Home / Pendekar / Panglima Kalamantra / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Panglima Kalamantra : Chapter 151 - Chapter 160

164 Chapters

12: Mayat Hidup dan Kemampuan Menyerap Energi Kemarahan

Karuna dan Eknath keluar dari kolam dengan tubuh basah kuyup.“Kau mendengarnya, Karuna?”“Ya, aku tidak tuli!”“Suara apa itu?”“Entahlah! Mungkin binatang? Kita, kan, di gunung!” jawab Karuna asal.Lilian sudah berpakaian bahkan pergi lebih dulu sebelum Karuna dan Eknath menyadari suara itu. Dua orang siswa berlari-lari sambil menggendong peralatan kultivasi di dadanya.“Apa yang terjadi?” cegah Lilian saat mereka berpapasan.“Nona, maafkan kami.”“Aku mendengar suara mayat hidup. Ada apa ini?” desak Lilian.Lilian yang hanya mengenakan pakaian tipis selepas mandi, bahkan rambutnya masih basah, dipaksa harus bergerak cepat. “Apa itu suara mayat hidup yang dibawa Paman hari ini? Kupikir dia mengurung para mayat hidup itu di ruang meditasi. Bagaimana mereka bisa kabur?&rd
Read more

13: Kemarahan Nona Muda Zang

Karuna membuka mata perlahan. Hal pertama yang dia lihat adalah sebuah lukisan pemandangan pegunungan dan hutam bambu dengan kaligrafi Cina yang tak dia pahami maknanya.“Kau sudah bangun?”“Eknath?” Karuna kebingungan dan masih berbaring di atas tilam. “Apa aku....” Karuna menoleh ke samping dan memperhatikan interior kamar yang ditempatinya. “Hah?” Karuna duduk seketika dan merasakan nyeri di punggung yang diperban.“Jangan bergerak! Kau sudah koma selama tiga hari. Untung aku menemukan tempat ini. Kau pikir cederamu tidak parah, ya? Para mayat hidup itu cakarnya mengandung racun. Bukankah ini lucu? Kau seperti terkena racun milikmu sendiri.”Karuna hanya bisa membuka dan menutup mulutnya kebingungan.“Sudalah! Makan ini.” Eknath meletakkan semangkuk bubur panas di meja.“Terima kasih, Eknath. Oh, ya, bagaimana Lilian? Apa kita ketahuan?”Eknath duduk di sebuah bangku
Read more

14: Perisai Kubah Es

“Wanita terkutuk! Kau hanya membayar dendam pribadimu!” teriak siswa yang selalu setia menemani Lilian. Dia tahu betul Lilian tak melakukan pelanggaran apa pun.Lilian berdiri tegak. Siswa itu sudah berlari akan menerjang perempuan bergaun ungu, tapi Lilian merentangkan tangan.“Berhenti di sana!”Siswa itu terpaku. Wajah Lilian mengeras. Dia jarang sekali menunjukkan ekspresi wajahnya. Tapi kini, kemarahan sudah sangat memuncak dan tak lagi bisa dia sembunyikan di balik wajah datarnya.Lilian maju selangkah ke depan perempuan bergaun ungu. Dia menarik cepat sebilah pedang dari pinggang salah satu siswanya.“Nona!” sergah yang lain.Salah satu siswa berlutut di belakang Lilian. “Jangan lakukan ini! Jika Tuan Besar Zang tahu, dia akan....”“Diam!” bungkam Lilian. “Jadi, bagaimana kalau Ayah tahu? Bukankah kemarin dia
Read more

15: Perebutan Gunung Putih

“Terus serang!” teriak Tuan Muda Wan yang memimpin pasukan ke Gunung Putih. “Kita harus bisa mendapatkan Gunung Putih!”Di sisi lain, Tuan Besar Zang tengah dalam perjalanan kembali ke Gunung Putih bersama sejumlah rekan dan siswa seniornya. Dia duduk di dalam tandu dan memegangi tusuk konde yang akan dia berikan sebagai oleh-oleh untuk Lilian.“Pemimpin klan, tusuk konde ini terlihat indah. Saya yakin Nona Lilian akan menyukainya,” hibur sang rekan.Tuan Besar Zang terlihat puas dan tersenyum lebar dengan pilihannya.Dari luar tandu terdengar seseorang tengah berlari mendekat dan mengetuk pintu tandu dengan tergesa.“Tuan Besar, ada berita buruk!” Seorang pria bercaping yang mengawal perjalanan mereka berujar panik.Tuan Besar Zang menyimpan tusuk konde di dalam pakaiannya. “Berita apa yang kau bawa?”“Burung pembaw
Read more

16: Jalan Menuju Gunung Iblis

“Klan Zang? Itu, kan, klan kultivasi paling terkenal di wilayah Gunung Putih.”“Dengar-dengar, mereka baru saja dihancurkan oleh klan Wan.”“Lihat itu!” teriak salah satu orang yang ada di pasar. “Nona muda dari keluarga Zang menjadi buronan!”Karuna dan Eknath yang baru saja turun ke kota setelah meninggalkan rumah tua tempat mereka bersembunyi, terkejut saat warga yan berkerumun menyebut Lilian sebagai buronan. Karuna yang mengenakan caping bambu lebar menatap Eknath.“Biar aku yang periksa!” ujar Eknat.Dia berjalan mendekat ke papan tipis tempat kumpulan gambar para bandit ditempelkan sebagai peringatan untuk warga.“Lilian?” kejut Eknath. Dia menatap lekat sejumlah gambar sketsa wajah yang mirip Lilian terpampang jelas di sana.Saat keberadaannya menarik perhatian warga setempat, Eknath segera menundukkan caping bambunya dan mundur menjauhi kerumunan.“Kita pergi!” ajaknya pada Karuna terburu-buru.“Apa benar itu dia?”“Ya!”“Apa yang terjadi?”“Kita tidak tahu pasti. Tapi, para
Read more

17: Tiga Kekalahan

“Ke mana kalian akan membawaku?” tutur Lilian lirih saat tubuhnya diseret oleh lima pria anak buah si perempuan bergaun ungu.Perempuan bergaun ungu itu terhenti. Dia tiba-tiba menyeringai karena mempunyai sebuah ide.“Bawa dia ke kawah iblis!”“Tapi, Nona... tempat itu....”“Ini perintah! Apa yang aku ucapkan juga mewakili perintah Tuan Muda Wan!”Kelima pria yang menyeret tubuh Lilian ragu-ragu.“Ka-kami tidak berani!”“Kalian akan mati di sini jika menolak! Bawa dia ke kawah iblis, sekarang!”Kelima pria itu mulai membawa Lilian menuju ke jalan kawah iblis tak jauh dari hutan bambu hitam. Mata Lilian yang bengkak tak bisa melihat dengan jelas. Tapi, hidungnya bisa mencium aroma daun bambu yang basah dan terbakar.Seluruh tanaman di Gunung Iblis didominasi warna hitam dan kelabu. Semuany
Read more

18: Merangkak Menuju Harapan

Di sebuah taman pribadi yang mewah dan megah dengan banyak tanaman menghiasai, seorang perempuan dalam gaun sutra tipis berjalan dengan talam di tangan. Dia membawa seperangkat alat untuk jamuan teh.Di gazebo ada seorang remaja yang tengah membersihkan pedangnya. Perempuan pembawa baki teh itu mendekat. Dari arah yang berbeda, seorang pria berlari-lari dengan tergesa.“Tuan Muda... Tuan Muda....”Remaja yang duduk di gazebo itu menengok pada sang pria. “Kenapa panik sekali?”“Hosh... Hosh... Anu... Itu... Di depan ada perwakilan dari klan Wan!”Prang!Baki teh yang dibawa perempuan bergaun sutra terjatuh. Remaja yang duduk di gazebo semakin gusar.“Apa lagi sekarang, Kak?” tanyanya pada sang perempuan.“Ini pertanda buruk, Chyou! Apa kau lupa bagaimana klan Zang dibumihanguskan oleh mereka?”“L
Read more

19: Kehancuran Misterius di Kota

“Aku menerimanya!” teriak Eknath setuju dengan penawaran sosok misterius dalam bayangan gelap itu. “Bebaskan aku sekarang! Aku setuju dengan kesepakatan yang kau berikan!”Sosok yang tersembunyi dalam gelap itu menyeringai.“Hei! Lepaskan aku!”“Berikan padaku sumpah jiwa dengan tombak acala ini sebagai jaminannya!” tuntut sang sosok misterius.“Keparat!” umpat Eknath.Dia tak punya pilihan lain. Eknath pun merapal mantra pelepasan jiwa atau merogoh sukma. Kini, separuh jiwanya berada dalam genggaman sosok misterius itu. Jiwa tombak acala adalah separuh kehidupan Eknath. Dia serahkan jiwa tombak itu sebagai jaminan dan akan kembali padanya jika Eknath sudah menyelesaikan kesepakatannya.Jerat-jerat sihir di tubuh Eknath memudar. Dia bisa bangkit dan memijit pergelangan tangannya yang sebelumnya terikat jerat.“ACALA!
Read more

20: Mantra Pengundang Iblis

Karuna dan Eknath mendatangi permukiman terdekat. Mereka mengikuti sumber cahaya yang terlihat masih menyala di perbatasan kota.“Sepertinya di sini baik-baik saja....”“Ya, tampaknya mereka hanya menyasar markas pengawas klan Wan.”Saat melintas di salah satu gang permukiman warga, mereka mendengar sebuah keluarga tengah berbincang-bincang.“Sesuatu tengah terjadi di markas pengawas utara juga. Mereka semua menyelamatkan diri ke sini. Begitu yang aku dengar.”“Tak hanya di sana. Aku baru kembali dari timur. Aku lihat di sana juga kacau. Aku segera kembali dan urung melakukan perjalanan. Kata orang-orang semua markas klan Wan dikutuk oleh iblis jahat!”“Aku dengar yang melakukan adalah iblis dari Gunung Iblis! Mereka memburu pemilik pusaka mata naga. Siapa lagi kalau bukan klan Wan yang punya?”“Entahlah. Jika kau me
Read more

21: Penjaga yang Mati

Saat pengintai itu akan berbalik pergi, sebuah tombak meluncur di depan kakinya. Dia terduduk dan mundur dengan wajah pucat. Dari belakang, seorang pria menghunuskan pedang dari punggung menembus dada sang mata-mata.“Hah, kau mau memata-matai kami?” seringai pria yang berdiri di depannya sambil mencabut tombak yang sebelumnya dia lemparkan.Mata-mata dari klan Wan itu muntah darah dan mati seketika.Mereka terlambat, rekan sang mata-mata sudah melemparkan mantra ke langit untuk memberi tahu pasukan yang lain keberadaan para pemberontak di sana. Pria bertombak menghunus jantung sang pengirim pesan.Seluruh anggota pasukan pemberontak menyadari mantra yang terbang itu akan datang membawa pasukan klan Wan untuk menyerang markas mereka. Seluruh anggota pasukan pemberontak bersiap untuk menghadapi serangan.Di markas pusat klan Wan, Tuan Muda Wan terlihat gelisah dan ketakutan. Selama tiga malam
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status