beradik ini memiliki karakter yang sama, yaitu sama-sama licik dan tamak."Baiklah, aku serahkan rencana untuk menguasai Matthew ini padamu," ujar Bernard yang lantas beranjak keluar dari ruang kerja sang adik.***Berniat hendak kembali ke ruang kerjanya, langkah Bernard terhenti tatkala tatapannya terpaku pada wajah cantik sekretaris pribadinya yang sedang menatap serius ke arah layar laptop.Tapi sejurus kemudian, Bernard seketika geram saat mendapati para anak buahnya yang lain juga sesekali terlihat mencuri pandang ke arah Norin, meski berbeda ruangan."Norin!" panggil Bernard yang tahu-tahu sudah berdiri di ambang pintu ruang kerja Norin."Eh? Em, iya, Tuan?" sahut Norin sedikit terbata karena terkejut akan kehadiran Bernard. Ia lantas berdiri sebagai bentuk menghormati atasan."Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Norin lagi yang kini sudah berhadapan dengan sang CEO."Kenapa kau membiarkan pintunya terbuka?" tanya Bernard dengan tatapan penuh selidik."AC ruangan mati, Tuan. Tapi saya sudah panggil bagian maintenance agar segera diperiksa," tutur sang asisten dengan lembut.Kini, Norin tampak menggigit bibirnya kuat-kuat. Tubuh Norin merasa kaku seketika saat menyadari bahwa tatapan Bernard sedang melakukan scanning ke arah Norin, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah sedang menelanjangi gadis itu hanya dengan sebuah tatapan."A-ada apa, Tuan?" tanya Norin lagi seraya menunduk untuk menghindari eye contact dengan Bernard. Ia berusaha keras agar tidak terlihat gugup.Ceklek!Norin mendengar pintu ruangannya tertutup, tapi ia masih melihat sepasang kaki Bernard tetap berada pada tempatnya semula, tidak beranjak sedikit pun.Deg!Perasaan Norin seketika menjadi was-was. Ia memiliki firasat kurang baik begitu mendapati Bernard menutup ruang kerjanya, bahkan sengaja mengunci pintu.Detak jantung Norin berpacu lebih cepat dari biasanya, seakan sedang mengikuti lomba pacuan kuda."T-Tuan …?" suara Norin sudah terdengar sedikit panik."Kenapa selalu begini, Norin? Kau selalu mengabaikan ucapanku."Lirih … sangat lirih …Norin tidak menyangka kalau Bernard bisa berbicara begitu lirih di hadapannya.Gadis itu bergerak mundur, menjauhi langkah Bernard yang justru bergerak maju."Ma-maaf, Tuan, tap-tapi … tapi apa maksud Anda?" sekuat tenaga Norin berusaha berpikir waras dalam situasi ini.Tidak segera menjawab pertanyaan sang asisten, Bernard justru kembali menelanjangi Norin dengan tatapannya yang begitu intens."Sudah ku bilang, jangan biarkan para pria itu menikmati pemandangan indah yang seharusnya hanya menjadi milikku!"Masih terdengar lirih, tapi suara Bernard kali ini cukup menunjukkan adanya kemarahan yang mulai terpantik."Apa maksud Anda, Tuan?" Norin terus melangkah mundur hingga meja kerja terpaksa menghentikan pergerakannya.Sepasang rahang Bernard mengeras bersamaan dengan kedua tangannya yang mengepal kuat, tanda sedang menahan emosi agar tidak meluap.CEO itu menatap tajam ke arah Norin yang justru berusaha membuang pandang dengan cara menunduk.Tanpa bisa diduga, tangan Bernard tiba-tiba terulur meraih tengkuk Norin dan menariknya, membuat gadis itu seketika berada dalam pelukannya."Tu-,"Norin gagal menyelesaikan ucapannya karena bibir Bernard seketika sudah membungkam bibirnya.Bahkan, lidah Bernard kini sudah menginvasi setiap rongga mulut gadis cantik di hadapannya.Meski Norin tidak membalas ciumannya, Bernard tetap menjarah bibir gadis itu sebagai luapan atas kekesalannya.Ia juga tidak peduli meski Norin sudah hampir kehabisan napas."Tu-Tuan!" pekik Norin saat berhasil meloloskan diri dari 'serangan' Bernard.Didorongnya tubuh Bernard kuat-kuat agar tercipta ruang di antara keduanya."Panggil aku Bernard saat kita hanya berdua, Norin! Harus berapa kali kuingatkan?!" protes Bernard penuh kekesalan."Kau ini apa-apaan?! Kita masih di kantor, ini juga masih jam kerja! Kenapa menciumku secara tiba-tiba?!" Norin tidak tahan lagi. Ia menyuarakan kemarahan yang sedari tadi sudah ditahannya."Kenapa? Kenapa kau tidak membiarkanku untuk menciummu, sedangkan kau membiarkan para pria di sana menikmati keindahan tubuhmu?!" tukas Bernard semakin dikuasai kemarahan."Membiarkan apanya?! Ayolah, Bernard! Jangan konyol!" sergah Norin kian geram."Konyol gimana? Kau dengan sengaja melepas jas kerjamu di saat pintu ruangan terbuka lebar seperti tadi!" Bernard terus berspekulasi."Dan lihat, kau bahkan juga dengan sengaja membiarkan kancing kemejamu itu terbuka dua!" tukas Bernard menunjukkan hal lain yang dipandangnya sebagai suatu kekeliruan."Lalu ini! Siapa yang memberimu izin untuk mengikat semua rambutmu ke atas seperti ini? Leher terbuka sempurna seperti ini bisa dengan mudah menarik perhatian para pria itu, asal kau tahu!" cecar Bernard lagi menyebutkan setiap kesalahan Norin di matanya."Dan-,""Apa lagi?!"Kini gantian Norin yang menginterupsi ucapan Bernard. Ia sudah muak menghadapi sikap posesif Bernard yang membuatnya merasa terkekang."Rok span yang kupakai terlalu ketat? Atau malah terlalu pendek?" tanya Norin bernada tinggi dan sarat akan makna sarkas."Di sini aku menghargaimu sebagai atasanku, Bernard. Tapi bukan berarti aku akan membiarkanmu menjajahku seperti ini!" tandas Norin dengan tegas."Semua ucapanmu itu tidak masuk akal! Bagaimana bisa kamu melarangku untuk melepas jas kerja dan membuka kancing atas kemejaku di saat AC ruanganku sedang mati begini? Lalu kau juga melarangku untuk mengikat rambut panjangku ini hanya karena alasan yang berlebihan! Dan lagi soal pintu … bisa-bisanya kamu marah hanya gara-gara aku membiarkan pintu ruanganku terbuka? Hahah, ini konyol, Bernard! Konyol!"Bukan hanya Bernard, Norin pun diliputi amarah saat ini.Dengan hati kesal, gadis berambut panjang itu hendak pergi keluar ruangan meninggalkan pria di hadapannya.Tapi saat hendak melewati Bernard, pria itu justru mencekal pergelangan tangan Norin dan menariknya kembali, hingga Norin pun sedikit terpelanting jatuh ke dalam dekapan sang CEO."Jangan berani pergi saat aku belum selesai bicara, Norin!" bisik Bernard dengan begitu geram, tepat di samping telinga Norin."Lepas! Aku mau keluar!" pinta Norin kesal."Nggak!" tolak Bernard tanpa ragu."Lepaskan aku, Bernard! Kau menyakiti tanganku!" teriak Norin seraya terus berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Bernard.Tetapi gadis cantik itu tidak memiliki tenaga yang cukup kuat untuk melawan."Aku menjadikanmu milikku bukan untuk melawanku seperti ini, Norin! Tapi agar kau menjadi milikku seorang! Hanya seorang!" emosi yang terus memuncak membuat Bernard tak kuasa mengendalikan dirinya.Ia kembali menginvasi tubuh Norin. Ditariknya wajah cantik itu dan mulai melumat bibir tipis di hadapannya.Bernard menggunakan kedua tangannya untuk menangkup wajah lembut sang asisten pribadinya.Norin terus meronta-ronta, berusaha untuk melepaskan diri dari Bernard. Tetapi lagi-lagi gagal. Upaya Norin untuk bisa terlepas dari cengkraman Bernard layaknya seperti usaha menjaring angin, sia-sia!Bahkan kini Bernard sempat mengangkat tubuh ramping Norin dan mendudukkannya di atas meja kerja hingga membuat rok span yang dipakai Norin tersingkap begitu saja.Kedua tangan kekar Bernard masing-masing bekerja dengan sempurna, mengunci tangan Norin di balik tubuh gadis itu.Kini bukan hanya bibir Norin yang menjadi sasaran Bernard.Pria itu juga mendaratkan ciuman-ciumannya menyusuri leher jenjang gadis cantik yang berhasil mencuri hatinya itu."Bernard! Stop it!"Norin terus berusaha melepaskan diri dari Bernard, tapi tetap saja ia gagal."Please, Bernard! Berhenti! Jangan seperti ini!" pinta Norin lagi, dan tentu saja Bernard tetap mengabaikannya.CEO posesif itu terus menghujani tubuh Norin dengan ciumannya yang tercipta atas dasar ego dan kemarahan."Bern-,"Lagi dan lagi … Norin gagal menyelesaikan kalimatnya karena Bernard kembali menginvasi bibirnya dengan ciuman.Norin juga merasakan ikatan rambutnya sudah tidak lagi rapi seperti sedia kala.Sudah jangan ditanya lagi sekacau apa penampilan Norin saat ini. Sudah pasti sangat kacau dan berantakan karena ulah Bernard.Kini, sembari bibir dan lidahnya terus menguasai bibir Norin, Bernard memanfaatkan tangan kanannya untuk menyusuri setiap lekuk tubuh gadis itu. Sedangkan tangan kirinya tetap mengunci kedua tangan Norin di balik pinggang sang gadis.Napas keduanya pun saling menderu, debar di dada mereka juga seakan saling berpacu satu sama lain.Hingga …Tok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan pada pintu.Deg!Jantung Norin yang sedari tadi berpacu dengan hebat, kini seakan terasa berhenti seketika!BersambungNorin dan Bernard sama-sama terperanjat begitu mendengar pintu diketuk. Tentulah saat ini sedang ada seseorang yang berdiri di balik pintu ruang kerja Norin, pikir mereka.“Kamu gila, Bernard!” desis Norin sambil melirik tajam ke arah CEO yang juga merupakan kekasihnya.Sedangkan Bernard, ia hanya terdiam dan mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadaran yang sedari tadi tertutup oleh kabut amarah.“No-Norin … aku … maafkan aku …,”Tok ! Tok! Tok!Norin serta Bernard serentak menoleh ke arah pintu yang kembali diketuk.“Ya, tunggu sebentar!” teriakan Norin kepada seseorang di balik pintu membuat Bernard tidak melanjutkan permintaan maafnya.Norin tidak peduli. Setelah merapikan pakaiannya, ia bergegas menyambar jas serta tas kerjanya, lalu melangkah ke arah pintu dan membuka kuncinya.“Maaf membuat kalian menunggu, tadi ada pembicaraan sangat penting yang disampaikan Tuan Bernard,” ucap Norin setelah membuka pintu dan mendapati ada dua orang dari bagian maintenance berdiri di b
Matthew yang awalnya berniat tulus untuk menolong gadis mabuk itu, kini justru merasa terkejut oleh perlakuan gadis yang sedang tidak sadarkan diri itu.Bagaimana tidak? Gadis itu tiba-tiba menindih tubuh Matthew di atas tempat tidur, lalu tanpa ragu mencium pria itu tepat di bibirnya.Bukan hanya ciuman biasa! Dari cara gadis itu mencium bibir Matthew, pria itu bisa menduga bahwa gadis itu tentu sudah sangat sering memanjakan pria dengan bibirnya.‘Shit!’Matthew mengumpat dalam hati. Bukan karena Matthew tidak menyukai ciuman itu, bukan! Tetapi karena gadis itu mencium Matthew dalam kondisi tidak sadar.Matthew bukanlah pria psikopat yang mau memanfaatkan situasi untuk kesenangannya saja.Sembari mengimbangi ciuman intens dari gadis itu, Matthew berusaha memaksa pikirannya agar tetap waras.“Eum … sorry …,” tutur Matthew begitu berhasil melepaskan bibirnya dari gadis mabuk itu.“Hahah! Itu kan yang kamu mau? Menguasaiku! Menguasai hatiku! Menguasai tubuhku! Kau ingin menguasai hidup
"Ah, Itu dia! Sekretaris kami sudah datang!" seru Lisya yang seketika menatap ke arah pintu masuk ruang VVIP.Matthew seketika tercengang setelah menoleh ke belakang, tepatnya melihat ke arah pintu masuk. "Kamu …," gumamnya lirih tanpa mengalihkan tatapannya dari sekretaris keluarga Gregorius."Hah? Bag-bagaimana bisa?!" tak kalah tercengangnya dengan Matthew, sekretaris itu juga terhenyak saat melihat kehadiran Matthew di momen makan malam ini.Seolah tak peduli pada sekeliling, keduanya kembali saling bertukar tatap. Manik mata berwarna biru terang milik gadis itu lagi-lagi terperangkap pada manik mata hijau kecoklatan milik Matthew."Kalian … kalian sudah saling kenal?" tanya Lisya sedikit tergagap.Pertanyaan dari Lisya berhasil menginterupsi perhatian Matthew dan sekretaris itu."Ya!" jawab Matthew tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis di hadapannya.Tiba-tiba bibir Matthew menyunggingkan sebuah senyum smirk yang menjadi ciri khasnya.Berbeda dengan Norin yang justru tampak pa
Kurang dari tiga puluh menit yang lalu, Matthew keluar restoran bersama Aiden."Tuan?" panggil Aiden yang berjalan di sisi kiri Matthew dan berjarak sekitar satu langkah di belakang."Hm?" gumam Matthew merespon tanpa menghentikan langkah."Saya rasa Anda tanpa sadar sudah membuat kakak-beradik Gregorius panas hati," ujar Aiden apa adanya.Masih tetap melanjutkan langkah, Matthew hanya melirik sekilas ke arah Aiden. "Maksudmu?""Sepanjang makan malam, saya mengamati dengan teliti bagaimana gelagat Tuan Bernard dan Nona Lisya. Mereka tampak tidak suka melihat cara Anda mencuri-curi pandang ke arah Nona Norin," kata Aiden menjelaskan."Benarkah?" tanya Matthew memastikan."Saya rasa seperti itu. Tapi keduanya berhasil menutupi dan menjaga sikap di depan Anda," Aiden menyampaikan asumsinya."Apa mungkin mereka takut aku mendekati Norin dengan tujuan mencari informasi perusahaan?" tanya Matthew meminta pendapat dari orang kepercayaannya."Itu kemungkinan yang pertama, Tuan. Kemungkinan ke
Sepasang sepatu pantofel hitam mengkilap yang dipakai Matthew, mengetuk-ngetuk lantai marmer di perusahaan The Royal Shipping Club.Di belakangnya ada Aiden yang selalu setia mengiringi kemanapun Matthew beranjak.Keduanya tampak berjalan santai namun tetap penuh wibawa ketika mengikuti seorang resepsionis yang hendak mengantarkan mereka bertemu Bernard."Hai, Norin. Seperti yang aku sampaikan di telepon tadi, ada yang ingin bertemu Tuan Bernard," Clara, sang resepsionis di perusahaan itu sengaja meminta izin kepada Norin yang merupakan sekretaris pribadi Bernard."Oke. Kedatangan Tuan Lutof memang sudah ditunggu-tunggu oleh Tuan Bernard. Thank you, Clara. Kamu bisa kembali ke depan," jawab Norin sopan.Senyum ramah tampak mengawali percakapan yang terjadi antara Norin dan Matthew.“Senang bertemu denganmu lagi, Nona Norin!” Matthew sengaja menyapa Norin dengan lembut, lengkap dengan senyum manisnya yang menampilkan lesung tipis di kedua pipinya.Bukannya segera menjawab sapaan dari M
“Kalau begitu, sekalian saja buatkan reservasi untuk kita berdua, Norin!” ucap Bernard tanpa ragu. Pria itu hanya ingin menunjukkan di hadapan Matthew bahwa Norin itu miliknya seorang!Matthew sempat saling bertukar tatap dengan Aiden. Sampai di titik ini ia paham apa yang diinginkan oleh Lisya serta Bernard, maka Matthew sengaja mengikuti aturan mainnya.“Atau kita bisa sekalian makan malam berempat saja! Benar kan, Nona Norin?”Deg!Ucapan Matthew seketika membuat suasana kian memanas.Tidak ada yang mau memberi jawaban lebih dulu. Baik Lisya maupun Bernard sama-sama keberatan dengan usulan Matthew.“Kenapa? Apa ada yang keberatan dengan usul saya?” Matthew kembali melanjutkan pertanyaannya.“Oh, tentu tidak! Kami tentu tidak keberatan. Iya kan, Bernard?” sahut Lisya berusaha menutupi ketidaksukaannya.Mendengar ucapan yang terlontar dari bibir adiknya, mau tidak mau Bernard harus mengiyakan ucapan itu.“Tentu. Tidak ada masalah dengan usulan Anda, Tuan Lutof,” ujar Bernard, kali in
Driver yang diandalkan Matthew berhasil mengejar mobil Bernard meskipun spek mobil yang dikendarai mereka bukanlah spek mobil sport seperti milik Bernard.Berkat skill mengemudi sang driver, kini Matthew sudah berada tidak terlalu jauh dari apartemen tempat tinggal Norin.“Aiden, aku berhasil membuntuti Bernard dan Norin. Aku berada di dekat apartemen gadis itu sekarang,” ujar Matthew sedikit berbisik pada Aiden melalui sambungan telepon.CEO Marine Lighthouse itu bahkan sampai tak segan untuk keluar dari mobil dan mengendap perlahan ke salah satu balik dinding bangunan yang bisa dijadikannya sebagai tempat persembunyian untuk mengamati Norin dari jarak tertentu.“Apa saya perlu menyusul ke sana, Tuan? Apa yang bisa saya bantu sekarang?” usul Aiden menawarkan diri.“No! No! Tidak perlu. Sebentar lagi aku juga pulang,” sahut Matthew cepat.“Eh? Tapi tunggu! Siapa pria itu?”Tanpa sadar Matthew meracau sendiri dalam gumamannya saat kedua netranya menangkap ada seorang pria yang tiba-tiba
Norin menatap punggung empat orang penting yang sedang berjalan menjauh, menuju ke luar gedung office. Tepatnya ke arena pelabuhan.Keempat orang itu ialah Bernard, Lisya, Matthew serta Aiden.Hari ini memang para petinggi perusahaan itu ada schedule untuk membawa Matthew serta Aiden berkeliling melihat kondisi lapangan, sesuai permintaan Matthew.Kesempatan ini dimanfaatkan Norin untuk melaksanakan misinya. Sebelumnya, gadis pirang bermata biru terang itu menyempatkan diri untuk bertukar pesan dengan pria bernama William.Norin: Siang ini aku bisa leluasa mencari file-file yang kita perlukan di ruang kerja Bernard.William: Kau yakin? Biasanya ruang gerakmu terbatas oleh Bernard.Norin: Dia ada jadwal mendampingi kolega bisnisnya melihat kondisi lapangan. William: Kalau begitu kau harus bergerak cepat.Norin: Shit! Aku tau apa yang harus aku lakukan.William: Oke. Aku tidak sabar menunggu kabar baik darimu.Norin: Aku tidak sabar melepaskan diri dari status umpan seperti ini!Willia
“What the hell!!” Bernard merasakan keanehan-keanehan saat berada di apartemen Norin. Bermula dari suara pecahan benda dari kamar sebelah, disusul dengan suara gaduh dari pantry. “Ada apa sebenarnya ini!?” Racau pria itu saat berbalik arah dari kamar ke pantry. “Ya Tuhan, bebaskan aku dari situasi mencekam ini, please!” desis Norin kesal. “Astaga, kenapa tempat sampah di pantry bisa jatuh berantakan?” pekik Bernard sambil menuju ke tempat sampah yang tergeletak di lantai. Norin, Sissy, dan semua orang yang bersembunyi di apartemen itu merasa tenggorokannya tercekat saat Bernard melangkah menuju pantry. “Tuan, biar saya yang periksa!” Sissy buru-buru menghentikan langkah Bernard. “Lebih baik Anda temani Nona Norin. Biar saya yang bereskan sampahnya.” Brak!! Pintu kamar terbuka, lalu tertutup dalam sekejap. “Astaga, maaf aku telah menjatuhkan lampu tidur!” pekik Nancy seraya keluar kamar. Dengan begitu, perhatian Bernard serta yang lain teralihkan ke arah Nancy. “Nancy? Are y
“Apa!?”Matthew dan yang lainnya tersentak mendengar informasi yang baru saja diucapkan Norin.“Astaga kita harus bagaimana!?” tanya Norin panik.“Cepat sembunyi!” celetuk William ikut panik.“Sissy, Nancy, cepat singkirkan semua gelas ini ke pantry. Jangan sampai Bernard melihatnya!” ucap Norin sedikit gemetar melihat belasan gelas dan botol wine yang tersaji di ruang tengah.Mendengar itu, Sissy dan Nancy bergerak cepat membereskan perkakas itu.“Semuanya masuk ke ruangan lain. Kosongkan kamar Norin!” ujar Matthew memimpin yang lain.“Hanya ada dua kamar di sini, sekarang ditempati Sissy dan Nancy selama mereka tinggal di sini,” tutur Norin menjelaskan.“Tidak apa-apa, sembunyi saja di sana, ayo!” Matthew bergerak menuju ke kamar Sissy dan Nancy, diikuti yang lain.“Norin, kau ke depan sekarang dan temui Bernard. Usahakan keberadaannya di sini tidak lama,” ujar Matthew kepada Norin.Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!Di luar, Bernard semakin tidak sabar menunggu pintu dibukakan un
Di kediaman mewah keluarga Gregorius, Draco, orang kepercayaan Vincent Gregorius, tanpa ragu mengetuk pintu ruang pribadi atasannya.“Masuk!” teriak Vincent dari dalam ruangan.“Permisi, Tuan! Ada kabar terkini dari para anak buah yang saya tugaskan untuk mengusut kasus kemarin,” ujar Draco tanpa ragu.“Sudah puluhan tahun kau bekerja denganku, Draco. Kau paham kan informasi seperti apa yang bisa aku terima?” balas Vincent memperingati.“Informasi ini sudah valid, Tuan. Mereka sudah menemukan siapa pelaku penembakan tempo hari.”Ucapan Draco berhasil memantik keingintahuan Vincent. “Siapa mereka? Siapa yang telah berani berurusan denganku?”“Masuklah, kalian!” seru Draco kepada anak buahnya yang masih menunggu di luar ruangan.BRAKKK!!!Seorang pria babak belur dengan kedua tangannya yang terborgol tiba-tiba jatuh tersungkur memasuki ruangan di mana ada Vincent serta Draco di dalamnya.“Bangun, Bodoh!” bentak salah satu anak buah Draco sambil menarik paksa tubuh pria itu agar berjalan
Mendengar fakta buruk tentang kebusukan perilaku Vincent Gregorius di masa lalu, telah sukses memupuk kebencian yang telah tertanam di dalam benak Matthew selama puluhan tahun.Ia mengepal geram membayangkan kelakuan biadab Vincent kala itu.Namun, satu notifikasi tanda pesan masuk telah mampu membuat pria yang tengah menginterogasi Orland Xef itu kehilangan konsentrasi.“Kita pulang sekarang!” titah Matthew kepada Aiden dan Bryan.“Siap, Tuan! Saya siapkan armada sekarang,” sahut Aiden yang lantas segera menghubungi pilot pribadi Matthew.Kedua anak buah Matthew berjalan mengikuti atasannya keluar.“Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” pekik Orland Xef yang sontak membuat langkah Matthew terhenti.Putra tunggal keluarga Anderson itu menoleh. “Kembali ke Queenstown dan bekerja untukku. Aku butuh bantuanmu untuk memberi Vincent terapi moral.”“Tapi … aku sedang melarikan diri darinya. Aku yakin cepat atau lambat, dia pasti tahu kalau akulah orang di balik kekacauan yang terjadi tempo ha
WELLINGTON, NEW ZEALAND“Siapa kalian!?”Seorang pria memekik terkejut karena tempat tinggalnya tiba-tiba didatangi oleh tamu tak diundang.Aiden menatap wajah pria itu lebih cermat, lalu mengangkat selembar potret wajah di tangannya hingga keduanya tampak sejajar.“Benar dia orangnya, Tuan,” ujar Aiden setelah memastikan bahwa mereka tidak salah orang.“Brengsek! Siapa kalian!? Kenapa sembarangan masuk ke rumah orang!?” Komplain sang pemilik kamar.“Seandainya kedatangan kami disambut dengan baik, kami tidak mungkin bersikap arogan semacam ini,” tutur Matthew tanpa sesal sedikit pun!CEO itu memberi kode kepada Bryan agar menutup serta mengunci pintu utama.Setelah mengangguk paham, Bryan melakukan perintah seperti yang diinginkan Matthew.“Jadi … ini tempat tinggal Anda sekarang, Tuan Orland Xef?” Tatapan Matthew tampak begitu tajam saat menuturkan pertanyaannya.“Ap-apa maksudmu!? Siapa kalian ini? Kenapa kemari!?” Orland Xef sampai terbata saat berucap. Ia memperhatikan Matthew
Hugo sama sekali tidak menyangka kalau El Jova berada di pihak musuh yang telah berhasil menewaskan pemimpinnya.“Apa maumu?” tanyanya kepada El Jova.“Jawab pertanyaan Matthew. Katakan yang sejujurnya. That’s it.”“Kau dan Tuan Zif sudah sepakat untuk tidak saling mengusik satu sama lain. Tapi kenapa kau berdiri di pihak lawan kami dan melakukan penyerangan?” ujar Hugo kesal.“Kelompokmu yang lebih dulu menyerang! Kenapa kalian melakukan penembakan di acara peresmian keluarga Vincent Gregorius?” tanya Matthew menginterupsi.“Ada urusan apa kau dengan keluarga Gregorius? Kami menyerang mereka, bukan kau!” hardik Hugo kepada Matthew.Plak!Tamparan keras kembali diberikan Matthew untuk tawanannya itu. “Kau melukai orang-orang tidak bersalah, Bodoh!”“Aku tidak tahu! Aku hanya melaksanakan perintah. Tuan Zif memberi perintah kepadaku, Max, dan juga George untuk melakukan penembakan beruntun itu!” teriak Hugo membela diri.“Untuk apa Zif memberi perintah itu?” sela El Jova penasaran. “Ap
Bryan serta Jarvis yang masing-masing sedang kepayahan melawan lima orang anggota mafia Eagle Snake, seketika tercengang manakala suara desingan peluru menggema di tepian danau Wakatipu, Queenstown, New Zealand.Keduanya menyadari, pasalnya, mereka datang menemui sekelompok mafia ini hanya bertiga dengan Matthew. Sisanya adalah para lawan, termasuk Max yang sempat mereka tawan.“Tuan Matthew,” gumam Jarvis dan Bryan bersamaan. Pandangan semua orang terarah pada Matthew yang sedang dikekang oleh lima orang lain anggota Eagle Snake, anak buah Zif Bayyer.“Tuan Zif!” pekik Hugo tercengang!“Tu-tuan!” gumam para anggota Eagle Snake yang lain.“Argh …! Brengsek! Bangsat!” Zif mengerang kesakitan, diikuti dengan umpatan-umpatan kekesalan saat ia merasakan tangan kanannya menjadi tempat bersarang sebuah timah panas.Pistol glock yang semula diarahkan Zif untuk menembakkan peluru ke dada Matthew pun terjatuh begitu saja.Pimpinan Eagle Snake itu menoleh ke sisi kanan untuk mengetahui siapa y
“Siapkan Max dan jaga baik-baik. Jangan lepaskan dia sebelum aku mendapatkan apa yang aku mau dari Zif Bayyer.”Terdengar suara Matthew memberikan koordinasi kepada El Jova melalui sambungan telepon.“Oke. Sepuluh menit lagi kami berangkat,” jawab El Jova sebelum menutup telepon.El Jova menyimpan kembali ponselnya ke saku jaket yang dipakainya.“Taylor, keamanan markas aku percayakan padamu,” ujar El Jova pada salah satu member El Warrior yang berjaga di pintu utama markas.“Dengan senang hati, Tuan! Walaupun sebenarnya saya lebih senang jika bisa ikut berpesta dengan Anda malam ini,” sahut Taylor menyemangati.“Hahah! Jangan lupa, kau masih punya luka bekas tusukan di perutmu,” ucap El Jova sambil menunjuk perut Taylor memakai dagunya.Taylor tertawa kecil mendengar ucapan pemimpinnya. “Hahah! Baru minggu lalu kita berpesta membasmi musuh. Sekarang Tuan sudah harus berpesta menghadapi musuh yang lain. Ternyata musuh kita ada di mana-mana, Tuan.”“Tentu saja! Selama masih ada kubu-kub
Bernard merasa sedikit janggal saat berjalan menuju ruang IGD dan tidak lagi mendapati orang-orang yang ia kenal.Seharusnya, entah Matthew atau yang lainnya ada di depan ruangan itu seperti hari kemarin.“Ke mana mereka? Kenapa tidak ada yang menunggui Norin?”Sementara ini Bernard hanya bisa bermonolog sambil terus melangkah.Ceklek!Pria itu merasa antusias saat melihat salah seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD.“Permisi, saya ingin tahu perkembangan kondisi pasien atas nama Notin Nathania,” kata Bernard kepada sang perawat.“Norin Nathania?” ulang wanita di hadapannya.“Iya. Norin Nathania yang semalam dirawat di ruang IGD karena terkena luka tembak.”Bernard terus berusaha menyebutkan apapun yang berkaitan tentang Norin demi mendapatkan informasi.“Oh … pasien luka tembak yang semalam membutuhkan transfusi darah, ya?” “Nah! Iya, benar! Bagaimana kondisinya sekarang? Apa masih kritis di ruang IGD?”“Tidak, Tuan. Pasien itu sudah membaik. Beliau sudah dipindahkan k