All Chapters of Panglima Kalamantra : Chapter 131 - Chapter 140

164 Chapters

30: Dikepung Musuh

“Kalian harus melarikan diri!” ujar Isami pada anak buahnya. “Biar aku yang menyerahkan diri pada mereka.”Hiji terkejut bukan main. “Kau mau menyerahkan diri pada musuh? Kau hanya akan dibunuh oleh mereka.”“Tentu saja aku tak akan mengaku sebagai Komandan Shinsengumi. Aku hanya akan mengulur waktu agar kalian bisa melarikan diri.”Anggota inti yang lain merasa berat hati. Tapi, mereka juga tak punya pilihan. Markas sudah dikepung dari segala arah oleh sekitar 400 prajurit pasukan pemberontak.Rion bergegas pergi ke kamar Silver.“Ada apa?” kejut Silver sambil berusaha duduk dengan dada sesak.“Kita harus pergi! Markas dikepung oleh musuh. Aku harus membawamu pergi dari sini!”“Kau bisa tinggalkan aku,” pinta Silver.“Kau gila? Kau mau ditawan musuh dan dijadikan bahan percobaan di lab rahasia mereka?”Silver mengembuskan nap
Read more

31: Manusia yang Menjadi Iblis

Hiji berdiri dengan sempoyongan. Dia pegangi dada yang tertembak dan melihat telapaknya dilumuri darah sendiri.“Apakah ini rasanya ditembak?” seringai gadis itu. “Ini tidak terlalu mengesankan seperti yang aku bayangkan jika dibandingkan dengan penderitaan Isami!” Hiji menoleh ke jajaran pasukan pemberontak yang sudah menembaknya.Burung-burung di langit mendekat dan mengepung pasukan pemberontak. Sebanyak apa pun mereka menembakkan peluru, burung-burung itu bukannya kabur tapi malah semakin banyak mendekat dan mengerubungi mereka. Hiji terheran. Dia tak pernah melihat yang seperti itu.Gadis itu menoleh ke arah Rion. Pada wujud mutan, Hiji memiliki penglihatan mata yang jauh lebih bagus daripada manusia normal. Matanya bisa melihat aura kegelapan yang menyelubungi Rion. Rion menggerakkan tangan untuk mengendalikan pasukan burung dari kejauhan.“Ini tidak mungkin!” gumam Hiiji sambil memegangi dada yang terus mengucurk
Read more

32: Tebasan Pedang Iblis

Hiji terlihat tengah berdiskusi dengan Saito di kamp militer bentukan pemerintahan lama. Pasukan militer pemerintahan lama terdesak sampai ke pelosok ibu kota karena serangan dari pemerintahan baru.“Jika ini adalah perintah Wakil Komandan, aku akan patuh!” ujar Saito. “Tapi, izinkan aku mengklarifikasi satu hal. Itu tidak berarti shinsengumi akan dibubarkan, kan?”Hiji diam saja melipat tangan ke dada sambil bersandar ke sebatang pohon.“Aku ingin mengambil bagian dalam kampanye ini sebagai Saito dari shinsengumi dan menanggung bendera ketulusan shinsengumi!”“Lakukan sesukamu,” ujar Hiji pendek.Setelah Saito pergi untuk bergabung dengan barisan pasukan utama, tertingal Hiji seorang diri di sana. Dia duduk merenung di kamp dan memisahkan diri dari anggota pasukan baru yang lain. Dia merasa empas dan tak berdaya. Dia menjadi satu-satunya perempuan di antara pasukan pemerintahan lama yang semuanya ter
Read more

33: Memburu Pasukan Mutan

“Kau benar-benar putus asa sampai menggunakan pedang seperti itu pada tiruan sepertiku?” Hiji menyeringai dan bangkit dengan cepat menyerang Gyou. “Yang kuperlukan hanya menghindarinya, kan?”“Diam!” Gyou menyabetkan pedang pada Hiji.Tang! Pedang mereka beradu.Hiji dengan energi barunya masih mampu menyerang Gyou meski perutnya berdarah-darah. Dia menebas dan menyabet posisi Gyou. Tapi, iblis itu bergerak dengan cepat menghindar dan terus menghindar.Gyou menyeringai melihat Hiji kelelahan menebas udara kosong. Dia berpindah tempat dengan sangat cepat di belakang Hiji dan menebas punggung gadis itu.Darah Hiji kembali muncrat. Punggungnya koyak. Saat pedang Gyou akan menyerang lagi, Hiji sudah menahan pedang iblis itu dengan bilah katananya sendiri. Dengan kedua tangan yang mulai gemetar, Hiji menahan dorongan pedang Gyou.“Batasmu sebagai mutan sudah berakhir, Hiji-san. Aku tak peduli meski kau se
Read more

34: Tinju Terakhir

Rion dan singanya berhenti di sebuah hutan yang berbatasan langsung dengan desa terdekat di ibu kota. Sepasang mata Rion dan mata singa itu menyala merah terang dalam kegelapan dan pekatnya selimut kabut.“Sudah kuduga mereka akan muncul di sini!”“Kau benar-benar tahu tentang tempat ini, Penyihir Merah?” ujar seorang perempuan.Rion berbalik dan mendapati Minako sudah berdiri di belakangnya dengan tas tergenggam dan tampak berat.“Demi mendapatkan darah segar untuk pasukan mutannya, Ron bekerjasama dengan pemerintahan baru, bukankah kau dan Ryoma yang mengatakannya?”Minako hanya menyeringai.“Lagi pula tampilan mereka sangat menonjol. Untuk apa pasukan biasa berjalan-jalan di hutan pada malam hari saat tubuh mereka sudah kepayahan setelah berperang seharian?”“Meskipun senjata milikmu sudah cukup tua, tapi pikiranmu tajam juga, ya?” ledek Minako. “Meski kau sabetkan s
Read more

35: Gadis Berkimono Biru di Kedai Teh

Para ronin menembaki Silver dari kejauhan. Pemuda berambut perak itu memutar kedua lengannya hingga membentuk simbol mantra aksara Kalamantra dan tercipta sebuah perisai gaib. Perisai gaib dari sihir bondowoso itu mampu mementalkan semua peluru yang datang ke arahnya.Gagal dengan senapan, para ronin mencabut pedang dari pinggang masing-masing dan menerjang Silver bersama-sama.Silver menangkupkan kedua telapak tangannya ke tanah. Energi alam di dalam tanah dan di sekitarnya terserap ke dalam kedua telapak Silver. Dari tangannya memancar cahaya kemerahan. Sihir bondowosonya bekerja dengan cepat membalikkan energi alam yang ada menjadi getaran dahsyat di permukaan tanah.Silver entakkan telapaknya ke tanah. Duuarr!Para ronin yang mencoba menyerangnya terlempar ke belakang dan jatuh bergelimpangan. Tubuh mereka hancur dari dalam akibat pukulan sihir bondowoso Silver melalui tanah. Permukaan tanah retak dalam jumlah besar dan memanjang. Udara dingin dan pek
Read more

36: Pihak yang Membelot pada Kebenaran

Rion melihat ada sejumput rambut berwarna perak yang dia yakini milik Silver di dalam kantung koin itu.“Jadi... Kau mengikutiku?” Hiji menjadi muak menyadari pasukan mutan itu menguntitnya.“Astaga. Shinsengumi benar-benar kelompok yang merepotkan!” sengih Maitreya. “Tanpa dirimu aku bisa menemukan Rion kapan saja!” bantah Maitreya atas tuduhan Hiji.“Apa yang kau lakukan pada Silver? Di mana dia?” teriak Rion penuh kemarahan.Xavier melindungi gadis itu. Maitreya meyakinkan Xavier dia akan baik-baik saja.“Inilah akibatnya kalau kau keras kepala dan menolak bekerja sama dengan kami!” ujar Maitreya dengan seringainya. “Aku datang untuk menjemputmu, Penyihir Merah! Selama kau bersedia bekerja sama dan menyerahkan kekuatanmu pada kami, maka semua akan baik-baik saja!” bujuknya.Rion maju selangkah. Hiji menahan lengan pemuda itu dan menggeleng tipis.Rion menyentak
Read more

37: Runtuhnya Kastil Para Mutan

Seluruh tabung pecah berkeping-keping. Lantai laboratorium bawah tanah itu terendam cairan dari dalam tabung. Lampu gas padam seketika. Rion dengan mata burung malamnya mulai berlarian mencari keberadaan Silver. Dia membalik dan mencari setiap tubuh yang tergeletak di lantai dan di dalam tabung.“Kau mencariku, Tuan?” ujar sebuah suara dengan seringai khasnya.Rion yang berlutut segera berbalik badan. Ada cahaya redup dari salah satu lampu gas yang tersisa. Lampu itu menerangi sosok yang menyapanya dengan sangat jelas. Silver berdiri di belakang Rion sambil memegangi dadanya yang telanjang. Dia hanya mengenakan celana hitam panjang.“Brengsek! Dari man saja kau?” teriak Rion marah yang sebenarnya dia ingin sekali menangis lega.“Ayolah, aku tak akan mati semudah itu. Lihat, racun di tubuhku sudah menghilang.”“Apa yang terjadi?” Rion bangkit dan memeriksa setiap bagian tubuh Silver yang tak terlindung
Read more

SERI C – TANAH PARA KULTIVATOR

Sekawanan burung gagak tengah bertengger di pohon persik. Cahaya senja menyorot dari celah-celah batang pohon yang saling mencuat.Kraak! Kraak! Gagak-gagak itu berkaok cukup keras. Sekawanannya yang lain ikut berdatangan. Mereka mendarat di bawah pohon persik mengintai seseorang yang berbaring hampir mati di sana.Gagak-gagak yang mendekati tubuh berselimut semak dan dedaunan kering itu seketika berterbangan. Seseorang berjalan mendekat dan membuat mereka semua ketakutan.“Hei!” panggil orang itu pada sosok yang berbaring telungkup di tanah.Di kejauhan samar terlihat garis cakrawala yang menelan mentari hingga laut berwarna jingga. Batas antara lautan dan langit itu terlihat tenang dari bukit tempat sosok itu berjalan.“Jawablah jika kau bisa mendengarku!” teriak pria itu dengan suara serak dan besarnya.Sosok yang berbaring di antara rimbun dedaunan dan semak itu perlahan membuka matanya. Pandangan pertama yang dia tangkap adalah sepasang sandal jerami dan kaki yang terbalut kasut
Read more

1: Kecapi Kematian

Malam pekat berkabut di dalam hutan bambu yang lebat. Di balik awan tebal yang berarak, tampak sebagian bulan purnama yang belum sempurna. Suasana di hutan bambu itu itu sangat tegang, dingin, dan aura kegelapannya sangat pekat.Langkah-langkah kaki terdengar saling bergerisik akibat gesekan ujung celana dengan dedaunan di dalam hutan. Tapak-tapak sandal jerami terdengar berkecipak di antara genangan air dan kubangan lumpur akibat tanah yang basah.Dua puluh pria berpedang dan membawa lentera di tangan berlarian di dalam hutan bambu untuk menyelamakan diri. Lentera yang mereka bawa berayun-ayun. Tanah yang mereka pijak bergetar.Brak!Sebuah lentera milik salah satu pria terjatuh ke tanah. Api membakar lentera itu seketika. Sang pria pemilik lentera membuka mata dengan sangat lebar hingga pembuluh darahnya bertonjolan di bagian putih mata.Kraak! Kraakk!Sejumlah gagak berterbangan meninggalk
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status