Home / Romansa / MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD! / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD!: Chapter 91 - Chapter 100

120 Chapters

Bab 91

A--Aku gak bisa melanjutkan semua ini, Adly. A--Aku gak bisa.” Suara Aluna bergetar. Adly menatap bingung pada gadisnya. Dia hendak mendekat, tapi dua pemuda tampan yang mengenakan kemeja senada menghadangnya. Dialah Cakra dan Buma.“Berhenti! Mbak Luna sudah bilang tak bisa! Tolong jangan memaksa!” Buma melipat tangan di depan dada, begitupun Cakra. Mereka tak terlihat seperti kakak adik, tapi lebih seperti dua anak kembar dengan paras identik. Keduanya tak perlu menanyakan alasan. Melihat kakak perempuannya tertekan, keduanya langsung sigap pasang badan. Adly menelan saliva. Apalagi ketika Papa Banyu, kini mulai angkat suara, “Unda … bawa Una ke kamarnya!” tegasnya. Jingga tak banyak bicara lagi. Otaknya tengah menerka-nerka sebenarnya apa yang terjadi. Namun, melihat wajah ketakutan Aluna. Lekas Unda Jingga membawa Aluna ke kamarnya. Oma Fera dan Nenek Nilam bergegas mengikutinya. Sementara itu, Buma dan Cakra bersiap siaga untuk membantu Papanya. “Ada apa sebenarnya ini?” Suara
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 92

“Kamu sopir?” Aluna memastikan lagi. Sepasang mata Aluna menyipit memperhatikan wajah Yayan dengan seksama, barangkali dia pernah melihatnya. Lelaki bernama Yayan yang usianya mungkin terpaut lima atau enam tahunan itu terkekeh. Giginya rapi berderet dan matanya jernih. Aluna tak yakin, orang yang di depannya benar-benar hanya sopir. “Iya, Non!” Yayan mengangguk sopan. “Mari!” Dia sigap membukakan pintu mobil untuk majikannya. “Lain kali, tak usah seperti ini. Saya bisa sendiri.” Aluna langsung masuk tanpa menoleh sedikitpun pada lelaki yang bergerak sigap. “Baik, Non!” Yayan segera mengitari mobil dan masuk ke tempat duduknya. Dia mulai melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Oma Fera. Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan. Aluna lebih banyak berkutat dengan pikirannya. Hidupnya seperti kosong, pucat dan tak ada warna. Mobil melaju meninggalkan kediaman Oma Fera dengan pikirannya yang bercabang entah ke mana. “Ah, kenapa hidup bisa se-membosankan ini?” keluh Aluna dalam da
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 93

“Kenapa mirip sekali dengan sketsaku?” pikir Aluna ketika sudah mengamati wajah lelaki itu beberapa saat. Aluna mengarahkan kamera ponselnya dan mengambil gambar wajah lelaki itu diam-diam. Dia tak sadar jika Yayan tak luput memperhatikan gerak-geriknya dari kaca penumpang. Sehingga dia penasaran dan menoleh ke arah lelaki yang menjadi bidikan kamera Aluna. Sontak dia terkesiap karena kenal betul dengan lelaki yang berdiri di depan minimarket itu. Lalu kenapa Aluna seperti tertarik padanya? Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya?Aluna mengamati hasil jepretan kameranya. Ya, dialah wajah yang digambar dalam sketsanya. Wajah yang sama dengan yang pernah ditemuinya ketika pameran lukisan waktu itu. Lelaki bersahaja yang tatapan matanya terang dan senyumnya menyejukkan. Lelaki yang tak pernah Aluna tahu siapa namanya dan tinggal di mana? "Ah, rupanya dia tak jauh! Masih di sini juga." Aluna bergumam dalam hatinya. Ponsel itu disimpannya. Lalu dia kembali menikmati deretan pemandangan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 94

Kelas melukis hari itu selesai. Tampak pemuda yang tadi pagi mengantar Desita, kembali datang. Aluna diam-diam memperhatikan. Lalu, tampak lelaki itu bertegur sapa lagi dengan Yayan.Sore menjelang. Aluna menghampiri Yayan yang tampak tengah mengupdate kondisinya. Pasti dia sedang membuat laporan pada Oma Fera dan Unda Jingga. “Ehmm, belum pulang?” Suara Aluna yang menyapanya, membuat Yayan menoleh. “Ini baru mau, Non! Maaf … ini tadi ada pesan dari Oma.” “Nyuruh pulang?” “Enggak, Non. Cuma tanya, Non Luna makan belum.” “Ooo ….” “Kalau begitu, saya permisi pulang dulu, Non!” “Ahm, tunggu!” Reflek tangan Aluna menahan lengan Yayan. Lelaki itu tersentak, tapi bebepa detik kemudian senyum terkulum pada bibirnya. Aluna yang sadar, jemarinya masih melingkar pada pergelangan tangan Yayan, lekas melepasnya. “Kamu kenal lelaki tadi?” Aluna bertanya. Dia memilih bersandar pada tembok teras rumahnya, sedangkan Yayan memang sedang duduk pada kursi-kursi yang dibuat untuk para orang tua
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

95

“Selamat pagi, Non!” Adrian baru saja tiba. Aluna tampak sedang menyirami tanaman bonsai dan beberapa anggrek tentunya. Unda Jingga yang mengirim pohon-pohon itu ke sana.“Pagi!” Hanya jawaban singkat dengan pandangan sekilas. Aluna tak memperhatikan lagi Adrian setelahnya. “Non, sudah sarapan?” Adrian mendekat. Dia hanya berbasa-basi karena pasti sudah bisa menebak. Aluna belum sarapan sepagi ini. “Ahm, belum.” Betul saja, jawabannya belum. “Non Luna mau sarapan apa? Biar saya buatkan.” Adrian menawarkan diri. “Kamu bisa masak?” Aluna menoleh. Adrian mengangguk. “Terserah, masak apa saja.” Singkat dan tak jelas, Adrian menggaruk kepala. Dia pun langsung minta izin masuk ke dalam. Adrian kini sudah berdiri di dapur. Tangannya sudah sibuk mengaduk-aduk nasi goreng dalam wajan. Aroma wangi menguar.memenuhi rumah minimalis dan tercium hingga keluar. Aluna yang sudah selesai menyirami tanaman, berjalan ke dalam dan menatap punggung lebar Adrian yang sibuk di dekat wajan. Tampak Adr
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 96

Aluna berdiri dan mengangguk sopan pada Adrian. Baru saja mereka tiba di depan rumah minimalis yang selama ini dijadikan tempat tinggal Aluna. “Makasih ….” Aluna turun dan membawa barang-barang belanjaan. “Non, apa sebaiknya tak tinggal di rumah Ibu atau Oma saja?” Entah kenapa ada perasaan was-was di hati Adrian. Di rumah ini, Aluna tinggal sendirian. “Kenapa?” Aluna menautkan alis dan menatapnya. “Hanya khawatir saja, di sini Non luna sendirian.” “Gak usah cemas, aku terbiasa hidup mandiri.” Akhirnya Adrian pun berpamitan. Aluna menutup pintu dan lekas mengeluarkan barang-barang belanjaan. Banyak membeli frozen food juga. Karena itu lekas dipindah ke dalam lemari es. Sesekali bibir tipisnya tersungging, entah kenapa hatinya mendadak hangat ketika membayangkan memberikan makanan buatannya sendiri pada Garda. Ah, maksudnya dibantu Adrian juga. Aluna tengah membereskan barang-barang ke dalam lemari es ketika terdengar pintu diketuk. Dia berdiri sambil menoleh pada pintu. Dipiki
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 97

Deru mobil terdengar berhenti. Kedua anak muda yang masih berjongkok di dekat Aluna itu pun menoleh ke arah mobil yang berhenti. Tampak keluar dengan tergesa Papa Banyu, Buma, Cakra dan Unda Jingga. Tanpa terasa, Garda berdiri dan menatap lekat wajah Unda Jingga yang tetap cantik pada usianya yang tak lagi muda. “B--Bu J--Jingga ….” Suaranya lirih nyaris tak terdengar. Lalu dia menoleh ke arah Aluna dan ke arah Unda Jingga bergantian. “J--Jadi benar, d--dia itu putrinya Bu Jingga yang waktu itu,” batin Garda.Garda seolah terhipnotis ketika keriuhan terjadi. Unda Jingga menghampiri Aluna, memeluknya dan memburunya dengan pertanyaan. Sementara itu, Papa Banyu tampak memperhatikan kondisi sekitar. Dia menatap pintu yang terdobrak rusak dan menggeleng kepala. “Yan, siapa yang melakukan ini?” Papa Banyu menatap pada Adrian yang baru saja menyalaminya. “Sepertinya mantan tunangannya Non Luna, Pak!” Garda menautkan alis, heran ketika mendengar temannya memanggil Aluna dengan sebutan N
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 98

MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD! (98)Garda duduk termenung di teras rumahnya yang sederhana. "Hmmm … jadi dia gadis kecil itu?” Dia mengabaikan laptop yang tengah terbuka dan kini laptop itu yang menontonnya. Waktu baru menunjukkan sekitar pukul setengah tujuh. Sejak malam pikirannya mulai kacau karena memikirkan Aluna. Sekilas senyum pada bibir Garda terbit. Bayangan belasan tahun silam tiba-tiba melintas kembali. Memorinya tertarik pada masa ketika masa-masa sekolah dasar. Miss Jingga sedang sakit. Saat itu dirinya, Genta dan Hafiza ikut rombongan para guru yang mau menengok guru kesayangan mereka itu. Mereka dulunya seperti ban beca, sebelum Adrian kemudian akrab dan menjadi bagian dari persahabatannya.Pada saat itu, mereka berkumpul di sebuah gazebo, sedang bahagia karena menunggu jamuan makanan datang. Namun, fokus mereka saat itu tiba-tiba teralihkan. Dia melihat ke atas balkon karena sebuah teriakan. “Bibi! Bibi! Sudah belum!” seru gadis itu lantang. Jaraknya cukup jauh, tapi t
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 99

MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD! (99)“Masya Allah … mimpi apa aku? Ini masakkan yang dia masak sendiri?” gumam Garda dalam hatinya. Dia mengunyah pelan-pelan sambil membayangkan sosok Aluna yang tengah tersenyum di depannya.Garda mengambil ponsel dan mencari kontak yang dia namai Bu Luna. Ditatapnya kolom chat. Ada rasa sungkan, tapi gerakan hatinya membuat jemarinya tetap melanjutkan ketikan. [Nasi gorengnya enak, terima kasih, Bu Luna. Garda.] Sementara itu, Aluna yang sedang memutar tutorial menggambar dengan infocus melukis melirik ponselnya yang bergetar. Disambarnya cepat, lalu dibukanya pola yang menutup layar.“Nomor baru?” Kedua alis Aluna saling bertaut. Namun, kerutan tersebut tak bertahan lama, berganti dengan senyum yang tersungging manis pada bibirnya. [Sama-sama.] Balasan cepat dia kirimkan. Bersama rasa gembira yang menyelinap di hatinya. Aluna menyimpan lagi gawainya. Lalu kembali fokus pada layar yang terpampang di depan. Kelas kursus yang disediakan Aluna untuk us
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 100

MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD! (100)“Ahm, Non … ngomong-ngomong, mau tanya boleh?” Tanpa Aluna sangka, tiba-tiba Adrian minta izin untuk bertanya. “Ya, Silakan.” Aluna mendongak sekilas dan menatap wajah Adrian dengan mata bundarnya. Heran, itu yang terlintas dalam benak Aluna. “Non Luna suka nonton?” Sedikit gugup, terdengar suara Adrian bertanya. Aluna sedikit tersentak, tak menyangka pegawainya itu menanyakan hal yang tidak biasa. Aluna mengulas senyum sedikit, sedikit sekali, lalu menjawab sejujurnya., “Ahm gak terlalu.”“Ooo … gitu ….” Adrian mengangguk-angguk. Lalu hening beberapa saat. Tangannya sibuk mengaduk kuah soto dalam mangkuknya. “Pernah, sih … sesekali saja. Kenapa?” Suara Aluna membuat sepasang mata elangnya kembali bersinar. Ditanya seperti itu, seakan mendapat angin segar. Adrian menenangkan diri. Ada rasa was-was karena melihat seperti apa Aluna memandang Garda. Was-was kalau Aluna terang-terangan menolaknya. Namun, pantang mundur sebelum memaksimalkan usaha. “
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status