Semua Bab Terpaksa Menikahi Calon Kakak Ipar: Bab 71 - Bab 80

99 Bab

Sama-sama ternoda

“Apa yang telah kamu lakukan kepadaku Mas Agus. Kenapa kamu begitu jahat kepadaku, apa salahku padamu. Bukankah aku sudah menjadi suami orang lain dan sudah aku katakan padamu. Kenapa kamu melakukannya? Aku tak menyangka kamu sebejat ini,” ucap Rindu menangis di pojok tempat tidur pasien. Sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut putih bergaris hitam. Rindu tengah bersendiku menempel dinding terus meneteskan air mata. Tidak mengira hari ini akan terjadi menimpanya. Bahkan kali ini tidak ada yang menolongnya sama sekali. Rindu menatap Agus dengan mata marah dan kecewa. Tetapi Agus terlihat santai duduk di balik meja kerjanya. Sambil menyeruput segelas kopi hitam dan menghisap sebatang rokok di bibirnya. Agus tampak terlihat begitu puas di wajahnya yang semringah. Puas akan kesampaiannya terlaksananya keinginan terbesar dalam hidupnya yang selama ini belum terwujud. Hari ini telah terwujud dan Agus sangat menikmati. Saat-saat ia terus menjelajahi tubuh Rindu jengkal demi jengka
Baca selengkapnya

Aksi Pak Khotim

“Maaf Ndok Rindu, Bapak terlambat untuk menyelamatkanmu. Sehingga kau mengalami nasib seperti ini. Bapak sebenarnya sudah menangkap gelagat tidak baik dari Dokter Agus padamu. Saat pertama kita bertemu dengannya. Matanya seakan melihatmu dari atas sampai bawah,” ucap Pak Khotim duduk di samping Rindu yang terbaring. “Loh Ayah mertua, aku ada dimanah. Kenapa bisa ada Ayah Mertua, bukankah aku sedang berada di dalam kamar mandi rumah sakit?” Rindu terbangun kaget. Rindu terbangun dan sudah ada Pak Khotim yang duduk di samping ranjang ia terbaring. Bahkan di kening Rindu sudah ada kain basah untuk mengompres. Rindu juga tak mengenali ia sedang berada dimanah kini. Tapi Ayah mertuanya tampak tersenyum pada Rindu. Seakan ia ingin mengisyaratkan jikalau Rindu aman bersamanya. Ayah Mertuanya telah membawanya kembali pulang ke rumah. Namun Rindu di bawa pulang ke rumah lama yang ada di depan rumah mewah keluarga Khotim. Rindu diistirahatkan di kamar utama milik Pak Khotim dan Ibu Juariah.
Baca selengkapnya

Mati demi keluarga

Prak, prok, buk, “Aduh, Argtz, kurang ajar ahli juga Pak Tua ini!” teriak salah satu preman yang menjaga depan rumah Nona Ana. Berteriak kesakitan saat terkena pukulan dari Pak Khotim. “Usiaku memang sudah tua Nak. Tapi energiku dan semangatku menolak untuk tua. Ayo kita lakukan sekali lagi dan anggap saja kita sedang berolah raga,” ucap Pak Khotim terus menyerang lima belas orang yang menghadangnya untuk menemui Nona Ana. Pak Khotim memang sudah berusia kepala lima. Tetapi dialah orang dibalik kesuksesan pasangan emas Raja dan Agung. Dalam menjuarai kejuaraan MMA di kota Bangzo. Sampai tiga kali berturut-turut bahkan hingga level nasional. Walau lima belas orang yang menghadangnya bertubuh lebih besar darinya. Bahkan sepuluh dari lima belas orang tersebut adalah bule. Mereka nyatanya tak mampu menandingi keahlian Pak Khotim dalam bertarung. Sehingga mereka terkapar semua berserakan di halaman rumah yang disewa Nona Ana. Tak mau dianggap remeh oleh orang Indonesia. Apalagi yang m
Baca selengkapnya

Pergi menjemput maut

“Apa ini, ada apa ini? Rasanya aku mendapatkan rasa yang sama. Seperti dahulu saat Mas Danang hendak pergi meninggalkan kami untuk selamanya,” Raja berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit. Riuh dan ramai para suster dan beberapa keluarga pasien. Tak bisa mengusik keheningan di mata dan hati Raja. Dia seakan mengulangi rasa ketika Danang hendak pergi untuk selamanya. Kakinya memang tetap melangkah menuju ruang rawat inap pasien dimanah Santi dirawat. Tapi hatinya seakan hilang arah bagai jatuh copot dari wadahnya. Matanya agak berair menangis tanpa tahu apa yang harus ditangisi. Sampai pada depan pintu ruang rawat inap dimanah Santi dirawat. Agung menyambutnya langsung dengan memeluknya. Menenangkan Raja agar tetap sabar menghadapi semua masalah dihidup ini. “Ada apa Bro, kenapa dengan Santi?” ucap Raja mencoba bertanya pada Agung. “Santi tidak apa-apa Bro dan kata pihak rumah sakit tadi pagi. Mereka meminta maaf atas kekeliruan diagnosa dan tak tahu kalau ada Dokter Agus seor
Baca selengkapnya

Bu Juariah Meninggal

Angin berembus perlahan melalui jendela kayu sederhana. Mengibarkan kelambu putih dengan Rendra bunga-bunga warna ungu. Pagi setengah siang sudah mulai panas. Terik matahari menerobos lurus melalui ventilasi rumah sederhana milik keluarga Mr. Khotim. Rumah awal dari sebuah perjalanan keluarga Pak Khotim sebelum memiliki rumah megah nan mewah di depannya. Pintu masih tertutup rapat sebab pesan dari Pak Khotim jangan sampai membuka pintu sebelum dia datang. Rindu dan Bu Juariah tentu sangat mematuhinya. “Ibu kenapa perasaanku menjadi sangat tidak enak ya. Ada apakah ini Ibu? Aku seperti mengenal perasaan ini. Pernah rasa ini timbul sebelum kepergian Mas Danang dahulu,” Rindu memegang gelas berisi susu hangat di tangannya. Berjalan dengan tongkat jalan. Kali ini Rindu sudah berani berjalan dengan sebuah congkok alat bantu jalan. Perlahan Rindu berjalan penuh kehati-hatian menuju ruang tamu. Rindu begitu gusar tak tahu ada apa dan tetap merasakan ketidakpastian pada rasa hatinya. “En
Baca selengkapnya

Raja datang

Tap, tap, Langkah kaki Raja seakan berbicara pada tanah yang diinjak oleh sepatunya. Sampai angin juga ikut berdesis membisikkan derap kaki per jengkal yang dibuatnya. “Aku datang kawan bersiaplah!” bisik Raja pada seluruh alam yang menyertainya saat berjalan. Ketika Raja datang menginjakkan kaki di pelataran halaman rumah kecil yang disewa oleh Nona Ana. Matanya bagai elang lapar siap menukik mangsanya di lautan luas. Tegap kakinya menjejak tanah halaman rumah sewa Nona Ana. Begitu kukuh bagai langkah singa mengintai mangsa. Ayunan lengannya tampak kokoh bagai lengan cita tengah memburu mangsanya. “Woi dia sudah datang lihat teman-teman tokoh utama kita. Raja Si Raja MMA kota Bangzo telah tiba. Mari-mari Raja kita bermain permainan ring seperti dahulu. Saat kita masih bersua tanding dalam satu ring. Mari kita lihat apa kau sekuat dahulu,” ucap salah satu petarung dati sekian banyak petarung yang berkerumun di teras. Satu petarung itu bercanda ria sambil berjalan santai ke arah
Baca selengkapnya

Raja Terkapar

Prak, “Sedang apa kau penyandang jabatan Dokter gadungan. Sedang apa kau Agus pemuda mantan kekasih Istriku saat SMA. Sedang apa kau lelaki bejat yang menodai istri orang!” teriak Raja langsung berdiri. Ketika Agus melayangkan tongkat bisbol ke arah kepala Raja. Memang tongkat bisbol tersebut mengenai kepala Raja. Tapi ada dua tangan Raja yang sigap menangkap arah ayunan tongkat bisbol. Bahkan tongkat bisbol sampai patah menjadi beberapa bagian. Raja teramat murka kali ini pada Agus. Bahkan Raja menatap Agus penuh dengan rasa kebencian teramat dalam. Sekarang tubuh Agus terangkat oleh Raja dengan satu tangannya yang telah mencengkeram kerah baju Agus. Ada rasa kengerian dari raut wajah Agus yang sedang berusaha melepaskan genggaman tangan Raja. Tetapi sia-sia saja Raja lekas melemparnya ke arah halaman. “Kau memang Raja dari Rajanya petarung kota Bangzo wahai Raja. Tetapi apakah seorang manusia bisa menghindari kecepatan peluru yang terlontar dari moncong pistol ini. Bahkan cita
Baca selengkapnya

Ternyata Masih Hidup

“Ayah bangunlah aku masih mencintaimu Ayah. Maafkan Bunda yang sudah tak bisa menjaga kesucianku sebagai seorang istri. Tapi sungguh dalam hati ini masih ada kamu sayangku. Ayah bangunlah anak kita masih dalam kandunganku!” teriak Rindu terduduk lemas di depan gapura masuk pagar rumah sewa Nona Ana. Namun Raja masih terdiam dalam terkaparnya. Raja terkapar dengan dada terinjak kaki oleh Nona Ana. Bahkan berulang kali Nona Ana menembakkan peluru dari pistol yang ia genggam. Sambil terus tertawa jahat simbol dari kemenangannya. Pelataran depan rumah sewa Nona Ana semakin menangis. Suasana semakin muram banyak darah tertumpah bercampur genangan air. Sebab hujan masih terus mengguyur dari langit. Semua sebab perilaku Nona Ana yang sangat ambisius. Semua sebab perilaku atau perbuatan Nona Ana yang tak pernah puas dengan kepuasan satu lelaki saja. Sehingga korban berjatuhan di pelataran rumah sewa. “Sudah Rindu jangan ke sana terlalu berbahaya. Relakan saja ini semua sudah terjadi dan m
Baca selengkapnya

Perjalanan Baru

“Kau memang pantas duduk di kursi belakang mobil patroli Nona Ana. Walau terlalu ringan hukuman sebenarnya untukmu. Tapi negara kita adalah negara hukum. Jadi biar pihak yang berwajib memutuskan hukuman untukmu,” ucap Agung sambil memeluk Santi. Menatap kepergian Nona Ana yang tengah dibawa mobil patroli duduk di belakang.“Semua sudah selesai Agung dan kita juga harus meninggalkan kota ini. Mengenai jasad Ayah dan Ibu yang tengah dibawa pihak kepolisian. Aku sudah menelepon Paman Wahyu untuk mengurusnya,” timpal Raja yang jua memeluk Rindu di sampingnya. Mereka masih berdiri di depan pagar paling luar rumah sewa Nona Ana. Menatap kepergian mobil patroli milik kepolisian yang membawa Nona Ana pergi. Dari kejauhan Nona Ana tampak begitu murung diapit beberapa polisi yang ikut duduk di sampingnya. Bahkan pihak kepolisian sangat berterima kasih pada Raja dan Agung. Karena merekalah pihak kepolisian bisa kembali menangkap seorang residivis wanita kelas kakap dengan jaringan internasiona
Baca selengkapnya

Petaka untuk Santi

“Loh, loh, Mbak Rindu jangan! Siapa kalian?” teriak Santi melihat Rindu tiba-tiba di dekap dua orang tak dikenal dari belakang. Santi secara langsung kaget akan suasana yang semula tenang. Kini berubah menjadi panik di depannya. Rindu yang semula berdiri di sampingnya. Secara mengejutkan ada dua orang lelaki bertubuh kekar penuh tato. Berpenampilan layaknya preman tib-tiba mendekapnya dari belakang. Membungkam Rindu dan menjambak rambut Rindu secara kasar. Bahkan saat Rindu meronta-ronta dua lelaki itu tak memedulikan dan terus menyeret Rindu. Santi tampak kebingungan sebab mau berteriak ke arah Agung dan Raja yang sedang menikmati suasana tenggelamnya matahari di depan mobil. Tapi Santi juga malah di dekap lelaki tak di kenal yang lainnya. Ternyata lelaki itu berjumlah banyak. Ada satu lelaki berewok namun cenderung lebih kecil tubuhnya dari yang lain. Tetapi seakan dialah yang memegang kendali atas sepuluh preman yang datang secara tiba-tiba. Lelaki yang lebih pendek dari sepuluh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status