“SS?” ucap Nada yang terkejut dengan inisial sang artis, yang disebutkan oleh pembaca berita. Sedangkan mata Adrian masih menatap layar televisi, yang menampilkan berita kecelakaan lalu lintas. Terlihat mobil sedan berwarna hitam menabrak tiang listrik. Bagian kap depan mobil yang sudah ringsek. Kemudian kamera menyoroti bagian dalam mobil.Kedua alis Adrian terangkat, saat melihat gantungan hias di dalam mobil. Benda itu nampak tak asing di mata Adrian.“Itu mobil Sindy,” kata Adrian. Tayangan itu kemudian beralih pada sosok perempuan, yang terlihat mengamuk saat diamankan polisi. Namun, wajahnya masih diburamkan oleh pihak stasiun tv.“Diduga SS mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Selain itu setelah di tes urine, ternyata SS positif obat-obatan terlarang. Menurut dugaan polisi, SS mengkonfirmasi obat tersebut dengan cara melarutkan dalam sebuah minuman. Terbukti dengan ditemukannya kopi di dalam mobil, yang ternyata terdapat kandungan narkotika tinggi di dalamnya.”Begitu perny
Mata Nada sampai membeliak, saat mendapati sosok pria tua yang kini ada di hadapannya. “Pa-Pak Calvin?” ucap Nada tergagap.Ada angin apa pria tua itu mendatangi kediaman Hartanto? Dan kenapa dia tadi menyinggung tentang rumah sakit? “Kenapa wajahmu seperti itu? Memangnya saya ini teroris, sampai harus disambut dengan wajah tegang seperti itu?” sinis Calvin. “Ah, tidak.” Nada langsung menggeleng, seraya dia mengubah ekspresi wajahnya, “aku hanya terkejut, orang penting seperti Bapak sampai repot-repot datang ke mari.” Calvin tidak datang sendirian, dia ditemani oleh seorang asisten pribadinya. “Siapa, Nada?” Dari belakang, terdengar Adrian memanggil namanya. Nada menoleh ke belakang. Sehingga ada celah bagi Adrian untuk melihat tamu yang datang ke rumahnya. “Pak Calvin?” gumam Adrian, dengan wajah terkejutnya. Setiap melihat Calvin, entah kenapa perasaan Adrian semakin tidak enak. Ia jadi mengingat informasi yang diberikan Gilang. Seketika Adrian ingin menghajar pria tua itu s
Wajah Eva menegang, saat mendengar kalimat yang baru saja dia dengar keluar dari mulut Calvin. Tidak lama setelah itu, Calvin langsung pergi tanpa berpamitan lagi. Melihat sang nenek yang nampak pucat, Nada langsung menghampirinya. “Ada apa, Nek? Apa yang dikatakan pria tua bangka itu?” geram Nada. Eva kembali tersadar, setelah beberapa detik dia merasa otaknya membeku. Sebuah tarikan napas panjang dilakukan Eva. Kemudian dia menggeleng, sebagai respon dari pertanyaan sang cucu. “Nada, maaf, rasanya kepala Nenek terasa berat. Nenek ingin istirahat terlebih dahulu. Nanti kita akan bertemu saat makan malam, ya,” kata Eva. Tangannya langsung mengibas ke depan. Memberikan isyarat pada Inah, yang sedari tadi ada di belakangnya. Paham dengan keinginan sang majikan, Inah langsung mendorong kursi roda Adrian dan Nada kini saling pandang. Mereka jelas-jelas melihat wajah Eva yang mendadak menegang dan terlihat pucat. “Apa yang dikatakan Pak Calvin pada nenek? Apa Om tahu?” tanya Nada. A
“Bapak Adrian!” seru seorang laki-laki.Dengan cepat Adrian menoleh dan langsung bangkit dari kursinya. Kemudian dia menghampiri salah satu petugas rumah tahanan.“Bagaimana, Pak?” tanya Adrian dengan harap-harap cemas.“Mari ikut saya. Bu Sindy mau untuk bertemu dengan Bapak,” terangnya.Perasaan Adrian lega sekarang, padahal sebelumnya dia merasa cemas. Khawatir jika Sindy tidak ingin menemuinya.Adrian melangkah menyusuri sebuah koridor, di depannya adalah petugas rumah tahanan. Kemudian mereka berhenti dan menghadap ke arah pintu berwarna biru. Sang petugas membuka pintu tersebut.“Silakan, waktunya lima belas menit, ya, Pak,” terang sang petugas.Dari seberang sana, Adrian bisa melihat Sindy yang nampak sangat kacau dengan kostum berwarna orange.Tidak memiliki waktu lama, Adrian pun segera masuk ke dalam ruangan. Sang penjaga menutup pintu dan menjaganya di luar sana.“Adrian, tolong aku,” lirih Sindy, matanya benar-benar sayu. Nampak kalau wanita itu sudah frustrasi dengan apa y
Adrian pulang dengan hati yang berat. Kini dia merasa pundaknya benar-benar ditindih oleh beban yang sangat berat. Bukan sebuah hal baru, Adrian mengetahui fakta bahwa Calvin adalah seorang mafia obat-obat terlarang. Pasalnya informasi yang dia dapatkan dari Gilang tempo hari, sudah menjelaskan bahwa memang Calvin berbuat kriminal. Benar juga kata Sindy, kalau Calvin bekerja sama dengan orang-orang penting, untuk menutupi bau bangkainya. “Pa, aku harus bagaimana? Kenapa rasanya berat sekali,” lirih Adrian. Kebimbangan dan kehampaan yang dirasakan oleh Adrian, membawanya menuju pusara sang ayah angkat. Adrian tak kuasa menahan tangis. Membayangkan perusahaan yang sudah dibesarkan oleh ayahnya, harus ternodai dengan ambisi seseorang—yang bukan bagian dari keluarganya. “Haruskah aku membongkar semuanya? Tapi bagaimana dengan Victory?” ucapnya lagi. Dia seolah sedang meminta jawaban dari sang ayah. “Aku bimbang, Pa. Jika aku membuka kedok Calvin, pastilah perusahaan yang sudah Papa ba
Eva mematung ketika mendapati pertanyaan seperti itu dari Nada. Tangannya kini terlihat gemetar, bahkan sampai kertas yang dipegangnya jatuh berserakan.“Jawab, Nek!” sentak Nada.Air mata Nada kini sudah tidak bisa ia bendung lagi. Sikap Eva yang seperti itu, seolah menjawab pertanyaannya barusan.“Kamu mendapatkan ini dari mana, Nada?” tanya Eva lagi. Rasanya dia masih menghindari pertanyaan Nada.“Jawab saja, Nek. Nenek tidak usah tahu aku mendapatkan ini dari mana. Aku hanya butuh jawaban. Apa benar kalau mama dan papa meninggal bukan karena kecelakaan?” raung Nada lagi.Suara bentakan Nada sangat terdengar dengan jelas dan keras. Bahkan sampai Deven yang sedang berada di kamar pun, bisa mendengar teriakan sang ibunda. Anak laki-laki itu, seraya langsung berlari dan menghampiri ibunya.“Mama, Mama kenapa? Kenapa Mama marah pada Nenek?” tanya Deven dengan raut wajah yang terlihat bingung. Dia kini berdiri di samping sang ibu, sambil mendongak.Namun, sepertinya Nada sudah gelap mat
“Nada!” panggil Adrian, ketika dirinya tiba-tiba bangkit dan menunjukkan wajah marah dan kecewa. Nada tidak menggubris panggilan dari sang paman. Dia segera menuju kamar dan membanting pintunya keras-keras. Adrian langsung mengalihkan pandangannya pada sang ibu angkat. Terlihat Eva memegang dada sambil menangis.“Ma, kenapa Mama sejahat itu pada Nada.” Adrian menggeleng, “tidak, tapi pada Mas Andre?” desis Adrian. Isak tangis Eva tak membuat Adrian merasa iba. Rasa kecewanya mengalahkan nurani seorang anak, yang sudah dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. “Maaf, Mama saat itu gelap mata,” sesal Eva.Hal yang paling Eva hindari sejak awal, yaitu ketika publik mengetahui siapa dia sebenarnya. Eva bisa berada di tempatnya sekarang, karena masa lalu yang banyak ditentang orang. Bahkan sejujurnya Andre pun tidak mengetahui sampai akhir hayatnya. “Mama tahu, sikap Mama itu tidak ada yang bisa dibenarkan. Tapi Mama juga saat itu memiliki alasan,” katanya. Sebelum bersama den
Adrian dan Nada sepakat, untuk membongkar semua kejahatan yang dilakukan oleh Calvin. Karena jika dibiarkan, entah apa yang akan dilakukan oleh Calvin ke depannya. Sebelum semuanya semakin terlambat, Nada dan Adrian akan berusaha menggunakan cara apa pun untuk bisa menggulingkan Calvin.“Mama cuman sebentar. Kalau tidak ada hambatan, besok juga pulang,” kata Nada pada anaknya.Rencananya hari ini, Nada dan Adrian akan pergi menuju sebuah kota yang jaraknya lumayan jauh dari Jakarta. Hanya saja ada drama kecil yang terjadi, saat mereka berdua hendak berangkat. Deven merajuk ingin ikut dengan ayah dan ibunya.“Aku ingin ikut, Ma. Aku tidak mau jauh dari Mama. Kalau Mama seperti kemarin lagi bagaimana? Siapa yang mau menjaga Mama?” cecar Deven.Mata Nada tiba-tiba berbinar, dia merasakan haru dengan ucapan anaknya.Alih-alih merasa kesal ditinggalkan sendirian. Ternyata Deven lebih mengkhawatirkan kondisi ibunya.“Ada Papa. Papa pasti akan menjaga mamamu dengan baik,” kata Adrian, menjaw