Kala itu aku melihatnya pergi seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun. Dia anakku Rajo tersenyum di bawah gerimis atap teras rumah kami. Malam itu mendung semakin menderu-deru di atas rumah kami. “Ayah aku pamit restui anakmu mengambil kembali calon menantumu. Bila aku tiada pulang hingga esok hari maka adakan pengajian tujuh hari. Agar jasadku lekas ditemukan dan ikhlaskanlah kepergian anakmu ini,” begitulah Rajo berpamitan padaku malam itu. Pas dipukul tengah malam buta, pas di poros tengah perputaran malam. Aku hanya bisa mengangguk lemas dan ini sebuah keputusan berat. Aku masih berdiri di ujung teras depan rumah. Tetap menatap punggung anak lelaki semata wayang kami pergi. Sampai benar-benar punggung tegar lelaki muda yang dua hari lagi akan melangsungkan pernikahannya itu pergi. “Rajo kau tetap pergi anakku, apa tidak bisa kau pikir lagi Nak!” teriak istriku berlari dari dalam rumah. Tangisannya selaras dengan petir yang bersahut-sahutan di atas atap rumah kami. “Sudah B
Terakhir Diperbarui : 2023-11-19 Baca selengkapnya