All Chapters of Panglima Kalamantra : Chapter 141 - Chapter 150

164 Chapters

2: Jasad Kering di Antara Semak yang Misterius

“Di mana aku?” ujar Karuna kebingungan.Seekor kuda mengendus wajahnya. Napas bau dan basah kuda mengenai wajah pria itu. Dia hanya bisa mengerjap dan menghirup aroma kotoran kuda serta jerami basah. Tubuhnya kaku tak bisa bergerak tapi rasa sakit menjalar di setiap permukaan kulitnya. Dia menggigil. Kabut tebal menyelimuti kandang kuda yang terbuka.“Orang gila!” teriak salah satu penjaga istal yang datang membawa setumpuk jerami.Karuna berusaha duduk meski kepalanya sakit luar biasa. Dia mengangkat tangan yang gemetar di depan matanya.Buk!Karuna rebah lagi ke tumpukan jerami basah. Seseorang menendangnya dari belakang. Pria berwajah cantik itu menunduk dan menjambak rambut Karuna hingga terdongak.“Kudengar kau yang akan pergi ke Gunung Iblis? Aku akan meletakkan mataku di depanmu! Kau hanya perlu mengikuti perintahku karena aku yang akan pergi ke sana bersa
Read more

3: Iblis yang Membawa Kapara di Dalam Dadanya

“Kau... Kau membunuh dia!” teriak Tuan Zhu penuh kemarahan. “Kau bajingan! Kenapa kau melakukan itu?” Tuan Zhu berjalan dengan pedang tergenggam kuat di tangan.Dia bersiap mengayunkan pedang pada Karuna dan saat itu juga Chyou menghalangi.“Tuan Besar, tunggu! Saya yakin ini salah paham. Bukan Karuna pelakunya. Dia ada bersama saya sejak sore.”“Tuan Zhu,” sergah salah satu siswa kultivasi yang hadir di sana. “Daging dan cairan anakmu disedot sampai kering. Dia pasti dibunuh oleh iblis. Tak ada manusia yang bisa melakukan hal seperti ini.”“Tidak! Dia pasti yang membunuh anakku! Dia iblisnya!” jerit Tuan Zhu menolak penjelasan apa pun.“Kenapa aku membunuh putramu, Tuan Zhu? Tak ada keuntungan untukku dengan melakukan itu!” bantah Karuna dengan tenang dan santai.“Kau...,” tuding Tuan Zhu kesal. &
Read more

4: Iblis Tanpa Jantung

Para siswa kultivasi itu bersiaga. Dua orang mendekati sang asisten rumah tangga yang mati dan akan menutupi jasadnya. Akan tetapi, dada pria itu berlubang sangat besar. Organ di dalamnya hilang sama sekali. Mereka terkejut.“Kenapa bisa begini? Tuan Muda Changyi baik-baik saja. Tubuhnya utuh hanya cairan dan jiwanya yang disedot sampai kering.”Jedug! Jedug!Karuna yang bersembunyi di balik semak tak jauh dari halaman belakang rumah Tuan Zhu menjadi gelisah. Jantungnya berdebar kencang. Dia bisa merasakan kapara miliknya terasa sangat dekat.“Di mana dia? Setelah keluar dari tubuh si asisten rumah tangga dan sekarang....” Karuna berlari melihat situasi di halaman lebih dekat. Dia mengikuti debaran jantungnya yang semakin menguat.Di belakang dua siswa kultivasi itu, mereka melihat keanehan. Chyou berteriak dan menjerit karena melihat Tuan Zhu menjadi aneh.“Ada
Read more

5: Jerat-jerat Perangkap

“Kakak Tertua?” kejut para siswa itu dengan wajah berseri-seri.“Nona Lilian, terima kasih sudah datang!” Mereka memberi salam dan hormat.“Bukan waktunya untuk bersapa. Kita harus hentikan energi gelap ini!” Gadis itu mencabut tiga anak panah dari punggungnya dan menembakkan ke arah Tuan Zhu. Anak panah yang melesat mengeluarkan cahaya kebiruan dan membelah menjadi ratusan jumlahnya.“Dia kultivator yang kuat! Energinya terpampang dengan sangat jelas,” gumam Karuna. “Aku bisa ketahuan jika terus di sini. Sebaiknya, aku pergi. Segel pelindung itu juga sudah rusak. Kapara pasti akan kembali padaku meski tidak sekarang!”Karuna menyelinap pergi ke istal kuda di belakang dan menaiki kuda betina nakal satu-satunya yang ada di sana.  Dia berkuda seperi orang gila. Karuna hanya ingin pergi dari sana secepatnya.“Aku benci berurusan dengan
Read more

6: Baju Zirah yang Menggila di Tengah Hutan

“Kau...,” sergah Karuna lagi. “Kau yang bermain kecapi malam itu, kan?”Duaaarrr!Sebuah ledakan besar terdengar dari satu arah di kedalaman hutan. Baik Karuna maupun Lilian sama-sama terkejut. Karuna segera berlari menuju ke sumber ledakan.Di kedalaman hutan, asap bercampur debu berterbangan menggelapkan pandangan. Di balik kepulan asap dan debu itu terlihat para siswa kultivator dan pasukan yang dibawa oleh Eknath tengah berhadapan dengan satu sosok berbaju zirah berukuran sangat besar.Ledakan sebelumnya berasal dari akumulasi energi kemarahan di dalam tanah hutan yang timbul akibat potongan pusaka mata naga.Potongan pusaka mata naga itu yang membangkitkan baju zirah milik para tentara yang terkubur di dalam tanah hutan selama ratusan tahun. Dia terdiri dari banyak baju zirah yang bergabung menjadi satu dan tercipta raksasa besi berjalan penuh energi kemarahan.Ta
Read more

7: Sungai Berkelok di Kaki Gunung Putih

“Serahkan dua benda di tangan kalian masing-masing!” perintah Lilian tegas.Karuna dan Eknath saling tatap.“Benda apa maksudmu?” selidik Karuna berpura-pura bodoh.Sedang Eknath mengabaikan ucapan gadis itu dan pergi begitu saja bersama sisa pasukannya yang sebenarnya juga mulai ketakutan pada Eknath.“Berhenti!” sergah Lilian.Para siswa kultivasinya mengadang Eknath atas perintah Lilian.“Kenapa kalian menghalangiku? Bukankah aku tidak ada urusan dengan kalian?”“Kau sudah menebar jaring penjerat sihir di hutan ini. Apa sebenarnya tujuanmu datang ke sini?”“Untuk berburu malam tentu saja!” seringainya. “Benar, kan?” tanya Eknath pada pasukannya.“Be-benar, Nona... Kami mendapat perintah dari Tuan Besar Mo dari klan Matahari untuk berburu iblis di hutan.”
Read more

8: Danau yang Dikutuk

Buaya-buaya putih itu menerjang perahu-perahu yang ditumpangi manusia dari segala sisi. Seberapa keras usaha mereka membunuhi buaya siluman itu dengan pedang dan dayung semuanya sia-sia. Mereka dapat dengan mudah menyelam dan bersembunyi di dalam air.Dari tengah sungai timbul sebuah pusaran kecil. Buaya-buaya itu berenang menuju pusaran. Di sana mereka berputar dan menyatu dengan pusaran. Buaya putih itu menjadi semakin bening dan melebur menjadi air.Pusaran semakin banyak dan naik ke permukaan seperti sulur-sulur yang panjang. Dari masing-masing pusaran itu muncul puluhan monster air dengan tubuh manusia tapi wajah, tangan, dan kaki seperti buaya. Rahang dan gigi mereka tajam dengan wajah pucat bak mayat.“Kapara!” Karuna menggenggam kapak raksasanya.Dia mulai menebasi monster-monster air itu dengan cepat.Eknath melihat perahu lain sedang dalam kesulitan. Dia melompat dari satu perahu k
Read more

9: Aku Tak Ingin Menyentuh Tubuhmu

“Kita harus menemukan titik kekuatannya! Jika seperti ini terus tak akan ada gunanya!”“Kau benar!” dukung Karuna.“Aaahhh!” jerit Tuan Muda Jin saat terseret ke dalam air.Karuna bergerak cepat dengan memotong sulur-sulur hitam itu menggunakan kaparanya. Matanya membuka sesaat. Saat kaparanya bersentuhan dengan sulur hitam di dalam air, dia bisa merasakan energi racun karang di dalam sulur itu.“Brengsek! Jadi, dia menggunakan kekuatan sihirku untuk membuat semua ini!”Lilian terbang dan menarik Tuan Muda Jin dari dalam air. Pria itu terengah dengan pakaian basah kuyup. Mulutnya sempat menelan banyak air.Lilian menurunkannya di perahu miliknya. “Kau baik-baik saja, Jin?”Tuan Muda Jin tak bisa berkata-kata. Dia merasa sangat malu pada Lilian.Tiba-tiba, awan gelap datang dan menudungi danau itu. Kabut tebal kembali muncul. Air yang tenang semakin bergejola
Read more

10: Bertiga Melanggar Aturan

Mereka tiba di Gunung Putih yang menjadi permukiman klan kultivasi. Gunung Putih di sini juga merujuk pada batuan kars yang mendominasi pegunungan itu. Punggung gunung di sisi timur terdiri dari hamparan batuan kars. Sisi yang lain sangat subur dengan banyak pepohonan dan tanaman pangan.Klan kultivasi membangun rumah dari bebatuan kars dan hidup bercocok tanam dengan lahan subur di sisi lain gunung. Secara keseluruhan, di sana adalah tempat yang nyaman dan tenang untuk menempa ilmu kanuragan. Di sana ada banyak asrama untuk para siswa dari penjuru negeri yang ingin mempelajari teknik kultivasi.Asrama dan tempat pendidikan itu dikelola oleh keluarga Zang. Lilian menjadi salah satu putri keluarga Zang yang mewarisi kemampuan kultivasi dari ayahnya. Usia gadis itu sudah ratusan tahun. Meski demikian, wajahnya tetap cantik dan kempuannya banyak ditakuti lawan.“Kenapa kamu membawa mereka ke sini? Apa mereka ingin belajar
Read more

11: Cambuk

Karuna dan Eknath dibawa ke aula utama tempat Tuan Zang tinggal dan mengendalikan seluruh kegiatan di perguruannya. Mereka digelandang dan dipaksa berlutut di depan beberapa orang guru. Sudah ada Lilian dan Tuan Zang sendiri di sana.“Kalian akan menghukumku sekarang?” ujar Eknath. “Aku tidak terima!” bantahnya dengan senyum meremehkan.Para siswa yang juga sengaja didatangkan dan dikumpulkan di sana berbisik-bisik. Mereka cukup gelisah saat mendengar ada orang yang melanggar aturan perguruan dan akan dihukum sebagai percontohan.“Kau masih bisa tersenyum pada saat begini?” gumam Karuna.“Meski langit runtuh sekalipun, aku tetap akan tersenyum,” seringai Eknath yang masih terus mempertahankan senyumnya meski dada dipenuhi kekesalan. “Aku tak akan kalah dari mereka!”“Kalian telah melanggar aturan perguruan Zang! Kalian melewati jam malam
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status