“Ke-Keiko?” bibir Rion bergetar saat mengucapkan nama itu dengan sangat lirih.
“Jadi kau memang mengenalnya....” Shana berdiri di belakang Rion tanpa ekspresi apa pun.
Dia berjalan mendekat ke lemari pendingin yang terbuka itu dan menutupnya lagi. Shana berbalik menghadap Rion dan berjongkok di depannya.
“Dia... Menawarkan sesuatu padaku sebelum mati!” Shana menutup mata.
Rion membeliak dengan mulut sedikit menganga. “Situasi sialan apa ini? Kenapa aku terjebak dengan jalinan takdir yang kejam begini?” batinnya.
Mulut Rion membuka menutup. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan tapi terlalu takut sampai tak bisa bersuara. Shana berdiri dan mengulurkan tangan kirinya yang sehat pada Rion. Pemuda itu menerimanya. Dia berdiri dengan bantuan Shana.
Shana mengulang kembali ingatannya. Saat melakukan patroli pembersih
Silver berdiri di halaman depan kamarnya di markas shinsengumi. Dia mendongak memperhatikan bulan purnama yang benderang. Burung-burung malam berterbangan dari satu arah. Dadanya berdegup cepat dengan perasaan tak nyaman luar biasa.“Rion dalam masalah.”Pemuda itu berlari mengikuti nalurinya yang selalu membawa dia kembali pada Rion. Yukata yang dia kenakan terkelepai seiring laju larinya yang cepat. Kaki sampai pahanya tersingkap karena Silver melangkah selebar mungkin untuk memangkas jarak.Silver berdiri di depan gedung bekas klinik gigi yang gelap dan sepi. Kabut menyelimuti tempat itu dan bangunan lain di sekitarnya. Dia mendengar suara-suara debuman dari dalam gedung. Silver mengepalkan tangan di samping tubuh. Dia buka telapanya dan menarik napas dalam.“Tanah, udara, dan air, berikan kekuatanmu padaku.” Embun tersedot ke dalam paru-paru Silver. Matanya memejam d
“Efek obat akan terjadi selama 24 jam pertama. Kita hanya perlu menjaga dan mengawasi agar bisa tahu, dia akan berhasil melewatinya, dikalahkan oleh obat itu, atau mati mengenaskan,” ujar Okita.Hiji dan Saito mengayunkan pedang ke depan mata Silver dan Rion. “Kalian sudah melihat semua ini! Kalian pikir masih bisa bebas?”“Tentu saja tidak!” ujar Rion. “Aku bahkan sudah bersiap akan membunuh Shana. Sayangnya, dia masih mempunyai darah merah (manusia) di tubuhnya.”Klik. Hiji memutar pedangnya pada bagian tajam ke arah leher Rion. “Jadi, kau tahu sesuatu tentang obat ini?”Rion bersikap setenang mungkin. Satu gerakan kecil saja, Hiji mungkin akan menebas lehernya. Pemuda itu bertatapan dengan Hiji.“Matanya... Sama seperti saat pertama kami bertemu. Dia gadis yang sangat dingin dengan wajah datar tanpa ekspresi. Se
Silver ditarik oleh dua orang gadis cantik dalam kimono merah terang. Kerah kimononya dipasang sangat rendah sampai menampakkan belahan dadanya yang penuh. Silver dijepit oleh kedua gadis itu dengan posesif. Dia sangat gemetar.“Ja-ngan,” gumamnya tanpa suara. “Aku sangat takut pada perempuan.” Silver memejamkan mata. Tubuhnya diseret dengan paksa oleh kedua gadis itu sampai masuk ke salah satu rumah bordil.Salah satu gadis meraba dada dan tubuh Silver dengan lembut. Sampai di salah satu bagian, dia merasakan sesuatu yang menonjol. Gadis itu menyeringai penuh kemenangan. Tanpa sepengetahuan Silver, dia cengkeram dan menariknya.Silver memekik karena tangannya diseret oleh gadis kedua agar masuk lebih dalam ke rumah bordil.Gadis pertama menyeringai. Dia buka genggaman tangannya. Sekantung uang yang terasa menonjol di bagian kimono Silver berhasil dia ambil. Dia lempar ke atas
Tanpa Silver duga, para gadis penghibur itu melepas kimononya masing-masing. Di balik kimono itu, mereka memakai pakaian serba hitam yang ketat. Sebagian mengenakan tanktop dengan bagian dada dan lengan yang terbuka, celana ketat hitam, dan sepatu bot selutut. Lengan mereka terdapat rajah ular yang melilit. Di pinggang mereka ada banyak kantung berisi senjata, mulai dari kantung belati, kunai, sampai sumpitan.“Ninja?” desis Silver.Para gadis itu menyeringai. Salah satu gadis yang duduk di pangkuan Silver bahkan mengeluarkan belati yang sudah dilumuri racun katak berbisa.“Jantungmu sangat mahal dan berharga. Dengan memakan jantungmu, kami bisa terus awet muda dan hidup abadi. Haha....”Silver tak bisa bergerak. Dua gadis lain menodongkan pisau ke lehernya di kanan dan kiri. Jakun Silver melonjak menelan ludah dengan susah payah. “Aku benci berurusan dengan perempuan.&r
“Kami tidak perlu persetujuan untuk membawamu. Penyihir Merah, ikutlah dengan kami!”Mata pria bercaping itu tampak oleh Rion. Sepasang mata yang selama ini tertutupi oleh caping bambu itu adalah mata iblis.Rion menyeringai dan memutar kedua bilah celuritnya di tangan. Dari arah gerbang distrik hiburan, ada sosok berlari dalam kegalapan.“Pengganggu!” kesal pria bercaping.Sosok yang baru datang itu adalah pria paruh baya yang disewa oleh pemilik hiburan tempat Silver ditawan.“Anu, Tuan Ryoma Osamu, pemuda berambut perak itu ada di tempat kami. Nyonya sudah berusaha menahannya di sana.”Ryoma, pria berbadan besar dengan bekas luka di wajah itu menyeringai. Dia lemparkan sekantung uang pada pria yang memberi informasi. Dalam sekedip mata, dia sudah menghilang dan berpindah tempat. Si pesuruh rumah hiburan segera berlari be
Rion dan Silver kali ini benar-benar menjadi tawanan shinsengumi. Mereka tidak dipercaya dan terus dikurung sampai mau mengatakan yang sebenarnya. Kamar mereka dipindahkan ke ruangan khusus di gedung lama yang sudah tak terpakai. Gedung itu juga terus dijaga ketat agar mereka tak keluar atau menjalin komunikasi dengan pihak mana pun. Shinsengumi masih mengira Rion dan Silver adalah bagian dari para pemberontak.Malam sudah larut. Kabut tebal menyelimuti hampir seluruh kota. Tak ada manusia yang keluar pada jam itu. Masyarakat setempat mempercayai pada jam-jam tertentu selepas tengah malam akan ada kemunculan iblis yang mencari mangsa. Sudah banyak dari mereka yang menjadi korban.Tak. Tak. Tak. Terdengar suara ketukan seperti kayu di sepanjang lantai menyerupai langkah kaki yang timpang.Rion yang tengah berbaring di balik selimut membuka mata kantuknya. Silver yang dikurung di kamar berbeda masih meringkuk dengan suara
Saat anggota shinsengumi berhasil meraih kamar yang menjadi tempat Rion ditawan dengan susah payah, seketika gempa mereda dan kabut menghilang perlahan. Mereka semua dibuat kebingungan. Di kamar yang pintu dan dindingnya sudah jebol itu, Rion tengah memeluk Shana yang sudah tak sadarkan diri. Pakaian mereka berlumuran darah.Silver lari memeriksa Rion. “Kau baik-baik saja?”Rion hanya mengerjap.Anggota sinsengumi yang lain mengambil tubuh Shana dari Rion yang menyembunyikannya lagi di ruangan isolasi. Hiji memeriksa Rion jika ada luka. Anehnya, di tubuh pria itu sama sekali tak ada bekas luka meski pakaiannya koyak oleh tebasan pedang.Hiji menatap Rion dengan pandangan jijik. “Aku tunggu penjelasanmu besok pagi!”Di kamar isolasi, Shana duduk di depan meja hanya dengan penerangan dari lilin yang muram. Dia tatap tangan kanannya yang pernah terluka, tapi
“Apa kalian punya alasan memilih untuk tetap tinggal di sini?” tanya Maitreya sebelum benar-benar pergi meninggalkan markas shinsengumi. “Apa ada sesuatu yang kau inginkan dari mereka, Rion?”Mereka berdiri di depan gerbang markas shinsengumi. Xavier menjaga jarak tapi tetap dalam posisi waspada melindungi Maitreya. Rion tak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia tak bisa mengungkapkan rencana dan pikirannya pada sembarang orang meski itu Maitreya sekalipun.Pada malam berkabut selepas kepergian Maitreya dan Xavier dari markas shinsengumi, pasukan shinsengumi yang terdiri dari para gadis itu tengah berjaga di sekitar markas. Mereka segera meningkatkan penjagaan dan pengawasan pasca kedatangan Maitreya.Malam terlalu mencekam dan lengang. Suasana seperti itu lebih menggelisahkan daripada berhadapan dengan musuh secara langsung di meden perang. Anggota yang lain berpatroli malam dengan membawa lentera dan senjata di pinggang. Mereka berkeliling memeriksa kondisi di desa-desa terdekat.Tiga g