Home / Pendekar / Panglima Kalamantra / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Panglima Kalamantra : Chapter 121 - Chapter 130

164 Chapters

20: Mutan Baru yang Kuat

Rion dan Silver kali ini benar-benar menjadi tawanan shinsengumi. Mereka tidak dipercaya dan terus dikurung sampai mau mengatakan yang sebenarnya. Kamar mereka dipindahkan ke ruangan khusus di gedung lama yang sudah tak terpakai. Gedung itu juga terus dijaga ketat agar mereka tak keluar atau menjalin komunikasi dengan pihak mana pun. Shinsengumi masih mengira Rion dan Silver adalah bagian dari para pemberontak. Malam sudah larut. Kabut tebal menyelimuti hampir seluruh kota. Tak ada manusia yang keluar pada jam itu. Masyarakat setempat mempercayai pada jam-jam tertentu selepas tengah malam akan ada kemunculan iblis yang mencari mangsa. Sudah banyak dari mereka yang menjadi korban. Tak. Tak. Tak. Terdengar suara ketukan seperti kayu di sepanjang lantai menyerupai langkah kaki yang timpang. Rion yang tengah berbaring di balik selimut membuka mata kantuknya. Silver yang dikurung di kamar berbeda masih meringkuk dengan suara
Read more

21: Tamu yang Tak Terduga

Saat anggota shinsengumi berhasil meraih kamar yang menjadi tempat Rion ditawan dengan susah payah, seketika gempa mereda dan kabut menghilang perlahan. Mereka semua dibuat kebingungan. Di kamar yang pintu dan dindingnya sudah jebol itu, Rion tengah memeluk Shana yang sudah tak sadarkan diri. Pakaian mereka berlumuran darah. Silver lari memeriksa Rion. “Kau baik-baik saja?” Rion hanya mengerjap. Anggota sinsengumi yang lain mengambil tubuh Shana dari Rion yang menyembunyikannya lagi di ruangan isolasi. Hiji memeriksa Rion jika ada luka. Anehnya, di tubuh pria itu sama sekali tak ada bekas luka meski pakaiannya koyak oleh tebasan pedang. Hiji menatap Rion dengan pandangan jijik. “Aku tunggu penjelasanmu besok pagi!” Di kamar isolasi, Shana duduk di depan meja hanya dengan penerangan dari lilin yang muram. Dia tatap tangan kanannya yang pernah terluka, tapi
Read more

22: Kebangkitan Pasukan Malam

“Apa kalian punya alasan memilih untuk tetap tinggal di sini?” tanya Maitreya sebelum benar-benar pergi meninggalkan markas shinsengumi. “Apa ada sesuatu yang kau inginkan dari mereka, Rion?”Mereka berdiri di depan gerbang markas shinsengumi. Xavier menjaga jarak tapi tetap dalam posisi waspada melindungi Maitreya. Rion tak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia tak bisa mengungkapkan rencana dan pikirannya pada sembarang orang meski itu Maitreya sekalipun.Pada malam berkabut selepas kepergian Maitreya dan Xavier dari markas shinsengumi, pasukan shinsengumi yang terdiri dari para gadis itu tengah berjaga di sekitar markas. Mereka segera meningkatkan penjagaan dan pengawasan pasca kedatangan Maitreya.Malam terlalu mencekam dan lengang. Suasana seperti itu lebih menggelisahkan daripada berhadapan dengan musuh secara langsung di meden perang. Anggota yang lain berpatroli malam dengan membawa lentera dan senjata di pinggang. Mereka berkeliling memeriksa kondisi di desa-desa terdekat.Tiga g
Read more

23: Sebuah Penghargaan

“Gyou Amagiri?”Deg! Jantung Rion serasa ingin melonjak keluar begitu menyadari siapa yang berdiri di sana. Di dalam penglihatan matanya, Rion bisa melihat Gyou Amagiri tengah diselimuti oleh energi kegelapan yang sangat kuat. Tapi ada satu bagian titik di tubuh Gyou Amagiri yang menunjukkan warna berbeda.“Dia dikendalikan oleh seseorang!” Rion menyeringai dan mencoba berdiri. Pemuda itu berlari ke halaman belakang untuk mencegah kerusakan lebih parah di sana.Gyou memburu Rion. Dia mengangkat pedang dengan tangan kanan dan tangan kirinya memegangi pinggang. Dengan santai, dia mencoba menjatuhkan Rion.“Beruntung sekali kau. Aku sedang kehilangan celuritku!” ledek Rion.Plas! Tebasan Gyou terarah pada pinggang Rion. Rion menghindar dengan memutar kaki dan tubuhnya. Dia jegal langkah Gyou. Tapi, iblis itu melompat dan berputar 360 derajat di udara.Rion dalam posisi berlutut di permukaan tanah berlapis batu yang sedikit licin. Dia gerakkan tangan untuk mengndalikan sulur energi kegel
Read more

24: Lawan Mereka Bersama-sama

Seorang pria berpakaian jembel duduk bersila di depan sebuah kuil. Di depannya ada mangkuk tanah liat yang sudah pecah sebagian berisi sejumlah uang koin. Pria itu duduk dengan terkantuk-kantuk. Seorang pengunjung kuil yang mengenakan kimono biru berjalan dan berhenti di depan sang pengemis jembel. Dia merogoh kimononya dan melemparkan sejumlah uang koin yang dibungkus kertas putih. Pengunjung kuil itu berlalu masuk ke kuil. Setelah kepergiannya, sang pengemis terbangun dan melirik ke sekitar. Dia ambil koin yang dibungkus kertas di mangkuk tuanya dan menyimpan di balik kimono kumalnya. Pengemis jembel itu meraih tongkatnya dan berjalan terbungkuk-bunguk. Gerakannya sungguh kepayahan. Tak ada orang yang memperhatikan apalagi bersimpati. Dia hanya terus berjalan sampai tiba di depan sebuah gerbang yang menjadi markas shinsengumi. Suasana di sana lengang. Panas terik membuat semua orang malas berkeliar
Read more

25: Semakin Banyak Iblis Buatan

“Mereka sombong sekali yakin bisa mengalahkan kita? Cih, bahkan sekali pukul saja sudah mati,” seringai Minako. “Tutup mulutmu!” Sano dengan pedang kembarnya mengamuk dan berusaha menyerang Minako yang akan menjadi musuh bebuyutannya saat ini. Sekelompok pasukan dari klan Osu mengadangnya. Dia dikepung oleh para pria berpedang. “Sial, ini tak ada habisnya!” Rion membantu Sano menghadapi para samurai pemberontak dari klan Osu. “Kita harus mundur!” “Tidak bisa!” tolak Sano. “Kau harus gunakan akalmu, Sano! Kita tak mungkin menang melawan mereka hanya bertiga. Heisu harus segera diobati!” Diam-diam, Rion memanggil pasukan burungnya untuk mengelabui musuh. Minako menembaki burung-burung itu agar terbang pergi tapi mereka adalah burung ilusi. Pada kesempatan yang kecil sekali, Rion bersama San
Read more

26: Sebuah Jebakan

“Kau masih berpura-pura tidak tahu, Wakil Komandan Shinsengumi?” desis Maitreya. “Awalnya, kami tak ingin terlibat. Tapi, kematian demi kematian warga kota sudah sangat mengganggu! Apakah ini bagian dari patroli yang kalian dengungkan itu? Apa kau tahu ini?” “Iblis buatan kalian telah kehilangan rasionalitas karena mereka bukan lagi manusia. Sedangkan kalian sudah disumpah untuk melindungi kota dan seluruh warganya. Bagaimana bisa pelindung kota malah memanfaatkan warganya sebagai sumber makanan mereka?” sindir Xavier. Rion terseret pada satu ingatan. Setiap malam ini dia memergoki Shana sering keluar malam diam-diam. Tak ada yang tahu ke mana dia pergi. Rion juga tak berpikir gadis itu akan melakukan sesuatu yang berbahaya. Tapi, informasi dari Maitreya dan Xavier perlu untuk dia pertimbangkan. “Satu hal lagi, Rion, apa kau ingin meninggalkan kota ini bersama kami? Bukankah tuju
Read more

27: Upaya Mencari Penawar

Silver tumbang. Peluru itu menembus dadanya. Rion berlari menopang tubuh Silver yang berlumuran darah.Di atap salah satu rumah warga, Maitreya menyengih menyaksikan pemandangan itu. “Aku tahu pasti orang bodoh sepertimu akan melakukannya! Menderitalah lebih lama Rion. Itu hukuman karena kau menolak bergabung dengan kami.”Maitreya dan Xavier melompat meninggalkan lokasi yang mulai dikerumuni oleh pasukan shinsengumi."Silver, bangun!" teriak Rion.Karena tak ada tanggapan, Rion menggendong tubuh Silver di punggungnya dan berlari kembali ke markas shinsengumi untuk meminta bantuan.Di markas shinsengumi, Shana mengeluarkan peluru yang menembus dada Silver. Akan tetapi, pemuda itu masih tak juga sadarkan diri."Ini aneh," gumam Shana sambil menunjukkan peluru di wadah yang sudah dia keluarkan pada Rion. "Peluru ini tak terbuat dari timah."Rion meraih peluru itu dan gemetar menahan kemarahan. Dia bisa merasakan racun dengan
Read more

28: Gencatan Senjata

Rion berkuda meninggalkan lokasi penyergapan. Saito membantunya mengadang pasukan bersenjata. Akan tetapi, saat Rion membalikkan kuda, di depannya sudah berdiri Minako dengan pistol di tangan.“Yo, Penyihir Merah, kau mau kabur begitu saja? Ini tak menarik!” Minako menodongkan pistolnya ke arah Rion. Mereka saling berhadapan.Di belakang Rion, pasukan shinsengumi yang dipimpin oleh Saito juga sedang menghadapi pasukan pemberontak bersenjata api. Anehnya, para pasukan pemberontak itu semuanya mengenakan caping bambu. Sedikit berbeda dari biasanya.Dor! Dor! Tembakan dimuntahkan oleh Minako ke arah Rion. Penyihir Merah itu melompat dari kudanya dengan sangat cepat untuk menghindari tembakan Minako.“Seperti yang diharapkan dari seorang Penyihir Merah legendaris!” seringai Minako sambil mengisi ulang pelurunya. Perempuan itu menyibakkan rambut panjangnya yang menjuntai ke pundak.Di salah satu batang pohon di tengah hutan tak j
Read more

29: Kelemahan Elixir

“Begitu rupanya. Jadi kau bekerja sama dengan pembuat mutan-mutan ini untuk melawan kami?” Gyou menarik lepas pedang dari sarungnya. “Kau sangat gigih, ya?” seringai Gyou.Maitreya tersenyum. “Kau juga pasti berjuang keras demi memenuhi ambisi Tuanmu! Kau hanya... Iblis buatan sama seperti mereka, bukan?”Gyou mendesis rahasianya dibongkar.“Aku melihatmu di hutan, Gyou Amagiri! Kau hanya seorang ronin (samurai pengembara) biasa yang dijebak oleh Minako. Dia yang membawamu pada kultivator itu dan mengubahmu menjadi iblis, kan? Nah, Gyou, kenapa kau tidak bekerja sama saja denganku? Tak ada untungnya kau terus menurut pada Tuanmu! Bukankah kau seharusnya sudah mati? Serahkan kembali orang-orang yang sudah kalian culik pada kami! Penyihir Merah dan rekannya bukan tandingan kalian!”Gyou Amagiri menyipitkan mata menatap Maitreya. Dengan pedang tergenggam, dia menerjang gadis buta itu dengan kecepatan iblis. &ld
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
17
DMCA.com Protection Status