Home / CEO / Malam Terlarang Bersama Paman / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Malam Terlarang Bersama Paman: Chapter 71 - Chapter 80

99 Chapters

71. JANGAN SENTUH KELUARGAKU

“Nenek?” gumam Nada, yang sedikit terkejut. Kemudian dia melirik pada Adrian.“Angkat saja,” timpal Adrian.“Tapi ini panggilan video? Bagaimana kalau nenek sadar kalau aku ada di rumah sakit?” tanyanya.“Berpikir positif saja. Kalau kamu tidak mengangkatnya, bisa-bisa nenek akan curiga,” kata Adrian.Nada mengigit bibir bawahnya. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun, Nada tetap tidak mengabaikan panggilan dari neneknya. Setelah dia mendapatkan spot yang nyaman, Nada segera mengangkat panggilan dari Eva.“Halo, Nek,” sapa Nada dengan memasang wajah seperti biasanya. Nada sudah memastikan bahwa tidak ada air mata yang menggenang di kelopak matanya.“Nada, kamu di mana? Katanya Deven dilarikan ke rumah sakit?”Tanpa berbasa-basi Eva langsung bertanya pada poinnya. Hal itu membuat Nada sedikit tersentak dan membulatkan matanya. Ternyata ini alasan kenapa perasaannya mendadak tidak enak, saat mendapatkan panggilan dari neneknya.“Ah … itu.” Nada berusaha untuk berbohong, dia tidak i
Read more

72. PIKIRANKU KUSUT

Keesokan harinya, Deven sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. “Dev, hari ini biar sama Papa dulu, ya. Mamamu pasti mau kerja,” kata Adrian membujuk Deven. Pasalnya anak itu tidak ingin jauh dari Nada. Bahkan semalaman Nada sampai harus terjaga. Deven masih sering terbangun di malam hari, karena rasa sesaknya yang masih belum kunjung membaik. Namun, pagi ini saturasi oksigen Deven sudah kembali normal. Bahkan ruam di tubuhnya pun sudah sedikit berkurang. Wajah anak itu juga sudah terlihat lebih cerah.“Memangnya Mama tidak bisa libur? Aku sedang sakit,” katanya dengan menekuk wajah. “Mama sudah keseringan libur. Nanti bosnya pas—”“Mama akan tetap di sini, menemani kamu. Tenang saja.”Tiba-tiba Nada muncul setelah tadi keluar untuk membeli sarapan. Nada menaruh dua bungkus nasi kuning di atas meja. Mendengar ibunya yang tidak akan pergi, membuat senyuman lebar terukir di wajah Deven. “Apa tidak masalah? Kemarin kamu pasti izin pulang cepat. Dan sebelum—”“Aku sudah resign da
Read more

73. SPONSOR

Nama Sindy kini sedang di atas awan. Bahkan setelah film-nya sudah berhenti tayang pun, namanya masih menjadi perbincangan publik. Mereka mengelu-elukan Sindy karena bakat aktingnya yang tidak diragukan. Selain itu ada rasa kasihan yang publik rasakan, perihal masalah pribadi yang menimpanya. “Aku tidak keberatan jika harus mengantarmu, Sin.” Ivan—manajer Sindy sedang berada di sebuah butik bersama dengan artisnya. Kini wanita yang dalam beberapa tahun lagi menginjak umur kepala empat itu, tampak sedang sibuk memilih sebuah dress yang akan dikenakannya malam ini. “Tidak usah. Aku ingin mendapatkan privasiku sendiri,” ucap Sindy. Jemari lentiknya itu sedang menyentuh satu demi satu dress yang berjejer di hadapannya.Kemudian jari telunjuk Sindy berhenti pada sebuah gaun yang berwarna putih gading. Dengan cepat dia mengambil gaun itu. Memampangkan sambil menilik dengan saksama. “Aku ambil ini,” kata Sindy pada seorang pegawai butik, seraya dia memberikan dress yang dia pilih. “Tapi
Read more

74. BUMBU RAHASIA

“SS?” ucap Nada yang terkejut dengan inisial sang artis, yang disebutkan oleh pembaca berita. Sedangkan mata Adrian masih menatap layar televisi, yang menampilkan berita kecelakaan lalu lintas. Terlihat mobil sedan berwarna hitam menabrak tiang listrik. Bagian kap depan mobil yang sudah ringsek. Kemudian kamera menyoroti bagian dalam mobil.Kedua alis Adrian terangkat, saat melihat gantungan hias di dalam mobil. Benda itu nampak tak asing di mata Adrian.“Itu mobil Sindy,” kata Adrian. Tayangan itu kemudian beralih pada sosok perempuan, yang terlihat mengamuk saat diamankan polisi. Namun, wajahnya masih diburamkan oleh pihak stasiun tv.“Diduga SS mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Selain itu setelah di tes urine, ternyata SS positif obat-obatan terlarang. Menurut dugaan polisi, SS mengkonfirmasi obat tersebut dengan cara melarutkan dalam sebuah minuman. Terbukti dengan ditemukannya kopi di dalam mobil, yang ternyata terdapat kandungan narkotika tinggi di dalamnya.”Begitu perny
Read more

75. TIDAK TAHU TERIMA KASIH

Mata Nada sampai membeliak, saat mendapati sosok pria tua yang kini ada di hadapannya. “Pa-Pak Calvin?” ucap Nada tergagap.Ada angin apa pria tua itu mendatangi kediaman Hartanto? Dan kenapa dia tadi menyinggung tentang rumah sakit? “Kenapa wajahmu seperti itu? Memangnya saya ini teroris, sampai harus disambut dengan wajah tegang seperti itu?” sinis Calvin. “Ah, tidak.” Nada langsung menggeleng, seraya dia mengubah ekspresi wajahnya, “aku hanya terkejut, orang penting seperti Bapak sampai repot-repot datang ke mari.” Calvin tidak datang sendirian, dia ditemani oleh seorang asisten pribadinya. “Siapa, Nada?” Dari belakang, terdengar Adrian memanggil namanya. Nada menoleh ke belakang. Sehingga ada celah bagi Adrian untuk melihat tamu yang datang ke rumahnya. “Pak Calvin?” gumam Adrian, dengan wajah terkejutnya. Setiap melihat Calvin, entah kenapa perasaan Adrian semakin tidak enak. Ia jadi mengingat informasi yang diberikan Gilang. Seketika Adrian ingin menghajar pria tua itu s
Read more

76. SKENARIO

Wajah Eva menegang, saat mendengar kalimat yang baru saja dia dengar keluar dari mulut Calvin. Tidak lama setelah itu, Calvin langsung pergi tanpa berpamitan lagi. Melihat sang nenek yang nampak pucat, Nada langsung menghampirinya. “Ada apa, Nek? Apa yang dikatakan pria tua bangka itu?” geram Nada. Eva kembali tersadar, setelah beberapa detik dia merasa otaknya membeku. Sebuah tarikan napas panjang dilakukan Eva. Kemudian dia menggeleng, sebagai respon dari pertanyaan sang cucu. “Nada, maaf, rasanya kepala Nenek terasa berat. Nenek ingin istirahat terlebih dahulu. Nanti kita akan bertemu saat makan malam, ya,” kata Eva. Tangannya langsung mengibas ke depan. Memberikan isyarat pada Inah, yang sedari tadi ada di belakangnya. Paham dengan keinginan sang majikan, Inah langsung mendorong kursi roda Adrian dan Nada kini saling pandang. Mereka jelas-jelas melihat wajah Eva yang mendadak menegang dan terlihat pucat. “Apa yang dikatakan Pak Calvin pada nenek? Apa Om tahu?” tanya Nada. A
Read more

77. ADRIAN, TOLONG AKU

“Bapak Adrian!” seru seorang laki-laki.Dengan cepat Adrian menoleh dan langsung bangkit dari kursinya. Kemudian dia menghampiri salah satu petugas rumah tahanan.“Bagaimana, Pak?” tanya Adrian dengan harap-harap cemas.“Mari ikut saya. Bu Sindy mau untuk bertemu dengan Bapak,” terangnya.Perasaan Adrian lega sekarang, padahal sebelumnya dia merasa cemas. Khawatir jika Sindy tidak ingin menemuinya.Adrian melangkah menyusuri sebuah koridor, di depannya adalah petugas rumah tahanan. Kemudian mereka berhenti dan menghadap ke arah pintu berwarna biru. Sang petugas membuka pintu tersebut.“Silakan, waktunya lima belas menit, ya, Pak,” terang sang petugas.Dari seberang sana, Adrian bisa melihat Sindy yang nampak sangat kacau dengan kostum berwarna orange.Tidak memiliki waktu lama, Adrian pun segera masuk ke dalam ruangan. Sang penjaga menutup pintu dan menjaganya di luar sana.“Adrian, tolong aku,” lirih Sindy, matanya benar-benar sayu. Nampak kalau wanita itu sudah frustrasi dengan apa y
Read more

78. AMPLOP COKELAT

Adrian pulang dengan hati yang berat. Kini dia merasa pundaknya benar-benar ditindih oleh beban yang sangat berat. Bukan sebuah hal baru, Adrian mengetahui fakta bahwa Calvin adalah seorang mafia obat-obat terlarang. Pasalnya informasi yang dia dapatkan dari Gilang tempo hari, sudah menjelaskan bahwa memang Calvin berbuat kriminal. Benar juga kata Sindy, kalau Calvin bekerja sama dengan orang-orang penting, untuk menutupi bau bangkainya. “Pa, aku harus bagaimana? Kenapa rasanya berat sekali,” lirih Adrian. Kebimbangan dan kehampaan yang dirasakan oleh Adrian, membawanya menuju pusara sang ayah angkat. Adrian tak kuasa menahan tangis. Membayangkan perusahaan yang sudah dibesarkan oleh ayahnya, harus ternodai dengan ambisi seseorang—yang bukan bagian dari keluarganya. “Haruskah aku membongkar semuanya? Tapi bagaimana dengan Victory?” ucapnya lagi. Dia seolah sedang meminta jawaban dari sang ayah. “Aku bimbang, Pa. Jika aku membuka kedok Calvin, pastilah perusahaan yang sudah Papa ba
Read more

79. SECANGKIR KOPI MEMATIKAN

Eva mematung ketika mendapati pertanyaan seperti itu dari Nada. Tangannya kini terlihat gemetar, bahkan sampai kertas yang dipegangnya jatuh berserakan.“Jawab, Nek!” sentak Nada.Air mata Nada kini sudah tidak bisa ia bendung lagi. Sikap Eva yang seperti itu, seolah menjawab pertanyaannya barusan.“Kamu mendapatkan ini dari mana, Nada?” tanya Eva lagi. Rasanya dia masih menghindari pertanyaan Nada.“Jawab saja, Nek. Nenek tidak usah tahu aku mendapatkan ini dari mana. Aku hanya butuh jawaban. Apa benar kalau mama dan papa meninggal bukan karena kecelakaan?” raung Nada lagi.Suara bentakan Nada sangat terdengar dengan jelas dan keras. Bahkan sampai Deven yang sedang berada di kamar pun, bisa mendengar teriakan sang ibunda. Anak laki-laki itu, seraya langsung berlari dan menghampiri ibunya.“Mama, Mama kenapa? Kenapa Mama marah pada Nenek?” tanya Deven dengan raut wajah yang terlihat bingung. Dia kini berdiri di samping sang ibu, sambil mendongak.Namun, sepertinya Nada sudah gelap mat
Read more

80. AKU BENCI HIDUPKU

“Nada!” panggil Adrian, ketika dirinya tiba-tiba bangkit dan menunjukkan wajah marah dan kecewa. Nada tidak menggubris panggilan dari sang paman. Dia segera menuju kamar dan membanting pintunya keras-keras. Adrian langsung mengalihkan pandangannya pada sang ibu angkat. Terlihat Eva memegang dada sambil menangis.“Ma, kenapa Mama sejahat itu pada Nada.” Adrian menggeleng, “tidak, tapi pada Mas Andre?” desis Adrian. Isak tangis Eva tak membuat Adrian merasa iba. Rasa kecewanya mengalahkan nurani seorang anak, yang sudah dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. “Maaf, Mama saat itu gelap mata,” sesal Eva.Hal yang paling Eva hindari sejak awal, yaitu ketika publik mengetahui siapa dia sebenarnya. Eva bisa berada di tempatnya sekarang, karena masa lalu yang banyak ditentang orang. Bahkan sejujurnya Andre pun tidak mengetahui sampai akhir hayatnya. “Mama tahu, sikap Mama itu tidak ada yang bisa dibenarkan. Tapi Mama juga saat itu memiliki alasan,” katanya. Sebelum bersama den
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status