Home / Pendekar / Panglima Kalamantra / 1: Kecapi Kematian

Share

1: Kecapi Kematian

Author: Roe_Roe
last update Last Updated: 2024-05-03 11:19:01

Malam pekat berkabut di dalam hutan bambu yang lebat. Di balik awan tebal yang berarak, tampak sebagian bulan purnama yang belum sempurna. Suasana di hutan bambu itu itu sangat tegang, dingin, dan aura kegelapannya sangat pekat.

Langkah-langkah kaki terdengar saling bergerisik akibat gesekan ujung celana dengan dedaunan di dalam hutan. Tapak-tapak sandal jerami terdengar berkecipak di antara genangan air dan kubangan lumpur akibat tanah yang basah.

Dua puluh pria berpedang dan membawa lentera di tangan berlarian di dalam hutan bambu untuk menyelamakan diri. Lentera yang mereka bawa berayun-ayun. Tanah yang mereka pijak bergetar.

Brak!

Sebuah lentera milik salah satu pria terjatuh ke tanah. Api membakar lentera itu seketika. Sang pria pemilik lentera membuka mata dengan sangat lebar hingga pembuluh darahnya bertonjolan di bagian putih mata.

Kraak! Kraakk!

Sejumlah gagak berterbangan meninggalk

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Panglima Kalamantra    2: Jasad Kering di Antara Semak yang Misterius

    “Di mana aku?” ujar Karuna kebingungan.Seekor kuda mengendus wajahnya. Napas bau dan basah kuda mengenai wajah pria itu. Dia hanya bisa mengerjap dan menghirup aroma kotoran kuda serta jerami basah. Tubuhnya kaku tak bisa bergerak tapi rasa sakit menjalar di setiap permukaan kulitnya. Dia menggigil. Kabut tebal menyelimuti kandang kuda yang terbuka.“Orang gila!” teriak salah satu penjaga istal yang datang membawa setumpuk jerami.Karuna berusaha duduk meski kepalanya sakit luar biasa. Dia mengangkat tangan yang gemetar di depan matanya.Buk!Karuna rebah lagi ke tumpukan jerami basah. Seseorang menendangnya dari belakang. Pria berwajah cantik itu menunduk dan menjambak rambut Karuna hingga terdongak.“Kudengar kau yang akan pergi ke Gunung Iblis? Aku akan meletakkan mataku di depanmu! Kau hanya perlu mengikuti perintahku karena aku yang akan pergi ke sana bersa

    Last Updated : 2024-05-05
  • Panglima Kalamantra    3: Iblis yang Membawa Kapara di Dalam Dadanya

    “Kau... Kau membunuh dia!” teriak Tuan Zhu penuh kemarahan. “Kau bajingan! Kenapa kau melakukan itu?” Tuan Zhu berjalan dengan pedang tergenggam kuat di tangan.Dia bersiap mengayunkan pedang pada Karuna dan saat itu juga Chyou menghalangi.“Tuan Besar, tunggu! Saya yakin ini salah paham. Bukan Karuna pelakunya. Dia ada bersama saya sejak sore.”“Tuan Zhu,” sergah salah satu siswa kultivasi yang hadir di sana. “Daging dan cairan anakmu disedot sampai kering. Dia pasti dibunuh oleh iblis. Tak ada manusia yang bisa melakukan hal seperti ini.”“Tidak! Dia pasti yang membunuh anakku! Dia iblisnya!” jerit Tuan Zhu menolak penjelasan apa pun.“Kenapa aku membunuh putramu, Tuan Zhu? Tak ada keuntungan untukku dengan melakukan itu!” bantah Karuna dengan tenang dan santai.“Kau...,” tuding Tuan Zhu kesal. &

    Last Updated : 2024-05-07
  • Panglima Kalamantra    4: Iblis Tanpa Jantung

    Para siswa kultivasi itu bersiaga. Dua orang mendekati sang asisten rumah tangga yang mati dan akan menutupi jasadnya. Akan tetapi, dada pria itu berlubang sangat besar. Organ di dalamnya hilang sama sekali. Mereka terkejut.“Kenapa bisa begini? Tuan Muda Changyi baik-baik saja. Tubuhnya utuh hanya cairan dan jiwanya yang disedot sampai kering.”Jedug! Jedug!Karuna yang bersembunyi di balik semak tak jauh dari halaman belakang rumah Tuan Zhu menjadi gelisah. Jantungnya berdebar kencang. Dia bisa merasakan kapara miliknya terasa sangat dekat.“Di mana dia? Setelah keluar dari tubuh si asisten rumah tangga dan sekarang....” Karuna berlari melihat situasi di halaman lebih dekat. Dia mengikuti debaran jantungnya yang semakin menguat.Di belakang dua siswa kultivasi itu, mereka melihat keanehan. Chyou berteriak dan menjerit karena melihat Tuan Zhu menjadi aneh.“Ada

    Last Updated : 2024-05-09
  • Panglima Kalamantra    5: Jerat-jerat Perangkap

    “Kakak Tertua?” kejut para siswa itu dengan wajah berseri-seri.“Nona Lilian, terima kasih sudah datang!” Mereka memberi salam dan hormat.“Bukan waktunya untuk bersapa. Kita harus hentikan energi gelap ini!” Gadis itu mencabut tiga anak panah dari punggungnya dan menembakkan ke arah Tuan Zhu. Anak panah yang melesat mengeluarkan cahaya kebiruan dan membelah menjadi ratusan jumlahnya.“Dia kultivator yang kuat! Energinya terpampang dengan sangat jelas,” gumam Karuna. “Aku bisa ketahuan jika terus di sini. Sebaiknya, aku pergi. Segel pelindung itu juga sudah rusak. Kapara pasti akan kembali padaku meski tidak sekarang!”Karuna menyelinap pergi ke istal kuda di belakang dan menaiki kuda betina nakal satu-satunya yang ada di sana. Dia berkuda seperi orang gila. Karuna hanya ingin pergi dari sana secepatnya.“Aku benci berurusan dengan

    Last Updated : 2024-05-11
  • Panglima Kalamantra    6: Baju Zirah yang Menggila di Tengah Hutan

    “Kau...,” sergah Karuna lagi. “Kau yang bermain kecapi malam itu, kan?”Duaaarrr!Sebuah ledakan besar terdengar dari satu arah di kedalaman hutan. Baik Karuna maupun Lilian sama-sama terkejut. Karuna segera berlari menuju ke sumber ledakan.Di kedalaman hutan, asap bercampur debu berterbangan menggelapkan pandangan. Di balik kepulan asap dan debu itu terlihat para siswa kultivator dan pasukan yang dibawa oleh Eknath tengah berhadapan dengan satu sosok berbaju zirah berukuran sangat besar.Ledakan sebelumnya berasal dari akumulasi energi kemarahan di dalam tanah hutan yang timbul akibat potongan pusaka mata naga.Potongan pusaka mata naga itu yang membangkitkan baju zirah milik para tentara yang terkubur di dalam tanah hutan selama ratusan tahun. Dia terdiri dari banyak baju zirah yang bergabung menjadi satu dan tercipta raksasa besi berjalan penuh energi kemarahan.Ta

    Last Updated : 2024-05-13
  • Panglima Kalamantra    7: Sungai Berkelok di Kaki Gunung Putih

    “Serahkan dua benda di tangan kalian masing-masing!” perintah Lilian tegas.Karuna dan Eknath saling tatap.“Benda apa maksudmu?” selidik Karuna berpura-pura bodoh.Sedang Eknath mengabaikan ucapan gadis itu dan pergi begitu saja bersama sisa pasukannya yang sebenarnya juga mulai ketakutan pada Eknath.“Berhenti!” sergah Lilian.Para siswa kultivasinya mengadang Eknath atas perintah Lilian.“Kenapa kalian menghalangiku? Bukankah aku tidak ada urusan dengan kalian?”“Kau sudah menebar jaring penjerat sihir di hutan ini. Apa sebenarnya tujuanmu datang ke sini?”“Untuk berburu malam tentu saja!” seringainya. “Benar, kan?” tanya Eknath pada pasukannya.“Be-benar, Nona... Kami mendapat perintah dari Tuan Besar Mo dari klan Matahari untuk berburu iblis di hutan.”

    Last Updated : 2024-05-15
  • Panglima Kalamantra    8: Danau yang Dikutuk

    Buaya-buaya putih itu menerjang perahu-perahu yang ditumpangi manusia dari segala sisi. Seberapa keras usaha mereka membunuhi buaya siluman itu dengan pedang dan dayung semuanya sia-sia. Mereka dapat dengan mudah menyelam dan bersembunyi di dalam air.Dari tengah sungai timbul sebuah pusaran kecil. Buaya-buaya itu berenang menuju pusaran. Di sana mereka berputar dan menyatu dengan pusaran. Buaya putih itu menjadi semakin bening dan melebur menjadi air.Pusaran semakin banyak dan naik ke permukaan seperti sulur-sulur yang panjang. Dari masing-masing pusaran itu muncul puluhan monster air dengan tubuh manusia tapi wajah, tangan, dan kaki seperti buaya. Rahang dan gigi mereka tajam dengan wajah pucat bak mayat.“Kapara!” Karuna menggenggam kapak raksasanya.Dia mulai menebasi monster-monster air itu dengan cepat.Eknath melihat perahu lain sedang dalam kesulitan. Dia melompat dari satu perahu k

    Last Updated : 2024-05-17
  • Panglima Kalamantra    9: Aku Tak Ingin Menyentuh Tubuhmu

    “Kita harus menemukan titik kekuatannya! Jika seperti ini terus tak akan ada gunanya!”“Kau benar!” dukung Karuna.“Aaahhh!” jerit Tuan Muda Jin saat terseret ke dalam air.Karuna bergerak cepat dengan memotong sulur-sulur hitam itu menggunakan kaparanya. Matanya membuka sesaat. Saat kaparanya bersentuhan dengan sulur hitam di dalam air, dia bisa merasakan energi racun karang di dalam sulur itu.“Brengsek! Jadi, dia menggunakan kekuatan sihirku untuk membuat semua ini!”Lilian terbang dan menarik Tuan Muda Jin dari dalam air. Pria itu terengah dengan pakaian basah kuyup. Mulutnya sempat menelan banyak air.Lilian menurunkannya di perahu miliknya. “Kau baik-baik saja, Jin?”Tuan Muda Jin tak bisa berkata-kata. Dia merasa sangat malu pada Lilian.Tiba-tiba, awan gelap datang dan menudungi danau itu. Kabut tebal kembali muncul. Air yang tenang semakin bergejola

    Last Updated : 2024-05-19

Latest chapter

  • Panglima Kalamantra    25: Segel Kutukan

    “Ayaah!” teriak Lilian. “Di mana kauu...?”Di tengah-tengah lautan pertempuan antara klan kultivasi dengan pasukan mayat hidup itu, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang tertatih mencari keberadaan putrinya.“Ayah!” teriak Lilian sekali lagi.Tuan Besar Zang mengikuti sumber suara sang putri. Dia berjalan mendekati arah Lilian berada meski di sekitarnya ada banyak sekali hujan anak panah, tebasan pedang, dan hunusan tombak. Dia berusaha mengindari mereka semua sebisa mungkin.“Ayah! Pergi dari sana!” Lilian panik seketika mendapati sang ayah mendekat dengan tubuh yang tak terlihat baik-baik saja.“Pandai sekali dia memainkan peran,” sengih Eknath begitu melihat Tuan Besar Zang muncul di sana meski sudah sangat terlambat.Sejumlah pasukan mayat hidup menyerang siapa saja yang masih menjadi manusia. Mereka semakin brutal. Tuan

  • Panglima Kalamantra    24: Terkuaknya Sosok Berkecapi

    Melihat kemunculan Lilian bersama pusaka mata naga membuat seluruh anggota klan kultivasi yang lain tertarik. Mereka tak lagi berpura-pura bergabung dalam pemberontakan untuk melawan klan Wan. Tujuan mereka sebenarnya adalah ingin merebut pusaka mata naga.“Aku... tak bisa bergerak.” Eknath terjatuh ke tanah.“Brengsek! Segel itu memakan energinya,” gumam Karuna yang berdiri di luar segel ciptaan Lilian.Traaang!Lilian mengayunkan lagi dawai kecapinya ke arah Eknath yang terjebak. Pria itu muntah darah akibat cambukan dawai iblis Lilian tepat ke pusat inti energinya.“Jangan sakiti dia!” teriak Karuna marah.Lilian berhenti memainkan kecapinya dan berdiri menatap mereka berdua. Dia ulurkan tangan ke depan dan menyerap seluruh energi yang terjerat di dalam segel. Warna merah segel memudar seiring dengan keluarnya energi gelap di dalam tubuh Eknath.

  • Panglima Kalamantra    23: Pasukan Iblis Kabut

    “Siapa pun tolong aku!”Para mayat hidup yang terdiri dari pasukan Wan berlarian memburu Tuan Muda Wan. Jumlah mereka semakin banyak. Tuan Muda Wan terus berlari tapi tak ada tempat perlindungan untuknya.“Akan aku bayar kalian dengan apa saja kalau bisa menyelamatkanku!” Pria itu sangat ketakutan sampai tak bisa lagi berlari.Napas Tuan Muda Wan terengah- engah. Ketakutannya tiba-tiba berbalik menjadi keberanian saat dia teringat pada sesuatu yang dia miliki. Pria itu merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kantung khusus penyimpan pusaka.Para mayat hidup itu seketika terhenti begitu kantung di tangan Tuan Muda Wan terbuka segelnya. Tuan Muda Wan mengeluarkan sesuatu yang bercahaya dengan warna hitam pekat di dalamnya. Masing-masing benda yang keluar dari kantung melayang di permukaan tangannya dan bersatu membentuk sebuah bongkahan bola yang kehilangan satu bagian.“Pusaka

  • Panglima Kalamantra    22: Pasukan Ngengat

    Perempuan itu berlari ketakutan. Dia mencari pertolongan pada siapa saja yang masih hidup di sana. Tapi, rumah mewah itu sangat lengang dan gelap. Di sepanjang dia berlari hanya menemukan mayat para penjaga yang ditempatkan Tuan Muda Wan di sana.Di kejauhan terdengar suara kecapi mengalun rendah dan merdu. Perempuan itu berhenti dan menegang seketika. Dia raba tengkuknya yang meremang.“Suara apa ini?” Matanya melotot lebar dan berputar-putar di lorong antara taman dan rumah utama.Suara kecapi itu semakin keras dan mendekat. Dia menatap ke langit yang mendung dan bulan purnama yang tertutup awan.Traaang!Gema kecapi tiba-tiba meninggi dengan kasar. Perempuan itu panik. Seiring dengan alunan kecapi yang menggila, di sekitarnya para mayat pasukan Wan yang bergelimpangan mulai bergerak-gerak. Mayat-mayat itu seperti boneka marionate yang digerakkan oleh benang tak kasatmata.Perem

  • Panglima Kalamantra    21: Penjaga yang Mati

    Saat pengintai itu akan berbalik pergi, sebuah tombak meluncur di depan kakinya. Dia terduduk dan mundur dengan wajah pucat. Dari belakang, seorang pria menghunuskan pedang dari punggung menembus dada sang mata-mata.“Hah, kau mau memata-matai kami?” seringai pria yang berdiri di depannya sambil mencabut tombak yang sebelumnya dia lemparkan.Mata-mata dari klan Wan itu muntah darah dan mati seketika.Mereka terlambat, rekan sang mata-mata sudah melemparkan mantra ke langit untuk memberi tahu pasukan yang lain keberadaan para pemberontak di sana. Pria bertombak menghunus jantung sang pengirim pesan.Seluruh anggota pasukan pemberontak menyadari mantra yang terbang itu akan datang membawa pasukan klan Wan untuk menyerang markas mereka. Seluruh anggota pasukan pemberontak bersiap untuk menghadapi serangan.Di markas pusat klan Wan, Tuan Muda Wan terlihat gelisah dan ketakutan. Selama tiga malam

  • Panglima Kalamantra    20: Mantra Pengundang Iblis

    Karuna dan Eknath mendatangi permukiman terdekat. Mereka mengikuti sumber cahaya yang terlihat masih menyala di perbatasan kota.“Sepertinya di sini baik-baik saja....”“Ya, tampaknya mereka hanya menyasar markas pengawas klan Wan.”Saat melintas di salah satu gang permukiman warga, mereka mendengar sebuah keluarga tengah berbincang-bincang.“Sesuatu tengah terjadi di markas pengawas utara juga. Mereka semua menyelamatkan diri ke sini. Begitu yang aku dengar.”“Tak hanya di sana. Aku baru kembali dari timur. Aku lihat di sana juga kacau. Aku segera kembali dan urung melakukan perjalanan. Kata orang-orang semua markas klan Wan dikutuk oleh iblis jahat!”“Aku dengar yang melakukan adalah iblis dari Gunung Iblis! Mereka memburu pemilik pusaka mata naga. Siapa lagi kalau bukan klan Wan yang punya?”“Entahlah. Jika kau me

  • Panglima Kalamantra    19: Kehancuran Misterius di Kota

    “Aku menerimanya!” teriak Eknath setuju dengan penawaran sosok misterius dalam bayangan gelap itu. “Bebaskan aku sekarang! Aku setuju dengan kesepakatan yang kau berikan!”Sosok yang tersembunyi dalam gelap itu menyeringai.“Hei! Lepaskan aku!”“Berikan padaku sumpah jiwa dengan tombak acala ini sebagai jaminannya!” tuntut sang sosok misterius.“Keparat!” umpat Eknath.Dia tak punya pilihan lain. Eknath pun merapal mantra pelepasan jiwa atau merogoh sukma. Kini, separuh jiwanya berada dalam genggaman sosok misterius itu. Jiwa tombak acala adalah separuh kehidupan Eknath. Dia serahkan jiwa tombak itu sebagai jaminan dan akan kembali padanya jika Eknath sudah menyelesaikan kesepakatannya.Jerat-jerat sihir di tubuh Eknath memudar. Dia bisa bangkit dan memijit pergelangan tangannya yang sebelumnya terikat jerat.“ACALA!

  • Panglima Kalamantra    18: Merangkak Menuju Harapan

    Di sebuah taman pribadi yang mewah dan megah dengan banyak tanaman menghiasai, seorang perempuan dalam gaun sutra tipis berjalan dengan talam di tangan. Dia membawa seperangkat alat untuk jamuan teh.Di gazebo ada seorang remaja yang tengah membersihkan pedangnya. Perempuan pembawa baki teh itu mendekat. Dari arah yang berbeda, seorang pria berlari-lari dengan tergesa.“Tuan Muda... Tuan Muda....”Remaja yang duduk di gazebo itu menengok pada sang pria. “Kenapa panik sekali?”“Hosh... Hosh... Anu... Itu... Di depan ada perwakilan dari klan Wan!”Prang!Baki teh yang dibawa perempuan bergaun sutra terjatuh. Remaja yang duduk di gazebo semakin gusar.“Apa lagi sekarang, Kak?” tanyanya pada sang perempuan.“Ini pertanda buruk, Chyou! Apa kau lupa bagaimana klan Zang dibumihanguskan oleh mereka?”“L

  • Panglima Kalamantra    17: Tiga Kekalahan

    “Ke mana kalian akan membawaku?” tutur Lilian lirih saat tubuhnya diseret oleh lima pria anak buah si perempuan bergaun ungu.Perempuan bergaun ungu itu terhenti. Dia tiba-tiba menyeringai karena mempunyai sebuah ide.“Bawa dia ke kawah iblis!”“Tapi, Nona... tempat itu....”“Ini perintah! Apa yang aku ucapkan juga mewakili perintah Tuan Muda Wan!”Kelima pria yang menyeret tubuh Lilian ragu-ragu.“Ka-kami tidak berani!”“Kalian akan mati di sini jika menolak! Bawa dia ke kawah iblis, sekarang!”Kelima pria itu mulai membawa Lilian menuju ke jalan kawah iblis tak jauh dari hutan bambu hitam. Mata Lilian yang bengkak tak bisa melihat dengan jelas. Tapi, hidungnya bisa mencium aroma daun bambu yang basah dan terbakar.Seluruh tanaman di Gunung Iblis didominasi warna hitam dan kelabu. Semuany

DMCA.com Protection Status