Home / Pendekar / Panglima Kalamantra / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Panglima Kalamantra : Chapter 111 - Chapter 120

164 Chapters

10: Pria Bercaping Bambu

Saat Hiji dan pasukannya tiba di kedai ramen, sejumlah besar pasukan pemberontak yang akan mengawal jalannya transaksi pembelian senjata ilegal berdatangan dari arah ibu kota. “Saito, masuklah ke dalam dan bantu mereka! Aku akan menahan pasukan yang baru datang di sini!” “Aku mengerti,” jawab Saito dengan tenang. “Kita langsung masuk!” perintahnya pada anggota shinsengumi yang lain. Separuh pasukan yang ada akan mengikuti Saito masuk ke kedai ramen. Separuh sisanya akan membantu Hiji mengadang pasukan pemberontak dari ibu kota. Mereka semua serempak mengeluarkan pedangnya. Rion merasakan degup jantungnya berpacu cepat dan keras. Jedug! Jedug! Dia merasa sesak dan kesakitan. “Silver,” gumamnya sambil memegangi dada yang nyeri. “Tidak! Ini energi kegelapan milik orang lain, bukan milik Panglima Kalamantra.” 
Read more

11: Menetapkan Pijakan

Anggota inti shinsengumi—ketujuh gadis penuh kejutan itu tengah berkumpul di ruang makan. Rion dan Silver ikut mengamati mereka dengan duduk di belakang. “Mereka sungguh tangguh,” puji Silver diam-diam. “Ya, luka separah itu bisa mereka lalui dengan cepat dan seolah-olah bukan hal yang perlu diseriusi. Padahal, mereka semua hanyalah gadis normal yang bisa mati sewaktu-waktu.” “Kalian... Membicarakan kami?” seringai Heisu yang tiba-tiba berbalik dan menghadap ke Rion dan Silver. “Kunci agar kami bisa bertahan, baik sebagai gadis manis maupun sebagai pasukan shinsengumi adalah....” “Jangan biarkan wajahmu terluka! Haha...,” sahut yang lain. Mereka semua tertawa. Okita sampai terbatuk dan kesakitan karena dadanya masih lebam akibat pukulan gagang pedang beberapa hari yang lalu. “Tapi, aku ta
Read more

12: Prajurit Sejati Tak akan Lari

Di gerbang timur, Sano dan pasukannya berhasil mengejar kelompok pemberontak dari klan Ozu. Para pemberontak itu mencoba menyerang ke istana melalui gerbang di benteng timur. Sano mengayunkan pedang kembarnya. “Kalian harus mengalahkan kami dulu jika ingin menyerang istana.” Sano memutar pedang kembarnya dengan cepat yang saling terkait dengan rantai. “Bajingan!” umpat pimpinan pasukan pemberontak di gerbang timur. “Jika ada yang ingin mati, maju sini!” tantang Sano dengan seringai nakalnya. Pemimpin pasukan Ozu ketakutan begitu menyadari haori yang Sano kenakan. “Sebaiknya kita mundur!” “Jangan biarkan mereka lari!” teriak salah satu anggota pasukan Sano. Shinsengumi mulai memburu para pemberontak Ozu yang kabur. Dor! Dor! Langkah pasukan shinsengumi terhenti. Dua orang anggotanya tumbang akibat tem
Read more

13: Sebuah Rahasia

Sraak! Rion menggeser pintu hingga terbuka. Cahaya senja menyilaukan mata Silver yang tengah berbaring malas di kamar. Rion mendekat. Bayangan tubuhnya memanjang menutupi Silver. Dia berdiri menjulang di depan pemuda berambut perak itu. “Ada apa?” Rion merogoh yukatanya dan menyerahkan selmbar kertas yang digulung pada Silver. Silver menerima dan membukanya dengan cepat. “Sudah kuduga mereka memang ada di sini!” Dia mengepalkan tinju. “Apa kau menyadari kekuatan gelap dari dua orang yang kita temui di kedai ramen Distrik B?” “Ya, aku juga bertemu lagi dengannya saat membantu shinsengumi memburu pasukan pemberontak di benteng istana kekaisaran.” “Jadi, mereka memang orang-orang kiriman Raja Ragnart? Untuk apa mereka jauh-jauh pergi ke sini?” heran Silver. “Apa kau lupa bagai
Read more

14: Obat Penghasil Monster

“Ke-Keiko?” bibir Rion bergetar saat mengucapkan nama itu dengan sangat lirih. “Jadi kau memang mengenalnya....” Shana berdiri di belakang Rion tanpa ekspresi apa pun. Dia berjalan mendekat ke lemari pendingin yang terbuka itu dan menutupnya lagi. Shana berbalik menghadap Rion dan berjongkok di depannya. “Dia... Menawarkan sesuatu padaku sebelum mati!” Shana menutup mata. Rion membeliak dengan mulut sedikit menganga. “Situasi sialan apa ini? Kenapa aku terjebak dengan jalinan takdir yang kejam begini?” batinnya. Mulut Rion membuka menutup. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan tapi terlalu takut sampai tak bisa bersuara. Shana berdiri dan mengulurkan tangan kirinya yang sehat pada Rion. Pemuda itu menerimanya. Dia berdiri dengan bantuan Shana. Shana mengulang kembali ingatannya. Saat melakukan patroli pembersih
Read more

15: Menjadi Kunci Rahasia

Silver berdiri di halaman depan kamarnya di markas shinsengumi. Dia mendongak memperhatikan bulan purnama yang benderang. Burung-burung malam berterbangan dari satu arah. Dadanya berdegup cepat dengan perasaan tak nyaman luar biasa. “Rion dalam masalah.” Pemuda itu berlari mengikuti nalurinya yang selalu membawa dia kembali pada Rion. Yukata yang dia kenakan terkelepai seiring laju larinya yang cepat. Kaki sampai pahanya tersingkap karena Silver melangkah selebar mungkin untuk memangkas jarak. Silver berdiri di depan gedung bekas klinik gigi yang gelap dan sepi. Kabut menyelimuti tempat itu dan bangunan lain  di sekitarnya. Dia mendengar suara-suara debuman dari dalam gedung. Silver mengepalkan tangan di samping tubuh. Dia buka telapanya dan menarik napas dalam. “Tanah, udara, dan air, berikan kekuatanmu padaku.” Embun tersedot ke dalam paru-paru Silver. Matanya memejam d
Read more

16: Kimono Burung Merak Biru

“Efek obat akan terjadi selama 24 jam pertama. Kita hanya perlu menjaga dan mengawasi agar bisa tahu, dia akan berhasil melewatinya, dikalahkan oleh obat itu, atau mati mengenaskan,” ujar Okita. Hiji dan Saito mengayunkan pedang ke depan mata Silver dan Rion. “Kalian sudah melihat semua ini! Kalian pikir masih bisa bebas?” “Tentu saja tidak!” ujar Rion. “Aku bahkan sudah bersiap akan membunuh Shana. Sayangnya, dia masih mempunyai darah merah (manusia) di tubuhnya.” Klik. Hiji memutar pedangnya pada bagian tajam ke arah leher Rion. “Jadi, kau tahu sesuatu tentang obat ini?” Rion bersikap setenang mungkin. Satu gerakan kecil saja, Hiji mungkin akan menebas lehernya. Pemuda itu bertatapan dengan Hiji. “Matanya... Sama seperti saat pertama kami bertemu. Dia gadis yang sangat dingin dengan wajah datar tanpa ekspresi. Se
Read more

17: Pesan dari Keiko

Silver ditarik oleh dua orang gadis cantik dalam kimono merah terang. Kerah kimononya dipasang sangat rendah sampai menampakkan belahan dadanya yang penuh. Silver dijepit oleh kedua gadis itu dengan posesif. Dia sangat gemetar. “Ja-ngan,” gumamnya tanpa suara. “Aku sangat takut pada perempuan.” Silver memejamkan mata. Tubuhnya diseret dengan paksa oleh kedua gadis itu sampai masuk ke salah satu rumah bordil. Salah satu gadis meraba dada dan tubuh Silver dengan lembut. Sampai di salah satu bagian, dia merasakan sesuatu yang menonjol. Gadis itu menyeringai penuh kemenangan. Tanpa sepengetahuan Silver, dia cengkeram dan menariknya. Silver memekik karena tangannya diseret oleh gadis kedua agar masuk lebih dalam ke rumah bordil. Gadis pertama menyeringai. Dia buka genggaman tangannya. Sekantung uang yang terasa menonjol di bagian kimono Silver berhasil dia ambil. Dia lempar ke atas
Read more

18: Memburu Penyihir Merah

Tanpa Silver duga, para gadis penghibur itu melepas kimononya masing-masing. Di balik kimono itu, mereka memakai pakaian serba hitam yang ketat. Sebagian mengenakan tanktop dengan bagian dada dan lengan yang terbuka, celana ketat hitam, dan sepatu bot selutut. Lengan mereka terdapat rajah ular yang melilit. Di pinggang mereka ada banyak kantung berisi senjata, mulai dari kantung belati, kunai, sampai sumpitan. “Ninja?” desis Silver. Para gadis itu menyeringai. Salah satu gadis yang duduk di pangkuan Silver bahkan mengeluarkan belati yang sudah dilumuri racun katak berbisa. “Jantungmu sangat mahal dan berharga. Dengan memakan jantungmu, kami bisa terus awet muda dan hidup abadi. Haha....” Silver tak bisa bergerak. Dua gadis lain menodongkan pisau ke lehernya di kanan dan kiri. Jakun Silver melonjak menelan ludah dengan susah payah. “Aku benci berurusan dengan perempuan.&r
Read more

19: Kemunculan Para Iblis

“Kami tidak perlu persetujuan untuk membawamu. Penyihir Merah, ikutlah dengan kami!” Mata pria bercaping itu tampak oleh Rion. Sepasang mata yang selama ini tertutupi oleh caping bambu itu adalah mata iblis. Rion menyeringai dan memutar kedua bilah celuritnya di tangan. Dari arah gerbang distrik hiburan, ada sosok berlari dalam kegalapan. “Pengganggu!” kesal pria bercaping. Sosok yang baru datang itu adalah pria paruh baya yang disewa oleh pemilik hiburan tempat Silver ditawan. “Anu, Tuan Ryoma Osamu, pemuda berambut perak itu ada di tempat kami. Nyonya sudah berusaha menahannya di sana.” Ryoma, pria berbadan besar dengan bekas luka di wajah itu menyeringai. Dia lemparkan sekantung uang pada pria yang memberi informasi. Dalam sekedip mata, dia sudah menghilang dan berpindah tempat. Si pesuruh rumah hiburan segera berlari be
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
17
DMCA.com Protection Status